Berita
Imam Khomeini: Telaah Hadis Hasad (4/7)
Siksa Kubur
Menurut ulama, siksa kubur dan kegelapan di dalamnya adalah salah satu akibat buruk dari kejahatan dengki. Mereka berpendapat bahwa pelaku kejahatan tersebut dengan kegelapan dan ketegangan ruhaniah yang berkaitan dengannya, mendapat tekanan dan kegelapan di alam kubur dan alam barzakh. Keadaan seseorang dalam kubur bergantung pada kelapangan dan kesempitan hatinya.
Imam Ja’far Shadiq as diriwayatkan pernah berkata bahwa Nabi saw suatu ketika menghadiri pemakaman Sa’ad. Sementara 70 ribu malaikat mengikuti upacara pemakaman itu. Nabi saw menatap ke langit seraya berkata , “Adakah setiap orang mengalami impitan (kubur) seperti yang dialami Sa’ad?” Periwayat hadis itu berkata pada Imam as, “Kami mendengar bahwa Sa’ad tidak berhati-hati dalam bersuci (thaharah) saat buang air kecil.” Imam as berkata, “Naudzubillah, kesalahannya hanyalah karena perlakuan kasarnya terhadap anggota keluarganya.”
Baca pembahasan sebelumnya Keburukan Hasad
Kegelapan, kesempitan, ketegangan, dan kesesakan yang timbul dalam hati seseorang akibat keburukan dengki tidak mungkin terjadi pada kejahatan moral lainnya. Bagaimana pun, orang yang memiliki sifat dengki akan menderita siksaan dalam hidup ini, lalu kegelapan dan kesesakan akan menekannya di alam kubur, dan akhirnya, membuat ia tak berdaya dan bersedih di akhirat. Semua itu akibat buruk dengki semata-mata, titik. Boleh jadi kedengkian belum menimbulkan kejahatan lain apapun atau mendorong perilaku buruk apapun. Namun, jarang sekali rasa dengki tidak menimbulkan penderitaan dan keburukan lain. Kedengkian acapkali melahirkan banyak kejahatan moral lain seperti congkak, sebagaimana telah disebutkan, dan dosa-dosa lain seperti umpatan, kekejaman, penganiayaan, dan sebagainya, yang semua itu merupakan dosa yang sangat mengerikan.
Dengan demikian, perlu sekali bagi orang bijak untuk memutuskan dengan segera dan berusaha membuang hal memalukan dan hina itu; melindungi imannya dari nyala api dengki dan bencana yang diakibatkannya. Ia harus melepaskan diri dari penderitaan mental dan kesempitan berpikir, yang merupakan siksa yang melekat sepanjang hidup di dunia ini, yang diikuti kesedihan dan kegelapan di alam kubur dan alam barzakh, dan mendatangkan murka Tuhan. Wajib direnungkan bahwa suatu penyakit yang memiliki begitu banyak kerugian perlu segera diobati.
Kedengkian tidak merugikan orang yang menjadi objek dengki. Ia tidak membuat orang itu kehilangan anugerah dan kelebihannya. Bahkan memberinya kepuasan tertentu, di dunia ini maupun di akhirat, lantaran ikut menyaksikan derita orang yang dengki kepadanya dan menjadi musuhnya. Sementara terus memiliki keberuntungan yang membuatmu bersedih, ia juga mendapat keberuntungan lain. Jika engkau jatuhkan lagi rasa dengki kepadanya untuk kedua kali, maka itu akan melipatgandakan derita dan siksaanmu, yang juga akan menjadi kenikmatan baginya, begitu seterusnya. Akibatnya, engkau akan terus berada dalam kesedihan, kesakitan, dan derita, sementara ia bahagia, senang, dan gembira.
Begitu pula di akhirat; kedengkianmu menguntungkannya, apalagi jika kedengkian itu memuncak dalam bentuk fitnah dan umpatan, serta perilaku dengki lain dan semacamnya karena amal baikmu akan diberikan kepadanya. Engkau secara tragis akan terjatuh ke lembah kemelaratan sementara ia akan menikmati karunia dan kemuliaan. Jika mau menimbang masalah ini sejenak saja, tentu engkau akan membersihkan dirimu dari kejahatan dengki dan melindungi jiwamu dari akibat-akibat buruknya.
Jangan anggap kejahatan jiwa, moral, dan ruhani tidak dapat disembuhkan. Itu gagasan keliru yang dibisikkan kepadamu oleh iblis dan nafsu jasmanimu, yang ingin menghalangimu dari menempuh jalan akhirat dan mematahkan usahamu mengoreksi diri. Selama manusia berada di alam transisi dan perubahan, masih mungkin baginya untuk mengubah semua sifat dan karakter moralnya. Betapa pun kuat kebiasaannya, selama masih hidup di dunia ini, ia dapat menyetopnya. Persoalannya hanyalah bahwa upaya yang diperlukan untuk membuang itu semua berbeda-beda, sesuai derajat dan intensitas kekuatannya.
Kebiasaan buruk pada tahap awal pembentukannya, tentu saja hanya memerlukan sedikit disiplin diri dan upaya kecil untuk membongkarnya. Itu seperti menumbangkan tumbuhan muda yang belum menancapkan akarnya secara kuat ke dalam tanah. Namun, jika sudah berakar kuat dalam watak manusia dan telah menjadi bagian dari hiasan ruhaniya, sifat itu tak akan mudah ditumbangkan. Diperlukan upaya lebih besar, seperti pohon yang telah berusia tua dan telah menancapkan akarnya kuat-kuat ke dalam tanah; ia tidak dapat dengan mudah dirubuhkan. Semakin engkau menangguhkan keputusan untuk mencabut kejahatan hati, makin banyak waktu dan upaya yang diperlukan.
Sahabatku, pertama sekali, jangan biarkan kejahatan moral, kebiasaan buruk, dan perilaku jahat merasuki dunia batiniah dan lahiriahmu. Tugas ini jauh lebih mudah ketimbang mengeluarkannya setelah masuk, setelah mengukuhkan dirinya, dan tumbuh subur. Jika sudah merasuk, semakin engkau tunda tindakan untuk mengeluarkannya, makin banyak waktu dan usaha yang diperlukan. Sementara itu, ia akan merusak fakultas batinmu.
Syaikh kami yang agung, arif nan cerdik, Syahabadi–semoga jiwaku jadi tebusan baginya–senantiasa berkata bahwa lebih baik mengambil tindakan melawan kejahatan moral saat masih muda dan saat kekuatan serta semangat masih ada. Pada tahap itu, seseorang dapat memenuhi tanggung jawabnya sebagai manusia dengan cara lebih baik. Seseorang seharusnya tidak membiarkan dirinya menunda sampai kekuatan dirinya memudar. Sebab, keberhasilan dalam hal ini akan lebih sulit dicapai jika usia tua telah menjelang. Walaupun, barangkali, seseorang berhasil, upaya yang diperlukan untuk memperbaikinyanya jauh lebih besar.
Maka, jika seseorang yang bijak memikirkan akibat buruk dari segala sesuatu dan sadar bahwa dirinya tidak dijangkiti olehnya, niscaya ia tidak akan memasukkan dirinya ke dalamnya atau membiarkannya mencemari dirinya. Jika, naudzubillah, terjangkiti, ia akan berusaha membuangnya dan berusaha mengoreksi diri sesegera mungkin, tidak membiarkan keburukan itu mengokohkan akar-akarnya. Jika, naudzubillah, keburukan itu mulai berakar, ia akan mengerahkan segala upayanya untuk mencerabutnya demi menghindarkan akibat buruknya di alam barzah dan akhirat.
Jika dipindahkan dari dunia perubahan material ini dalam keadaan menderita, ia tidak akan sanggup berbuat apa-apa lagi. Celakalah manusia seperti itu. Sebab, diperlukan waktu berabad-abad di alam barzah dan akhirat untuk mengubah satu karakter moral. Dalam sebuah hadis, Rasul saw yang mulia diriwayatkan pernah bersabda bahwa seluruh penghuni surga maupun penghuni neraka dimasukkan ke sana (surga atau neraka) sesuai niat dan tujuannya. Niat jelek yang berasal dari akhlak buruk akan selalu ada, kecuali jika sumber dan asal-usulnya telah dienyahkan.
Di alam sana, sifat-sifat manusia akan memanifestasi diri dengan suatu kekuatan dan intensitas sedemikian sehingga tidak mungkin baginya untuk musnah sama sekali. Karena hal itulah yang senantiasa tinggal di neraka, yang boleh jadi, untuk membersihkannya, diperluka siksaan yang menyakitkan, serta nyala api yang untuknya diperlukan waktu beberapa abad hitungan akhirat. Maka, wahai manusia yang bijak, jangan biarkan satu kejahatan yang dapat dimusnahkan dengan sedikit usaha sebulan atau setahun-dua tahun dan yang untuk memusnahkan itu sepenuhnya kamu mampu, akhirnya bertengger dan menyebabkan kesusahan hidup di dunia dan akhirat, serta menghancurkanmu.
*40 Hadis: Telaah atas Hadis Mistis dan Akhlak