Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Imam Khomeini: Hadis Hasad [1/7]

… Muhammad bin Yaqub (Kulaini) dari Ali bin Ibrahim, dari Muhammad bin Isa, dari Yunus, dari Daud Riqqi, meriwayatkan dari Abu Abdillah  (Imam Ja’far Shadiq as) bahwa Rasulullah saw bersabda, Allah Swt berfirman kepada Musa bin Imran as, “Hai putra Imran, janganlah sekali-kali engkau dengki kepada manusia karena karunia yang Aku anugerahkan kepada mereka dan janganlah kau arahkan pandanganmu pada perkara itu, serta janganlah kau turuti perasaan dengki itu. Sesungguhnya orang yang dengki berarti jengkel kepada nikmat-Ku dan menggugat pembagian anugerah yang Aku tetapkan di antara hamba-hamba-Ku. Barangsiapa berlaku demikian, Aku tidak berhubungan dengannya dan ia tidak pula berhubungan dengan-Ku.”

Definisi Hasad

Hasad atau iri hati adalah keadaan psikis seseorang yang menginginkan hilangnya suatu karunia atau ketidaksempurnaan yang ia anggap dimiliki orang lain, baik orang hasad itu memilikinya ataupun tidak, baik ia menginginkan untuk dirinya sendiri ataupun tidak. Jelas, hasad berbeda dengan ghibthah, lantaran oramg yang ghibthah menginginkan karunia atau kesempurnaan yang ada pada orang lain atau untuk dirinya sendiri tanpa mengharap hilangnya kebaikan itu dari orang lain.

Ungkapan “yang ia anggap ada pada orang lain” digunakan di sini karena karunia dan kesempurnaan itu belum tentu benar-benar karunia dan kesempurnaan. Terbukti, banyak hal yang sebenarnya merupakan kekurangan dan kehinaan, namun dianggap orang yang iri hati sebagai karunia dan kesempurnaan sehingga ia mengharap semua itu hilang dari orang lain. Atau boleh jadi terdapat sifat yang sebenarnya merupakan kekurangan bagi manusia  dan kesempurnaan bagi binatang (belum menjadi manusia—penerj.), ia melihatnya sebagai kesempurnaan dan mengharapkannya hilang dari orang lain. Sebagai contoh, ada sejumlah orang yang mengira bahwa menganiaya dan membunuh orang tak berdosa sebagai gelagat yang baik. Sehingga, bila si penghasad melihat kemampuan itu dari orang lain, ia menjadi iri hati dan mengharapkannya hilang dari orang lain. Sebagian orang ada yang iri terhadap ketajaman lidah ( untuk memaki) karena mengira hal itu sebagai kesempurnaan. Jadi, ukuran untuk memgenali hasad adalah anggapan atau sangkaan adanya kesempurnaan atau karunia pada orang lain—meskipun kesempurnaan itu atau karunia yang dianggapnya itu belum tentu hakiki—dan keinginan si penghasad adalah agar kesempurnaan atau karunia itu hilang dari orang lain.

Ketahuilah, terdapat banyak jenis dan tingkat hasad yang bersumber dari keadaan orang yang jadi objek hasad (mahsud), penghasad (hasid), dan esensi hasad itu sendiri. Adapun dari sudut orang yang terkena hasad (mahsud), ada yang dikarenakan ia memiliki sejumlah kelebihan intelektual, watak terpuji, perbuatan baik dan ibadah, atau hal-hal eksternal seperti harta, jabatan, kewibawaan, keanggunan, dan sebagainya. Atau orang yang terkena hasad ini sebenarnya justru memiliki lawan-lawan dari hal di atas, yakni sejumlah kesempurnaan imajiner yang tidak hakiki. Adapun dari sudut hasadnya, ada banyak derajat dan pembagian berkenaan dengannya selain dari yang telah disebutkan. Intensitas dan kehalusan hasad bertingkat-tingkat dan berbeda-beda, tergantung pada sebab-sebab dan efek-efeknya. Manakala kita berbicara tentang keburukan-keburukan hasad, maka semua itu akan kita singgung semampunya, dan kepada Allah, aku memohon taufik.

(Bersambung)

Imam Khomeini, “40 Hadis: Hadis-hadis Mistik dan Akhlak”

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *