Artikel
Kepribadian Imam Ja’far Shadiq as Menurut Para Tokoh Besar Islam Klasik
Sejarah adalah cermin yang merefleksikan berbagai bentuk dan menjaganya untuk disampaikan kepada rangkaian generasi mendatang. la adalah catatan bangsa-bangsa. Mungkin saja sebagian orang menyusupkan catatan-catatan yang menyesatkan. Namun hal itu tidak akan kekal abadi karena mentari kebenaran akan segera terbit.
Izinkanlah kami mengakui bahwa para penguasa memiliki peran besar dalam menyimpang-siurkan sejarah. Hanya saja gerak sejarah sedemikian besar sehingga tidak segampang itu disimpangsiurkan. Gerak perjalanan sejarah lebih kuat daripada hawa-nafsu dan pena-pena yang tidak menginginkan kebenaran. Lihatlah lbnu Katsir yang mencatat beberapa katah Imam Ja’far Shadiq as dalam kitab Tarikh-nya, “Di tahun ini (148 H) Imam Jafar Shadiq wafat. ” [Al-Bidayah wa an-Nihayah, jil.10, hal.112]
Imam Ja’far Shadlq adalah figur yang paling berilmu di masanya. Beliau memimpin gerakan pembaharuan terbesar di ranah llmu dan pemikiran.
Berikut adalah sejumlah kesaksian ulama, termasuk para pendiri mazhab, pemimpin berbagai aliran pemikiran, dan para tokoh agama tentang sosok agung Imam Ja’far Shadiq as. Kami menyebutkannya beberapa saja sebagai hujjah. Selanjutnya, sila merujuk karya Asad Haidar, Universitas Imam Ja’far Shadiq dan Pengaruhnya pada Mazhab Lain.
Zaid bin Ali bin Husain
Ia berkata, ”Di setiap zaman, ada satu orang dari Ahlulbait, di mana Allah Swt berhujah kepada semua hamba-Nya dengannya. Hujah di zaman kita ini adaIah anak saudaraku, Ja‘far. Tak akan sesat orang yang mengikutinya dan tak akan mendapat petunjuk orang yang menyimpang darinya.”
Manshur Dawaniqi
Ia berkata, “Ja’far termasuk di antara orang yang dikatakan Allah Swt dalam firman-Nya:
Kemudian Kami wariskan kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. [QS. Fatir: 32]
Beliau termasuk yang dipilih Allah Swt di antara orang-orang terdahulu dalam hal kebaikan. “Sesungguhnya di antara Ahlulbait selalu terdapat seorang muhaddats. Ja’far bin Muhammad adalah muhaddats kami saat ini.” [Tarikh Ya’qubi, jil. 3, hal. 177]
Malik bin Anas
Ia berkata, “Aku tidak pernah melihatnya kecuali dalam salah satu dari tiga keadaan, yaitu dalam keadaan salat, berpuasa, dan membaca al-Quran.“ [Sampai di sini saja ungkapan Malik dalam kitab at-Tahdzib. Adapun setelahnya adalah tambahan dalam kitab al-Majalis as-Saniyyah, jil. 5]
Mata tak pernah melihat, telinga tak pernah mendengar, dan tak pernah terlintas dalam benak adanya sosok yang Iebih utama dari Ja’far Shadiq bin Muhammad, dari segi ilmu, ibadah, dan sifat warak.” [Tahdzib at-Tahdzib, jil, 2, hal. 104]
Abu Hanifah
Ia berkata, “Aku tidak pernah melihat sosok yang Iebih fakih dari Ja’far bin Muhammad. Ketika menghadirkan beliau, Manshur memanggilku untuk menemuinya. Ia berkata, ‘Hai Abu Hanifah! Rakyat telah terfitnah oleh Ja’far bin Muhammad, maka siapkanlah untuknya masalah-masalah yang berat dan rumit.’ Aku pun mempersiapkan empat puluh masalah.
Kemudian Abu Ja’far (Manshur) memanggilku saat ia berada di Hairah. Aku menemuinya, sementara Ja’far bin Muhammad duduk di sebelah kanannya. Ketika melihatnya, aku merasa hatiku tergetar oleh kehebatan dan wibawa yang memancar dari Ja’far bin Muhammad, bukan dari Abu Ja’far. Aku mengucapkan salam kepada Ja’far bin Muhammad. Lalu ia memberi isyarat kepadaku dan aku pun duduk.
Manshur menoleh kepadanya dan berkata, ‘Wahai Abu Abdillah! Ini adalah Abu Hanifah.’
Ja’far [as] berkata, ‘Ya,’ lalu menyambungnya dengan mengatakan, ‘Ia pernah datang kepada kami,’ seakan ia tidak ingin menunjukkan apa yang dikatakan orang-orang bahwa jika melihat seseorang, ia akan mengenalinya. Lalu Manshur menoleh kepadaku dan berkata ‘Hal Abu Hanifah! Sampaikanlah kepadaa Abu Abdillah partanyaan-pertanyaanmu.’
Make aku pun menyampaikan 40 masalah itu, dan beliau menjawab seraya berkata, ‘Kalian berkata demikian dan penduduk Madinah berkata demikian, sedangkan kami berkata demikian. Bisa jadi ia mengikuti mereka dan bisa jadi ia menyalahi kami semua.’”
Kemudian Abu Hanlfah berkata, “Bukankah kami meriwayatkan bahwa orang yang paling luas Ilmunya adalah yang paling banyak mengetahul perbedaan-perbedaan pendapat.” [Muwaffaq, Manaqib Abi Hanifah, jil. 1 hal. 132]
lbnu Abil Auja
Ia berkata, ”Beliau ini [Ja’far bin Muhammad) bukanlah manusia (biasa), jika ada di dunia ini satu wujud ruhani, yang jika mau, maka ia akan mewujudkan dirinya dalam bentuk jasad dan jika ia mau ia akan mewujudkan diri dalam bentuk ruh, maka ia inilah orangnya,” seraya menunjuk ke arah Imam Shadiq as. [al-Kafi, jil. 1, hal. 75]
Abul Fath Muhammad bin Abdul Karim Syahristani
Ia berkata, “Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir adalah pemilik ilmu yang sangat luas, akhlak yang sempurna, zuhud dari dunia, warak yang mencapai puncaknya dalam hal menjauhi hawa nafsu. Beliau tinggal di Madinah dan memberikan banyak kebaikan untuk kaum Syiah yang condong pada beliau dan mencurahkan rahasia-rahasia ilmu kepada para pencinta beliau. Kemudian beliau masuk ke lrak dan tinggal di sana untuk beberapa waktu. Beliau tidak pernah berbicara tentang kepemimpinan dan tidak pernah berusaha merebut kekuasaan dari siapa pun. Barangsiapa tenggelam ke dalam lautan makrifah maka ia akan terbawa ke tepi pantai, barangsiapa telah mencapai puncak hakikat maka ia tidak akan kuatir terjatuh.” [Al-Milal wa an-Nihal, jil. 1, hal. 72]
lbnu Hibban
Ia berkata. “Ja‘far bin Muhammad adalah pemimpin Ahlulbait di bidang fikih. Ilmu, dan akhlak.” [Tahdzib at-Tahdzib, jil. 2, hal. 89]
Hafiz Abu Hatim
Dia berkata. “Ja‘far bin Muhammad adalah figur yang tsiqah (terpercaya) yang tiada tandingannya.” [Tahdzib at-Tahdzib, jil. 2, hal. 104]
Kamaluddln Muhammad bin Thalhah Syafi’i
Ia berkata. “Ja’far bin Muhammad adalah sosok alim dari Ahlulbait dan pemimpin mereka. Beliau menguasai ilmu yang sangat Iuas. Ibadahnya sangat kuat, doa dan zikirnya terus-menerus, zuhudnya sangat tinggi, bacaan al-Qurannya sangat banyak. Beliau mendalami makna-rnakna al-Quran dan mengeluarkan berbagai mutiara dari lautannya serta menampakkan keajaiban-keajaibannya. Beliau membagi-bagi waktu untuk melaksanakan ibadah, dan menjalani hidupnya sesuai dengan itu. Memandang beliau akan mengingatkan pada akhirat. Mendengar kata-kata beliau mendorong orang untuk zuhud dari dunia. Mengikuti petunjuknya akan menghantarkan orang ke surga. Cahaya yang terpancar darinya membuktikan bahwa ia dari keturunan Nabi saw. Kesucian perbuatannya menegaskan bahwa beliau adalah keturunan pembawa risalah. Banyak pemuka dan tokoh besar umat Ini yang menukil hadis dan menimba ilmu darinya. seperti Yahya bin Sa’id Anshari, Ibnu Juraij, Malik bin Anas, Tsauri, Ibnu Uyainah, Ayyub Sajestani, dan sebagainya. Mereka memandang bahwa mendapat ilmu dari beliau adalah suatu keutamaan dan keistimewaan.” [Mathalib as-Su’ul, jil. 2, hal. 55]
Abu Nu’aim
Ia berkata, “Ja’far bin Muhammad adalah Imam yang petah Iidah, pemilik kuasa yang tak pernah kalah, yang dikenal dengan julukan Abu Abdillah. Beliau fokus pada taat dan ibadah. Mengutamakan kekhusukan dan uzlah. Menolak kekuasaan dan harta melimpah.” [Hilyal al-Auliya, jil. 3, hal 192]
Abdurrahman bin Muhammad Hanafi Busthami
Is berkata, “Rumah Ja’far bin Muhammad selalu dipenuhi ulama. Berbagai kalangan menuntut cahaya ilmu darinya. Beliau mengucapkan kalimat-kalimat yang penuh rahasia dan ilmu hakikat, sedangkan beliau masih berusia tujuh tahun.” (Sandubi, Rasail al-Jahizh, hal. 106)
Ibnu Hajar Asqalani
Ia berkata, “Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib adalah sosok fakih yang shaduq (sangat jujur).” [Taqrib at-Tahdzib, hal.68]
Asad Haidar, Universitas Imam Ja’far Shadiq dan Pengaruhnya pada Mazhab Lain