Berita
Prinsip Dasar Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
Prinsip Dasar Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
Mazhab Imamiyah dikenali dengan ciri-ciri berikut:
- Imam harus maksum sebagaimana para nabi.
- Karena kemaksuman (keterjagaan dari salah dan dosa) merupakan sifat batiniah dan tidak ada yang mengetahui kecuali Allah Swt, maka imam juga harus—seperti nabi–dipilih langsung oleh Allah Swt. Jadi, cara menentukan imam adalah melalui nash (dalil jelas) dari al-Quran dan sunah.
- Pengganti (khalifah) Nabi saw ada 12 orang yang telah diperkenalkan Nabi saw. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib as dan sebelas putranya yang maksum, yaitu Imam Hasan as, Imam Husain as dan sembilan insan keturunan Imam Husain as. Imam terakhir adalah Mahdi as yang saat ini hidup dan gaib. Bila syarat-syarat kemunculannya terpenuhi maka dengan izin Allah Swt, Imam Mahdi as akan menampakkan diri di tengah umat manusia dan mendirikan pemerintahan adil di muka bumi.
Pada umumnya Syiah Itsna Asyariyah disebut “imamiyah”; yakni, jika disebut Imamiyah saja tanpa tambahan, maka maksudnya adalah Syiah Itsna Asyariyah. Dalam hal ini, Syeikh Mufid berkata,
”Adapun penyebutan kelompok Syiah dengan Imamiyah, yang demikian itu merupakan suatu identitas bagi siapa saja yang meyakini wajibnya keberadaan imam di setiap zaman. Dan mewajibkan adanya nash (dalil al-Quran dan sunah), kemaksuman dan kesempurnaan atas setiap imam. Kemudian membatasi imamah dari putra keturunan Imam Husain bin Ali as hingga Ali Ridha bin Musa as, dan seterusnya.” [Awa’il al-Maqalat, hal. 38]
Bahkan kata ”syiah”, jika disebutkan tanpa tambahan keterangan, menunjukkan pada Itsna Asyariyah. Dalam hal ini, Allamah Kasyiful Ghitha berkata,
“Saat ini, nama ‘syiah’ yang disebut tanpa tambahan keterangan, khusus ditujukan pada imamiyah, yang merupakan kelompok Islam terbesar setelah Ahlusunnah.”
Di antara prinsip mazhab Syiah Itsna Asyariyah adalah keesaan Allah (tawhid ), kenabian (nubuwwah), hari kebangkitan (ma’ad), keadilan (’adl), dan kepemimpinan (imamah).
Keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah tentang Tauhid
Allah Swt itu Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan zat-Nya tidak terbilang, tidak pula tersusun. Karena itu, sifat zat-Nya adalah inti dari zat-Nya (tawhid dzati wa shifati atau esa dalam zat dan sifat). Demikian pula, Allah Swt itu Esa dalam penciptaan dan pemeliharaan (tawhid khaliqiyah wa rubbubiyah; Esa dalam penciptaan dan pemeliharaan); yakni tiada pencipta dan pemelihara selain Allah Swt yang mandiri, merdeka dan tidak bergantung. Allah Swt itu Esa dalam Penyembahan dan peribadatan (tawhid ’ubudiyah; Esa dalam peribadatan). Karena itu, tidak ada zat yang patut ditaati dan disembah selain Allah Swt.
Keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah tentang Kenabian
Allah Swt mengutus para nabi untuk membimbing dan memberi petunjuk kepada umat manusia; yang pertama adalah Adam as dan yang terakhir adalah Muhammad bin Abdullah saw. Mereka semua terjaga dan terpelihara dari salah dan dosa (maksum). Di tengah mereka terdapat lima nabi pembawa syariat; yaitu Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as, dan Muhammad saw. Dan Muhammad saw adalah nabi terakhir; al-Quran menjadi kitab langit terakhir, dan syariat Islam adalah syariat Ilahi yang terakhir.
Keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah tentang Hari Kebangkitan
Setelah kehidupan di dunia dan di alam kubur (barzakh), terdapat kehidupan lain di alam akhirat yang disebut “kiamat”. Di alam itu, para hamba akan dibangkitkan dan masing-masing menerima balasan atas seluruh perbuatannya selama dunia.
Keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah tentang Keadilan Ilahi
Terdapat dua pengertian dari suatu perbuatan yaitu baik (husn) dan buruk (qubh). Perbuatan baik di antaranya adil, jujur, menepati janji, dan sebagainya. Sedangkan perbuatan buruk di antaranya zalim, khianat, dan sebagainya. Allah Swt suci dan bersih dari semua perbuatan buruk dan tercela. Karena itu, tak ada sesuatu pun dari perbuatan Allah Swt yang sia-sia dan tercela. Allah Swt Mahakaya, Mahakuasa, dan Mahabijaksana. Perbuatan yang dilakukan Sang Mahakuasa dan Mahabijaksana niscaya baik dan bijaksana.
Keyakinan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah terhadap Imamah
Pemimpin (imam) maksum pertama adalah Imam Ali bin Abi Thalib as. Beliau adalah pribadi yang paling cerdas di antara para sahabat Nabi saw, dan senantiasa menguraikan masalah akidah seperti, tauhid, qadha dan qadar, al-amr baina al-amrain (satu perkara di antara dua perkara), sifat-sifat Allah Swt, dan sebagainya. Semua itu dicatat dan dibukukan dalam Nahj al-Balaghah.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa ilmu kalam Imamiyah merupakan ilmu kalam paling awal yang ada di dunia Islam. Dalam hal ini, Allamah Thabathaba’i mengatakan, ”Kalam Imamiyah memiliki sejarah yang kuno, yang muncul sejak sepeninggal Nabi saw. Para mutakallim (teolog) di masa itu terdiri dari para sahabat; seperti Salman, Abu Dzar, Miqdad, Amr bin Hamq, dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi’in adalah Rasyid, Kumail, Maitsam, dan para putra keturunan Imam Ali as yang dibunuh oleh dinasti Umayah. Pada masa Imam Muhammad Baqir dan Imam Ia’far Shadiq (‘alaihimassalam), para mutakallim itu menyibukkan diri dengan melakukan berbagai telaah dan menulis buku.” [al-Mizan, 5/278]
Kalam (teologi) dan mutakallim sejati Syiah amat dimuliakan dan dihormati para Imam Ahlulbait as. Para Imam Ahlulbait as bukan saja melakukan kajian dan pembahasan tentang kalam dan akidah. Bahkan mereka juga berhasil mendidik murid-murid terkemuka di bidang ini. Di antara para sahabat Imam Ja’far Shadiq, terdapat sekelompok figur yang digelari oleh Imam Shadiq as sendiri sebagai mutakallim. Di antaranya adalah Hisyam bin Hakam, Hisyam bin Salim, Hamran bin A’yun, Abu Ja’far Ahwal (yang dikenal dengan julukan “Mu’min Thaq”), Qais bin Mashir, dan lain-lain.
Dalam Ushul al-Kafi dinukil sebuah kisah tentang dialog kelompok ini dengan salah seorang penentang di hadapan Imam Ja’far Shadiq as, yang membuat bangga Imam Ja’far as.
Berkaitan dengan penulisan buku akidah, ilmu kalam Imamiyah jauh lebih awal dari yang lain. Isa bin Raudhah Tabi’i adalah sosok pertama yang menulis buku pembahasan imamah. [Rijal al-Najasyi, no. 796]
Ibnu Nadim menyebut Ali bin Ismail bin Maitsam Tammar (w. 179 H) sebagai figur pertama yang berbicara masalah imamah, seraya kemudian menyebutkan karyanya, al-Imamah dan al Istihqaq. [al-Fihrist, hal. 249]
Hisyam bin Hakam, teolog Syiah terkemuka pada masa Imam Ja’far Shadiq as dan Imam Musa Kazhim as, cukup produktif menulis karya seputar akidah. Di antaranya at-Tauhid, al-Imamah, Kitab fi al-Jabr wa al-Qadr, al-Istitha’ah, ar-Radd u’ala Ashhab al-Itsnain, dan lain-lain.
*Ali Rabbani Gulpaygani, Kalam Islam: Kajian Teologis dan Isu-isu Kemazhaban