Berita
Kepala Suci Imam Husain Berbincang dengan Pendeta
Suatu ketika, Syaikh Mufid ditanya, “Apakah kepala Imam Husain as dapat berbicara?”
Beliau menjawab, “Tidak ada berita dari para imam, namun al-Quran menjelaskan pada hari ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa saja yang dahulu mereka kerjakan (QS. an-Nur: 24).”
Ibnu Ziyad memerintahkan agar kepala Imam Husain as diarak di jalanan kota kufah, di tengah beragam kabilah. Zaid bin Arqam menuturkan,
“Kepala suci para syuhada lewat di sampingku. Saat itu aku sedang duduk. Manakala tiba di hadapanku, terdengar kepala suci Imam Husain melantunkan ayat suci: Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan (QS. Al-Kahfi: 9)?
Demi Allah, bulu kudukku berdiri mendengar ayat itu. Lalu aku berseru, ‘Demi Allah hai putra Rasulullah, kisah kepalamu lebih mengherankan dan lebih mencengangkan.’” [Syaikh Mufid, al-Irsyad, juz 2, hal. 117]
Tatkala berhenti di samping biara, seorang pendeta meletakkan kepala Imam Husain as dalam kotak. Sementara menurut riwayat Quthub Rawandi, kepala suci itu ditancapkan di mata tombak, dan mereka duduk melingkar untuk menjaganya.
Mereka menghabiskan malam hari dengan meneguk minuman keras. Kemudian mereka mengeluarkan makanan dan sibuk melahapnya. Tiba-tiba mereka melihat sebuah tangan keluar dari dinding biara. Lalu dengan pena dari besi, tangan itu menuliskan syair berikut di atas dinding,
”Apakah umat yang membunuh Husain mengharap syafaat kakeknya pada hari perhitungan?”
Mereka kontan sangat ketakutan. Sebagian mereka lalu berdiri untuk mengambil pena itu. Namun tiba.-tiba pena itu lenyap begitu saja. Saat mereka kembali melanjutkan pekerjaannya, pena itu lagi-lagi muncul dan menuliskan syair berikut,
“Tidak demi Allah, tiada pemberi syafaat bagi mereka. Mereka pada hari kiamat berada dalam siksaan yang sangat dahsyat.”
Tangan itu kembali muncul dan menuliskan, “Mereka telah membunuh Husain secara aniaya, keputusan mereka bertentangan dengan hukum Alkitab [al-Quran].”
Melihat kejadian itu, mereka tidak lagi berselera untuk makan. Mereka bergegas tidur saking ketakutan. Tengah malam, seorang pendeta mendengar suara ratapan. Pada saat yang bersamaan, pendeta itu juga mendengar seseorang yang sedang bertasbih. Ia segera bangkit dan mengeluarkan kepalanya di jendela. Tak jauh darinya, terlihat sebuah kotak yang diletakkan di samping dinding. Seberkas cahaya terang memancar di langit lalu secara berkelompok para malaikat turun dan mengucapkan, “Salam sejahtera bagimu wahai putra Rasulullah, salam sejahtera bagimu wahai Aba Abdillah, salawat dan salam Allah bagimu.”
Melihat kejadian itu, pendeta terkejut dan ketakutan bukan main. Ia menunggu dengan sabar hingga datangnya waktu subuh. Setelah tiba waktu subuh, ia keluar dari biara dan bertanya, “Apa isi kotak ini?”
Mereka menjawab, “Kepala Husain bin Ali (as).”
Pendeta itu bertanya lagi, “Siapa nama ibunya?”
Mereka menjawab, “Fatimah Zahra (as) putri Muhammad (saw).”
Pendeta itu berkata, “Celaka kalian atas apa yang telah kalian lakukan!. Sungguh benar apa yang diberitahukan para rahib kami bahwa manakala orang ini terbunuh, langit akan menurunkan hujan darah, dan ini tidak akan terjadi kecuali ia seorang nabi atau washi (penerima wasiat) nabi.
Sekarang aku mohon kepada kalian untuk menyerahkan kepala ini selama satu jam kepadaku. Setelah itu, aku akan kembalikan lagi kepada kalian.”
Mereka berkata, “Kami tidak akan mengeluarkan kepala ini kecuali di hadapan Yazid agar kami mendapat hadiah darinya.”
Pendeta itu bertanya, apa hadiahnya. Mereka menjawab, “Satu kantong uang berisi 10 ribu dirham.”
Pendeta itu menjawab, “Aku akan berikan uang sejumlah itu kepada kalian.”
Kemudian pendeta itu mengambil kantong uang berisi 10 ribu dirham. Setelah mengambil uang itu, mereka menyerahkan kepala suci Imam Husain as kepada pendeta tersebut selama satu jam. Kemudian pendeta itu membawa kepala suci ke tempat ibadahnya, lalu membasuhnya dengan air bunga dan memberinya wewangian. Setelah itu, ia meletakkannya di tempat sujudnya dan ia pun menangis seraya berkata kepada kepala itu,
“Wahai Aba Abdillah, sungguh aku sangat menyesal tidak berada di Karbala hingga dapat mempersembahkan nyawaku untukmu, Wahai Aba Abdillah kapan saja engkau bertemu dengan kakekmu, berilah kesaksian bahwa aku telah mengucapkan syahadat dan masuk Islam di hadapanmu.”
Akhirnya pendeta itu masuk Islam, begitu pula orang-orang yang bersamanya. Lalu pendeta itu mengembalikan kepala suci Imam Husain as.
Setelah kejadian itu, sang pendeta keluar dari tempat ibadahnya dan hidup di pegunungan. Ia menghabiskan hidupnya dengan beribadah dan bersikap zuhud hingga meninggal dunia.
Pasukan Ibnu Ziyad kembali melanjutkan perjalanan hingga tiba di dekat daerah Syam. Saat itu mereka bermaksud membagikan uang yang diterimanya dari pendeta tadi. Namun mereka mendapati semuanya telah berubah menjadi tanah liat yang di satu sisinya tertulis: Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. (QS. Ibrahim: 42) Sementara di sisi lainnya tertulis: Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. (QS. asy-Syu’ara: 227)
Khula berkata, “Sembunyikan dan tutupi ini!”
Lalu ia membaca ayat: Sesungguhnya kita milik Allah dan kepadanya kita akan Kembali. Sungguh rugi dunia akhirat. (Biharul Anwar, juz 45, hal. 185)
Sebagian pihak meriwayatkan, pendera itu berkata kepada kepala suci Imam Husain as, “Hai kepala pemimpin alam semesta, aku menyangka engkau bagian dari orang-orang yang telah Allah gambarkan dalam Taurat dan Injil dan telah diberikan keutamaan takwil oleh-Nya. Karena para pemimpin Bani Adam di dunia dan di akhirat menangisimu. Aku ingin mengenal nama dan sifatmu.”
Kepala suci itu menjawab,
“Akulah orang yang teraniaya
Akulah orang yang bersedih,
Akulah orang yang berduka,
Akulah orang yang dibunuh oleh pedang kezaliman.
Akulah orang yang dizalimi dengan perang melawan orang durhaka.
Akulah orang yang dengan tanpa dosa, hartanya dirampas.
Akulah orang yang dicegah untuk mendapatkan air.
Akulah orang yang diusir dari keluarga dan negerinya.”
Pendeta itu berkata, “Demi Tuhan, wahai kepala suci. Jelaskan tentang dirimu lebih jelas lagi”
Kepala suci itu berkata,
“Akulah putra Muhammad Musthafa
Akulah putra Ali Murtadho
Akulah putra Fatimah Zahra
Akulah putra Khadijah Kubra
Akulah putra ‘Urwatul Wutsqo
Akulah syahid Karbala
Akulah orang yang terbunuh di Karbala
Akulah yang teraniaya di Karbala
Akulah yang kehausan Karbala.”
Ketika menyaksikan hal ini, murid-murid pendeta itu menangis dan mematahkan tiang salib lalu mendatangi Imam Ali Zainal Abidin as dan berikrar memeluk Islam. (Ma’aki as-Sibthain, juz 2, hal. 83)
Abbas Syaikh Rais Kermani, Mega Tragedi