Berita
Zainab binti Ali as, Kunci Kemenangan Gerakan Imam Husain
Zainab binti Ali as lahir di kota Madinah pada tangl 5 Jumadil Awal 5 Hijriah. Pada hari itu, sekitar 14 abad yang lalu, rumah Imam Ali bin Abi Thalib as dan Sayyidah Fatimah Zahra as diliputi kebahagiaan luar biasa karena terlahir seorang putri yang kelak akan menjadi srikandi. Ketika Zainab as terlahir ke dunia, Nabi Muhammad saw sedang berada di perjalanan. Sayyidah Fathimah as kemudian meminta suaminya, Imam Ali as, untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menunggu Nabi Muhammad saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.
Sesampainya di Madinah, Rasul saw begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini. Beliau lalu berkata, “Allah Swt memerintahkan agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya.”
Rasulullah saw kemudian menggendong Zainab as dan menciumnya, lalu berkata, “Aku mewasiatkan kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayyidah Khadijah as.”
Sejarah kemudian memberi bukti bahwa Sayyidah Zainab as sama dengan Sayyidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya, ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.
Sayyidah Zainab as adalah sosok perempuan yang dijadikan simbol keberanian dan ketegaran dalam membela kebenaran. Perannya dalam peristiwa Asyura menjadi catatan tersendiri dalam sejarah Islam dan kemanusiaan sepanjang masa. Di tengah puncak kepedihan dan ujian berat, Sayyidah Zainab tetap tegar. Ia dikenal sebagai Aqilah Bani Hasyim karena makrifatnya yang luar biasa. “Aqilah” adalah julukan untuk cendekia perempuan. Di masa kanak-kanak, Sayyidah Zainab mampu menghafal seluruh khutbah monumental Sayyidah Fatimah Zahra as.
Rahasia ketegaran itu adalah keimanan kepada Allah Swt. Apalagi Sayyidah Zainab as lahir di tengah keluarga suci. Pendidikan suci yang didapatkan dari kakeknya, Rasulullah Saw, ayahnya, Imam Ali as, dan ibunya, Sayyidah Fatimah Zahra as menjadikan Sayyidah Zainab as sebagai sosok pemberani dan tegar, yang namanya selalu dikenang sepanjang sejarah. Ketegarannya tak pernah surut dalam kondisi apapun.
Kedudukan mulia Sayyidah Zainab as hanya dapat diraih melalui makrifat yang mendalam kepada Allah Swt. Beliau adalah murid ayahnya, Imam Ali as. Jika seseorang berkeyakinan bahwa Allah Swt itu Maha Agung, niscaya segala sesuatu selainnya adalah kecil. Pandangan ketuhanan seperti inilah yang dimilikinya hingga menyebabkannya tidak ada yang lebih besar dari keagungan Ilahi.
Ketika Sayyidah Zainab as mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jafar, saudara sepupunya. Abdullah dikenal sebagai saudagar kaya Arab. Zainab as dalam pernikahannya dengan Abdullah yang kaya raya, mensyaratkan satu hal jika ingin menikahinya, yaitu mengizinkannya untuk tetap bisa mendampingi Imam Husain as di seluruh perjalanannya. Karena persyaratan ini, Zainab as berada di samping Imam Husain as saat terjadi peristiwa Asyura. Beliau pun menjadi pembela dan penyambung misi Imam Husain as di Karbala. Tanpa perannya, misi Karbala sulit tersampaikan kepada umat saat itu. Bahkan kunci kemenangan gerakan Imam Husain as terletak pada Sayyidah Zainab as.
Sayyidah Zainab as mampu menyampaikan pesan-pesan gerakan Imam Husain as dengan bahasa lugas dan jelas. Dengan berbagai statemennya, Sayidah Zainab mampu menciptakan revolusi di Kufah dan Syam. Kecerdasan dan kepiawaian Sayyidah Zainab as merupakan faktor keberhasilan misi dan visinya dalam melanjutkan perjuangan Imam Husain as.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Sayyidah Zainab as mendapat makrifat dan ilmu langsung dari Allah Swt. Imam Ali Zainal Abidin as dalam satu perkataannya kepada Sayyidah Zainab as, mengatakan, “Wahai saudari ayahku, engkau adalah sosok alim tanpa pernah belajar dari seorang guru. Engkau telah memiliki pemahaman hakikat.”
Pasca tragedi Karbala, Ibnu Ziyad, penguasa Kufah saat itu, berkata kepada Sayidah Zainab, “Apa yang engkau saksikan dari perilaku Tuhan kepada saudaramu, Husain?” Sayyidah Zainab as menjawab, “Aku hanya menyaksikan keindahan semata.” Kemudian Sayyidah Zainab as mengatakan, “Mereka (para syuhada Karbala) adalah manusia-manusia yang Allah Swt mencatat mereka sebagai orang-orang yang gugur syahid. Mereka sekarang ini telah pergi ke tempat yang hakiki.”
Gerakan Sayyidah Zainab as mencerminkan tekad besar untuk menghidupkan kembali nilai-nilai mulia Islam yang terlupakan dan posisi keluarga Rasulullah saw.
Rombongan keluarga Rasulullah saw terus digiring oleh pasukan musuh Allah Swt di jalan-jalan Kufah, kota yang pernah berada di bawah pimpinan ayahnya, Ali bin Abi Thalib as. Menggiring rombongan Zainab as di kota Kufah kian mempercepat tercapainya target gerakan pencerahan Sayyidah Zainab as.
Dalam keadaan dirantai tentara Yazid, Zainab as memanfaatkan kehadiran masyarakat yang membludak di sepanjang jalan untuk menontonnya. Ia terus bersuara dengan lantang tentang Islam yang hakiki dan posisi Ahlulbait sehingga semua pihak dapat mendengarkan kebenaran yang dibawa kakaknya, Imam Husain as. Hingga tak ada alasan lagi bagi umat saat itu untuk bersikap diam dalam menghadapi kebatilan dan arogansi para penguasa.
Sayyidah Zainab as dengan pidatonya berupaya menyampaikan pencerahan kepada masyarakat yang tidak tahu. Melalui pencerahan Sayyidah Zainab as, masyarakat yang jahil atau tidak tahu akan menyadari posisi mulia keluarga Rasulullah saw. Kondisi saat itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah menyimpang jauh dari garis yang ditetapkan Rasulullah saw.
Peran Sayyidah Zainab as merupakan manifestasi utuh amar makruf dan nahi munkar. Ketika berhadapan dengan penguasa lalim saat itu, Yazid bin Muawiyah, Sayyidah dengan lantang mengatakan, “Wahai Yazid, kekuasaan dan dinasti telah menghilangkan kemanusiaanmu. Engkau adalah penghuni neraka. Laknat atasmu!!! Engkau telah memerangi ajaran Rasulullah saw. Ketahuilah, meski sudah mengerahkan semua upayamu, tapi agama tak akan sirna dan akan kekal. Namun engkau akan hancur dan sirna.”
Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Bagi Sayyidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah. Demikianlah setelah peristiwa Asyura, Sayyidah Zainab as berkata kepada orang-orang zalim, “Aku tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan.” (Wikishia/parstoday)