Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Mimpi yang Mengubah Benci Jadi Cinta Imam Khomeini

Alkisah, seorang syaikh berusia lanjut yang berasal dari Mazandaran, tak suka terhadap Imam Khomeini. Tak jelas, apa yang menyebabkannya seperti itu. Ia bahkan menyebarkan ketidaksukaannya itu ke banyak orang sambil berkata, “Jangan datang ke majelisnya Imam Khomeini.”

Imam Khomeini rutin mengisi kajian pada jam 10.15. Seperti biasa, agar Imam tidak pergi sendirian, Ni’matullah Jazairiye Husayni mendatangi rumah Imam untuk menemani beliau ke majelis.

Suatu hari, Ni’matullah terkejut manakala menyaksikan syaikh tua itu tiba-tiba mencium pintu bagian luar rumah Imam Khomeini seraya menangis tersedu-sedu. Begitu melhat Ni’mautllah, syaikh tua itu langsung melafazkan fiman Allah, yang artinya:

Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-sekali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.

Ni’matullah lantas bertanya kepadanya, “Apa yang terjadi?”

“Apakah engkau akan pergi ke majelis? Apakah Agha (Imam Khomeini) akan pergi juga?” Ia balik bertanya.

“Ya,” jawab Ni’matullah, “Aku akan pergi ke masjid untuk menghadiri majelis Imam.”

Saat  itu, pintu rumah Imam tiba-tiba terbuka. Imam pun keluar dari dalam rumahnya. Kami berdua kemudian berangkat ke masjid. Sementara syaikh itu, lantaran merasa malu, pergi ke masjid melalui jalan yang berbeda.

Sesampainya di masjid, Ni’matullah duduk di dekat pintu, sementara Imam sibuk memberikan pelajaran. Tak lama kemudian, syaikh itu datang dan duduk di sebelah Ni’matullah. Ia berkata kepadanya,

“Engkau tentu tahu, aku selalu bersikap kurang baik terhadap Imam. Tapi suatu malam, aku bermimpi. Dalam mimpi itu, aku melihat Imam Ali (as) dan sejumlah orang duduk membentuk lingkaran dengan teratur. Kutatap mereka satu persatu, ternyata mereka duduk berurutan sesuai kedudukan masing-masing. Mereka berkata bahwa orang kedua belas adalah Imam Mahdi (as). Beliau duduk di ujung barisan. Cahaya suci memendar dari tubuhnya. Beliau terlihat begitu elok dan kudus.”

“Kemudian, berdatanganlah sejumlah ulama dari kubur Ardabili yang suci. Mereka muncul satu persatu. Setiap kali satu ulama muncul, kedua belas orang yang lebih dulu hadir tadi memberi hormat. Tiba-tiba aku melihat Imam Khomeini muncul dari pintu dan engkau ada di belakangnya. Ketika orang kedua belas melihat Imam, beliau pun berdiri. Orang kesebelas juga ikut berdiri. Sikap ini diikuti seluruh hadirin lainnya. Setelah itu mereka duduk, kecuali yang kedua belas tetap berdiri.”

“Wahai Ruhullah!” seru beliau. Imam Khomeini memegang jubahnya dan menjawab, “Ya.”

Kemudian beliau berkata, “Mendekatlah kepadaku.”

Imam Khomeini segera melangkah maju. Setelah keduanya berdekatan, aku melihat Imam Khomeini mendekatkan telinganya ke mulut Imam Mahdi as. Selama lima belas menit, Imam Mahdi as menyampaikan pesan-pesan yang dijawab Imam Khomeini dengan ucapan, “Ya, aku akan melakukannya,” atau, “Insya Allah, aku akan melakukannya.”

Setelah Imam Mahdi as selesai menyampaikan pesan, Imam Khomeini perlahan menjauh dan Imam Mahdi as dan kembali duduk. Kemudian Imam Khomeini melambaikan tangannya pada kesebelas figur lainnya, yang dibalas kesebelas figur itu dengan membungkuk untuk memberi hormat.

Imam Khomeini lalu undur diri tanpa membelakangi mereka. Imam Khomeini terlihat tidak memasuki makam. Aku pun bertanya, “Mengapa Imam Khomeini tidak ke makam?”

“Imam Ali duduk di sini, ke mana lagi ia pergi?” jawab mereka.

*Hamid Algar, Potret Sehari-hari Imam Khomeini

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *