Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Cuplikan Kisah Tawanan Ahlulbait di Kufah

Setelah kesyahidan Imam Husain as, para tawanan Ahlulbait menghabiskan malam kesebelas di Karbala. Selepas zhuhur hari kesebelas, pasukan Umar bin Sa’ad menguburkan semua tentaranya yang mati. Kemudian ia mengumpulkan anggota keluarga Imam Husain as yang mayoritas perempuan itu untuk dibawa ke Kufah.

Jumlah para tawanan masih diperdebatkan. Namun yang pasti, kepala rombongan tawanan itu adalah Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as dan Sayyidah Zainab as. Pelbagai ceramah yang diorasikan kedua insan mulia itu dalam banyak kesempatan, mengakibatkan Yazid luar biasa ketakutan.

Secara umum, nama-nama yang dinyatakan sebagai tawanan Karbala adalah sebagai berikut:

  1. Laki-laki: Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as, Imam Muhammad bin Ali Baqir as, Umar bin Husain bin Ali, Muhammad bin Husain bin Ali, Muhammad bin Amr bin Husain bin Ali, dua orang putra Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas bin Ali, Qasim bin Abdullah bin Ja’far, Qasim bin Muhammad bin Ja’far, Muhammad Asghar bin Aqil, ‘Ukbah bin Sam’an (hamba sahaya Rabab), hamba sahaya Abdurrahman bin Abdu Rabbah Anshari, Muslim bin Rabah (hamba sahaya Imam Ali as), dan Ali bin Utsman Maghribi.
  2. Perempuan: Putri-putri Imam Ali as yaitu, Zainab, Fatimah, Ummu Kultsum (Nafisah atau Zainab Sughra), Ummu Hasan, Khadijah (istri Abdurrahman bin Aqil), dan Ummu Hani (istri Abdullah Akbar bin Aqil). [1] Tiga putri Imam Husain as: Sukainah, Fatimah, dan Ruqayyah. Kemudian, Zainab binti Husain, Rubab (istri Imam Husain as), Ummu Muhammad (Fatimah binti Imam Hasan as), istri Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as yang juga ibunda Imam Muhammad Baqir as, serta Fakihah (ibunda Qarib bin Abdullah bin Ariqath).

Laskar Umar bin Sa’ad sengaja membawa para tawanan melintas dari arah samping tubuh-tubuh para syuhada. Saat itulah para tawanan wanita meratap dan memukuli wajah lantaran kesedihan. Qurrah bin Qais Tamimi berkata, “Banyak hal dapat kulupakan. Namun kata-kata Zainab as, putri Fatimah binti Muhammad as, tak akan pernah kulupakan, ketika ia melintasi tubuh suci saudaranya, Husain as, yang tergeletak di atas tanah. Zainab as berkata,

‘Wahai Muhammad, wahai Muhammad, para malaikat surga bershalawat kepadamu, Ini adalah Husainmu, tergeletak di padang sahara, berlumuran darah, terpotong anggota tubuhnya! Wahai Muhammad, putri-putrimu jadi tawanan, keturunanmu terbunuh tertiup angin.’ … Demi Allah, musuh dan teman dibuatnya menangis.” [Syaikh Mufid, al-Irsyād, jil.2, hal.114; Tārikh Thabari, jil.5, hal.456]

Pasukan Umayah menaikan para tawanan ke atas kendaraan tanpa pelana, Ketika mereka memasuki kota Kufah, para penduduk keluar untuk melihat mereka. Para wanita Kufah menangisi mereka. Salah seorang di antara mereka yang bernama Khadzlam bin Satir berkata, “Di tengah keramaian, aku melihat Ali bin Husain as yang di kedua tangannya diikat ke lehernya.”

Syaikh Mufid dan Syaikh Thusi meriwayatkan dari Jadzlam bin Basyir, yang menuturkan,

“Hari itu bertepatan dengan dibawanya Ali bin Husain beserta para wanita Ahlulbait ke Kufah. Sementara pasukan Ibnu Ziyad mengelilingi mereka. Para penduduk Kufah keluar dari rumahnya untuk menyaksikan mereka. Melihat para wanita Ahlulbait dibawa dengan menaiki unta tanpa penutup, para wanita Kufah itu pun merasa kasihan dan menangisi mereka. Sementara itu, rantai membelenggu lehernya. Kedua tangannya diikat ke lehernya.”

Imam Ali Zainal Abidin Sajjad as memberi isyarat agar orang-orang diam. Kemudian beliau mulai berpidato. Setelah menyampaikan pujian bagi Allah Tuhan yang Maha Esa serta salawat bagi Muhammad saw, Imam Sajjad as berkata, “Wahai manusia, siapa saja yang mengenalku maka ia telah mengenalku. Namun bagi siapa yang belum mengenalku, ketahuilah, akulah Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Akulah putra orang yang tersembelih tanpa dosa di tepi sungai Efrat. Akulah putra orang yang kehormatannya dinodai, hartanya dirampas, dan keluarganya ditawan. Akulah putra orang yang dibunuh dengan sabar. Dan itu sudah cukup menjadi kebanggaan bagiku.” [Syaikh Saduq, Amali, hal. 332]

Syaikh Mufid menuliskan bahwa para tawanan Karbala memasuki Kufah pada hari ke-12.

Para Tawanan di Majelis Ibnu Ziyad

Sayyid Ibnu Thawus menulis,

“Setelah para tawanan dan kepala para syuhada diarak di kota Kufah, Ibnu Ziyad memberikan hidangan kepada khalayak umum. Mereka membawa kepala Imam Husain as dan meletakkan di hadapannya. Mereka juga membawa istri-istri dan anak-anak Imam Husain as. Sayyidah Zainab as dengan menyamar, duduk di salah satu sudut. Lalu wanita-wanita dan para sahaya perempuan duduk mengelilinginya.

Ibnu Ziyad bertanya, “Siapa wanita itu?”

Sayyidah Zainab Kubra as tidak menjawab. Untuk kedua kalinya, Ibnu Ziyad bertanya. Salah seorang sahaya perempuan menjawab, “Inilah Zainab putri Ali dan Fathimah.”

Ibnu Ziyad menoleh ke arah Sayyidah Zainab dan berkata kepadanya, ‘Segala puji bagi Allah yang telah membunuh dan menghinakan kalian. Dia telah menampakkan kebohongan terhadap apa yang kalian katakan.”

Sayidah Zainab as berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan kami dengan Nabi-Nya, Muhammad saw dan menyucikan kami dari segala kesalahan dan dosa. Justru orang fasik yang akan menjadi hina dan orang jahat yang berkata dusta.”

Ibnu Ziyad berkata, “Engkau dapat saksikan, apa yang telah Allah lakukan kepada saudara dan keluargamu?”

Sayyidah Zainab as menjawab, “Aku tidak melihat dari Allah Swt Kecuali keindahan. Mereka orang-orang yang telah Allah tetapkan gugur sebagai syuhada. Karena itu, mereka pergi menuju pembaringan abadinya. Dan sebentar lagi, Allah akan mengumpulkanmu bersama mereka untuk menghakimimu. Kelak engkau akan lihat siapa yang akan menang dalam pengadilan itu. Semoga ibumu berkabung atas kematianmu, hai putra Marjanah.”

Ibnu Ziyad sangat murka dan hampir saja mengambil keputusan untuk membunuh Sayyidah Zainab as. Namun Amr bin Harits berkata, “Tidak ada hukuman bagi apa yang dikatakan seorang wanita.”

Terjadi perdebatan lainnya di antara Sayyidah Zainab as dan Ibnu Ziyad. Kemudian Ibnu Ziyad menoleh ke arah Imam Ali bin Husain as dan bertanya, “Siapa dia?”

Seseorang menjawab, “Ali bin Husain.”

Ibnu Ziyad berkata, “Bukankah Allah telah membunuh Ali bin Husain?”

Imam Ali bin Husain as menjawab, “Aku punya saudara yang juga bernama Ali, dan manusia telah membunuhnya.”

Kemudian Imam Ali Sajjad as membacakan ayat yang berbunyi: Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya. (QS. az-Zumar: 42)

Ibnu Ziyad marah dan berkata, “Engkau masih berani menjawabku? Bawa dia dan penggal lehemya.”

Sayyidah Zainab as langsung memeluk Imam Ali Sajjad as sambil berkata, “Hai Ibnu Ziyad, engkau tidak meninggalkan seorang pun bagiku. Jika engkau ingin membunuhnya, bunuhlah aku bersamanya.”

Imam Sajjad as menatap Ibnu Ziyad seraya berkata, “Hai Ibnu Ziyad, engkau menakutiku dengan kematian? Tidakkah engkau tahu kematian sesuatu yang biasa bagi kami dan mati syahid adalah kebanggaan tertinggi bagi kami?”

Ibnu Ziyad memukulkan tongkat kayunya ke gigi depan Imam Husain as. Di samping Ibnu Ziyad, duduk Zaid bin Arqam, salah seorang sahabat Nabi saw. Ia sudah tua renta. Ketika melihat pemandangan ini, Zaid bin Arqam berkata, “Angkat tongkat kayumu dari kedua bibir itu. Karena, demi Allah Zat Yang tidak ada tuhan selain Dia, aku sering melihat Rasulullah saw menciumi kedua bibir ini.”

Kemudian ia menangis. Ibnu Ziyad berkata, “Semoga Allah membuat matamu menangis. Apakah engkau menangis untuk kemenangan yang telah kita peroleh? Jika tidak, engkau tidak lain seorang tua renta yang telah kehilangan akal. Aku akan penggal lehermu.”

Zaid bin Arqam berdiri dari hadapannya dan pulang ke rumah.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *