Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kisah Haru Gugurnya Syahid Besar, Ali Akbar

Ali Akbar, putra Imam Husain bin Ali as. Ibunya bernama Laila. Postur tubuhnya lebih besar dari sang kakak, Ali Zainal Abidin as.  Karena itu, beliau digelari Ali Akbar (Ali yang berbadan besar). Ali Akbar dibesarkan oleh sosok ayah yang menjadi cucu kesayangan Rasul saw dan seorang ibu yang berakhlak mulia. Beliau meneguk keimanan dan menyerap ilmu dan makrifat dari ayahandanya. Maka tumbuhlah ia menjadi seorang pemuda saleh pemberani, cinta perjuangan dan berani berkorban, tidak sedikit pun kelemahan terpancar dari jiwanya.

Ia seorang pemuda yang tangkas. Para ahli sejarah menganggapnya sebagai Pemuda Bani Hasyim yang mahir mengendarai kuda. Semenjak kecil, sudah tampak keistimewaan Ali Akbar; sangat cermat dan berpandangan luas. Sifat-sifat inilah yang sangat dikenal musuh-musuhnya. Apabila para pejuang Karbala kita bariskan, akan kita dapati Ali Akbar berada di baris terdepan. Begitu pula dalam kecerdikan, keberanian, dan perjuangannya, Ali Akbar selalu tampil terdepan.

Ali Akbar mendampingi ayahanda dan saudaranya, beserta pasukan yang menyertainya bergerak menuju medan pertempuran. Mereka menyadari bahwa berbagai rintangan sudah siap menghadang. Namun, tanpa gentar sedikit pun, mereka terus bergerak sambil mengibarkan panji-panji perlawanan kaum tertindas. Jumlah musuh yang begitu banyak tidak membuatnya gentar, Itulah sifat dan akhlak yang memang sesuai dengan kedudukannya. Bagaimana tidak, Ali Akbar adalah putra Imam Husain as, pemuka para syuhada, cucu suci kesayangan Rasul saw.

Ketika di tengah perjalanan mendapatkan berita tentang syahidnya Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah, Imam Husain as memahami bahwa penduduk kufah telah mengingkari janji setianya, Imam lalu menyampaikan berita ini kepada para pengikutnya. Setelah tahu apa yang telah terjadi, sebagian pengikutnya yang mempunyai iman dan jiwa lemah serta merta berlarian meninggalkan Imam Husain as. Hanya sebagian kecil sahabatnya yang masih setia menyertai.

Baca juga Ali Akbar bin Husain, Syahid Pertama dari Bani Hasyim

Kejadian ini disaksikan sendiri oleh Ali Akbar. Sungguh kecewa hatinya melihat orang-orang yang menyia-nyiakan kesempatan emas untuk meraih syahadah itu. Namun hal itu tidak melemahkan jiwanya sedikit pun. Ketegarannya bertambah manakala menyaksikan keimanan dan kesabaran yang dimiliki saudara-saudaranya yang dengan tulus menyertai perjuangan ayahnya.

Ketika tentara Umawi yang dipimpin Alhur bersiap menyongsong kedatangan mereka, Ali Akbar dengan gagah berdiri di antara ayahnya dan pasukan Alhur. Ia melayangkan pandangannya ke arah pasukan musuh yang menghadangnya. Di bawah komando ayahnya, Ali Akbar menggerakkan para pejuang Karbala.

Allah Swt berfirman: Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Tuhannya, maka kami menambah petunjuk kepada mereka. (QS. al-Kahfi: 13)

Hari pertempuran dimulai. Cahaya fajar hari Asyura menyinari para pejuang Islam yang sudah siap tempur melawan pasukan Umawi. Motif perjuangan mereka hanya satu; berjuang di nalan Allah Swt. Mereka siap menghadapi pasukan musuh yang dipimpin Umar bin Saad.  Darah mereka siap dicurahkan untuk membela kebenaran. Pertempuran hebat sudah dimulai. Para sahabat Imam Husain as mulai berguguran. Dalam keadaan seperti ini, dengan sabar Imam Husain as masih menyeru musuh-musuhnya agar kembali pada kebenaran dan keadilan. Namun akibat kehidupan mereka sudah diliputi cinta dunia, tak sedikit pun mereka terdorong untuk taat kepada Allah Swt dan beramal untuk meraih ridha-Nya.

Ketika pasukan musuh menyerang para pengikut Imam Husain as, Ali Akbarlah yang pertama kali menyambut serangan mereka. Jumlah musuh yang begitu banyak dengan persenjataan lengkap tidak sedikit pun menggetarkan nyali Ali Akbar. Setelah pertempuran yang sangat hebat itu berlalu, sebagian besar pembela Imam as yang berguguran, jasad-jasad mereka dipeluk mesra oleh tanah Karbala yang sudah basah tersiram darah-darah suci mereka. Saat itu, di sekeliling Imam Husain as yang tersisa hanya tinggal anggota keluarganya saja.

Dengan penuh hormat, Ali Akbar meminta izin ayahnya untuk terjun ke medan pertempuran. Dengan penuh haru dan air mata mengalir, Imam as mengizinkan putranya ikut bertempur. Imam memperhatikan putranya lalu menengadah ke langit sambil berucap lirih,

“Ya Allah, saksikanlah orang-orang ini, di antara mereka ada seorang pemuda yang perawakan, perilaku, dan cara bicaranya paling menyerupai Rasulullah saw. Apabila kami rindu pada nabi-Mu, kami akan pandangi wajahnya. Ya Allah, jangan Kau berikan keberkahan bumi ini kepada musuh-musuhnya, Cerai beraikan mereka, koyakkan dada-dada mereka, jangan Kau ridhai kekuasaan mereka selama-lamanya. Kami telah menyeru dan mengajak mereka pada kebenaran, namun mereka malah memusuhi dan memerangi kami.”

Di hadapan musuh-musuhnya, Ali Akbar mengumandangkan sebait syair:

Aku Ali bin Husain bin Ali
Kami Ahlulbait yang dimuliakan Nabi
Akan kutikam kalian dengan lembingku ini, hingga kalian terlempar mati
Akan kutebas kalian dengan pedangku ini, demi melindungi Ayahku, Ali
Dengan satu tebasan pedang pemuda Hasyimi
Demi Allah, diatur anak Ziyad, aku tak sudi….

Pertempuran yang begitu hebat telah membuat sejumlah pejuang yang gugur makin bertambah, Ali Akbar yang tubuhnya sudah penuh dengan luka, kembali menghadap ayahnya sambil berkata,

“Ayah, rasa haus telah membuatku lelah, berat tubuh ini telah menguras tenagaku, Adakah air yang bisa kuteguk?”

Imam Husain as menangis melihat penderitaan putra kinasihnya. Kemudian, beliau berkata,

“Oh anakku, kembalilah ke medan tempur. Aku berharap sebelum masuk sore ini, kakekmu (Nabi saw) akan memberimu minum dari gelas yang bening yang tidak akan membuatmu haus selama-lamanya.”

Kalimat-kalimat yang meluncur dari ayahnya membuat hati Ali Akbar bagai disirami tetesan air yang menyejukkan. Ia pun kembali ke medan tempur dengan gagah berani. Orang-orang yang hendak membunuhnya takut berhadapan dengan Ali Akbar karena dirinya akan sangat menyerupai Rasulullah saw.

Umar bin Saad memerintahkan anak buahnya mengepung Ali Akbar setelah ia sendiri merasa tidak mampu menaklukkannya. Munqidz bin Murah dari kabilah Abdul Qais secara tiba-tiba membokong Ali Akbar, lalu menebas punggungnya, Ali Akbar tampak terkulai di atas leher kudanya. Melihat itu, musuh-musuh yang sejak tadi mengepungnya serta-merta menebaskan pedang-pedangnya. Saat ruhnya akan meninggalkan jasad, Ali Akbar  berteriak kegirangan,

“Wahai ayah, kakek (Nabi saw) memberiku minum dari gelasnya yang bening. Beliau memberiku minuman yang tidak akan membuatku haus selama-lamanya; kakek berkata kepadaku, ‘Segeralah, segeralah!'”

Dengan garang, Imam Husain as mencerai-beraikan pasukan musuh yang sedang mengoyak-oyak jasad putranya. Beliau mengangkat kepala putranya itu, kemudian meletakan di pangkuannya. Beliau membersihkan darah dan tanah yang melumuri wajahnya dengan lembut. Dalam tangisnya, Imam Husain as berteriak,

“Semoga Allah membinasakan orang-orang yang telah membunuhmu. Netapa durhakanya mereka kepada Allah dan rasul-Nya.”

Imam Husain as lalu memerintahkan para pemuda Bani Hasyim untuk membawa jenazah putranya ke dalam kemah. Tatkala melihat keponakannya terbunuh, Zainab bin Ali as keluar dari kemahnya sambil berteriak,

“Duhai kekasihku, duhai mata hatiku, duhai cahaya mataku, putra saudaraku.”

Kemudian Zainab as memjatuhkan tubuhnya ke atas jenasah suci Ali Akbar, hingga air matanya membasahi wajah keponakan kinasihnya itu.

Musa Sadr, Syuhada Padang Karbala

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *