Berita
Klarifikasi seputar Pengetahuan Imam Husain as akan Kematiaanya
Imam Husain as menurut Mazhab Syiah adalah seorang pemimpin yang wajib ditaati. Ia adalah termasuk dari para wasi nabi yang memiliki hak untuk dipatuhi. Dan ilmu para imam mengenai segala sesuatu dan setiap kejadian, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil Aqliyah atau Naqliyah. Ada dua macam dan didapatkan melalui dua jalan yang akan dijelaskan di bawah ini.
Imam as dengan izin Allah, dalam situasi dan kondisi apapun memiliki pengetahuan yang pasti akan segala kejadian dan peristiwa; baik yang dapat dijangkau dengan panca indra maupun yang tidak, seperti kejadian-kejadian langit dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Dalil pendapat ini adalah hadis dan riwayat-riwayat yang tercantum dalam kitab-kitab hadis seperti: Alkafi, Bashair, kitab-kitab Syaikh Shaduq, Biharul Anwar, dan lain sebagainya.
Menurut hadis dan riwayat-riwayat ini, para imam as memiliki banyak pengetahuan yang didapat dari pemberian dan ilham Ilahi; bukan dari usaha mereka sendiri dan tidak didapatkan dengan sendirinya. Dan apa saja yang ingin mereka ketahui, dengan izin Tuhan, mereka dapat mengetahuinya dengan jelas dan pasti.
Memang dalam ayat-ayat al-Quran kita sering membaca bahwasannya ilmu ghaib adalah ilmu yang hanya dimiliki oleh Tuhan dan tidak dimiliki oleh selain-Nya. Tapi ada beberapa ayat yang menjelaskan kandungan ayat-ayat lainnya. Seperti ayat yang berbunyi:
“Maha mengetahui akan hal yang ghaib. Dan Ia tidak memberitahukan hal yang ghaib kepada selain-Nya, melainkan kepada orang-orang yang diridhai-Nya dari para rasul…” [QS. Al-Jinn: 26 – 27]
Ayat ini menjelasan kepada kita bahwa memang benar hanya Tuhan yang memiliki ilmu ghaib secara mutlak dan selain-Nya tidak memiliki ilmu seperti ini. Tapi mungkin saja para utusan Tuhan dapat memilikinya dengan cara diberitahukan oleh Tuhan. Mungkin saja orang-orang saleh yang lain juga dapat mengetahuinya dengan cara diberitahukan oleh para utusan Tuhan. Sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai riwayat bahwa nabi dan begitu pula setiap imam selalu menurunkan ilmu ghaib keimamannya kepada orang yang akan menjadi imam setelahnya di saat ajalnya hampir tiba.
Dengan menggunakan akal murni kita dapat menetapkan bahwa para imam suci memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan merupakan manusia tersempurna di zamannya masing-masing. Mereka adalah manifestasi seluruh asma dan sifat Tuhan yang mampu memahami segala apa yang ada di alam semesta dan mengetahui semua peristiwa yang terjadi. Setiap kali mereka melihat sesuatu, secepat kilat mereka dapat memahami seluruh hakikat dan kenyataannya.
Yang perlu ditekankan dalam pembahasan ini adalah, ilmu ghaib yang merupakan pemberian Tuhan dan dimiliki oleh sebagian hamba-hamba-Nya, sebagaimana yang telah ditetapkan dengan dalil-dalil Aqli dan Naqli, merupakan ilmu yang tidak mungkin salah dan berlainan dengan kenyataan sebenarnya. Dengan kata lain, ilmu-ilmu seperti ini adalah pengetahuan terhadap hal-hal yang tercatat dalam Lauhul Mahfudz dan yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan yang maha kuasa.
Dengan keterangan ini dapat menjadi jelas bahwa kita tidak boleh melihat gerak-gerik imam Husain as secara dhahir saja dan kita tidak boleh menjadikannya sebagai alasan bahwa beliau tidak memiliki ilmu ghaib alias bodoh akan kejadian yang akan menimpa dirinya yang mana akan menimbulkan berbagai pertanyaan seperti:
- Jika Imam Husain As memiliki ilmu ghaib, lalu mengapa ia mengirim Muslim sebagai wakilnya ke Kufah?
- Mengapa ia menulis surat kepada penduduk Kufah melalui Shaidawi?
- Mengapa ia sendiri pergi dari Makkah menuju Kufah?
- Mengapa ia melemparkan dirinya sendiri kedalam kebinasaan padahal Allah Swt telah berfirman: “…dan janganlah kalian lempar diri kalian kedalam kebinAsaan…”? Mengapa?
Rasulullah saw dan begitu juga Imam As adalah manusia sebagaimana manusia biasa yang lain. Segala perbuatan yang mereka lakukan telah mereka lakukan atas dasar kehendak dan pengetahuan biasa sebagaimana orang-orang lain melakukan pekerjaan mereka. Imam as juga seperti orang lain; ia menentukan bahaya dan keuntungan dengan tolok ukur pengetahuan biasa dan setiap perbuatan yang menurutnya layak untuk dilakukan, ia pun melakukannya dan dengan segala upaya dan usaha menjalankan tugasnya. Jika situasi dan kondisi memang mengizinkan, ia dapat mencapai tujuanya; dan jika tidak, ia tidak akan berhasil menggapai apa yang diinginkannya. (Adapun Tuhan terkadang mengilhamkan berbagai ilmu ghaib kepadanya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, ilmu dan pengetahuan tersebut tidak berpengaruh dengan amal perbuatan Ikhtiari yang ia lakukan).
Imam as juga seperti orang-orang yang lain; ia adalah hamba Tuhan dan memiliki tugas serta kewajiban tertentu yang harus dijalankan. Dalam kedudukannya sebagai seorang imam dan pemimpin umat, ia berkewajiban untuk menghakimi dan menghukumi segalanya dengan tolak ukur yang dapat dipahami oleh masyarakat awam dan sampai kapan pun ia ditugaskan untuk meghidupkan kebenaran dan ajaran-ajaran Tuhan serta menjaganya. Dengan memperhatikan kondisi di waktu itu, kita dapat sedikit memahami mengapa imam as harus pergi ke sana.
Garis perjalanan sejarah tergelap dan tersuram yang dilewati oleh keluarga suci kenabian adalah masa dua puluh tahun pemerintahan Mu’awiyah. Setelah bersusah-payah Muawiyah merebut kekhilafahan dengan segala macam tipu muslihatnya, akhirnya ia berhasil menduduki kursi kekhilafahan. Dalam kepemimpinannya, ia selalu berusaha untuk memperkuat kekuasaannya dan menindas keturunan Rasulullah saw. Tak hanya ia ingin menindas keturunan Rasulullah saw saja; ia juga berusaha untuk menghapus nama mereka dari lidah-lidah masyarakat. Ia berusaha sekuat tenaga untuk membuat masyarakat lupa akan mereka.
Ia memanfaatkan beberapa sahabat yang dipercaya masyarakat untuk membuat hadis-hadis palsu yang sekiranya akan menguntungkannya dan merugikan Ahlulbait as. Dan bagaikan sebuah sunah agama, ia mewajibkan setiap orang yang berpidato di atas mimbar-mimbar tanah Islam untuk selalu mencela dan melaknat imam Ali as.
Ia selalu memerintahkan semua anak buah dan kaki tangannya seperti: Ziyad bin Abih, Samrah bin Jundab, Busr bin Urtah, dan orang-orang yang lain untuk menghabisi siapapun yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Ahlulbait as. Ia melakukan segala kekejiannya dengan segala macam cara mulai dari ancaman, siksaan sampai pembunuhan.
Dalam situasi seperti ini, wajar jika masyarakat enggan untuk menyebut nama imam Ali as dan keluarganya. Dan dengan demikian, siapapun yang memiliki hubungan dengan Ahlulbait as, secara tiba-tiba memotong hubungannya karena takut nyawanya terancam atau harta bendanya dirampas.
Sejarah telah mencatat bahwa masa kepemimpinan Imam Husain sebagai seorang imam adalah sepuluh tahun. Dan selama ia menjadi seorang imam, kecuali beberapa tahun sebelum ajalnya tiba, ia hidup sezaman dengan Muawiyah. Selama masa kepemimpinannya sebagai seorang imam yang bertugas untuk menjelaskan hukum dan ajaran-ajaran Islam, tak satupun hadis yang telah diriwayatkan darinya. Dengan demikian kita dapat memahami bahwa pada waktu itu pintu rumah Ahlulbait telah tertutup dan tidak ada lalu lalang orang yang mendatangi rumah mereka.
Tekanan dan kondisi kurang mendukung yang telah menyelimuti lingkungan Islam di masa pemerintahan imam Hasan as sebagai imam tidak mengizinkan beliau untuk melanjutkan peperangan melawan Muawiyah. Karena:
Pertama, Muawiyah telah meminta baiat darinya dan dengan adanya baiat, tak seorangpun yang menyertainya.
Kedua, Muawiyah telah menyebut-nyebut dirinya sebagai seorang sahabat terdekat Nabi Muhammad saw dan salah satu penulis wahyu serta orang yang dipercaya oleh tiga khulafau Arrasyidin semasa mereka hidup. Ia menjadikan sebutan Khal Al-Mukminin sebagai lakab suci bagi dirinya.
Ketiga, dengan tipu dayanya, ia mampu memerintahkan kaki tangannya untuk membunuh imam Hasan as kemudian ia pura-pura bangkit mencari pembunuh dan berlaga seperti orang yang ingin membalas dendam atas terbunuhnya imam Hasan as lalu berpura-pura mengucapkan rasa bela sungkawa kepada keluarganya.
Muawiyah telah berbuat sesuatu yang oleh karenanya Imam Hasan sampai-sampai tidak dapat merasakan ketenangan sedikitpun meski di dalam rumah sendiri. Dan ketika ia ingin meminta baiat dari masyarakat untuk anaknya, Yazid, ia membunuh imam Hasan as melalui racun yang diberikan oleh istri Imam Hasan as sendiri kepadanya.
Hanya Imam Husain yang setelah kematian Muawiyah bangkit untuk menentang Yazid. Ia mengorbankan diri sendiri, para sahabat, dan keluarga sampai anak-anaknya di jalan ini. Ia sendiri juga tidak mampu melakukan hal ini di masa kehidupan Muawiyah karena akibat tipu daya yang dilakukan Muawiyah maka seolah kebenaran berada di pihak Muawiyah dan sekutunya.
Inilah penjelasan secara singkat mengenai situasi dan kondisi dunia Islam yang telah diwujudkan oleh Muawiyah. Ia telah menutup rapat pintu rumah Nabi Muhammad Saw. Dan ia juga telah melumpuhkan Ahlulbait Nabi as sehingga mereka tak kuasa untuk berbuat apa-apa.
Ketika Yazid berkuasa, ia tak lagi menutupi-nutupi kebrobokan dirinya, secara terang-terangan dan bangga ia telah melanggar syariat agama. Dalam kondisi seperti ini, suatu sikap yang sangat membahayakan keberadaan Islam dan Muslimin, maka membai’at Yazid dan menganggapnya sebagai seorang khalifah yang diridhai nabi dan harus ditaati adalah kebatilan
Maka satu-satunya sikap yang harus ditunjukkan oleh imam Husain As adalah menolak untuk membaiat Yazid. Karena jika beliau bersedia membaiatnya, sudah barang tentu bahwa masa depan agama Islam akan hancur. Dengan demikian, tugas Imam Husain As adalah melawan Yazid dan Tuhan pun menuntut dilakukannya hal ini oleh imam Husain as.
Dari sisi yang lain, ia mengetahui bahwa jika ia tidak membaiat Yazid, maka ia harus terbunuh. Dengan demikian, hanya ada dua pilihan baginya; membaiat Yazid atau menyerahkan kepalanya. Ia tidak mungkin membaiat Yazid; dengan demikian kesyahidan imam Husain as tidak dapat dihindari lagi. Demi kebaikan agama dan kaum Muslimin, imam Husain tidak membaiat Yazid meski harus kehilangan nyawanya. Dengan besar hati ia lebih mendahulukan kematian daripada kehidupannya. Dan inilah makna riwayat-riwayat yang mana disebutkan di dalamnya bahwa ketika beliau bermimpi melihat Rasulullah Saw, Rasulullah Saw berkata kepadanya, “Tuhan ingin melihatmu terbunuh.” Beliau sendiri juga sering berkata kepada orang-orang yang berusaha mencegahnya untuk pergi ke Kufah, “Tuhan ingin melihatku terbunuh.
Muhammad Hussain Thabathabai
Qom, Rabiul Awal 1391 H.
Dikutip dari buku Islam, Dunia dan Manusia