Perempuan
Di Era Kenormalan Baru, Muslimah ABI Fokus Keluarga
Ketua Muslimah AhlulBait Indonesia (ABI) Endang Sri Rahayu mengatakan pentingnya penguatan keluarga, khususnya dalam menghadapi Era Kenormalan baru sebagai dampak wabah covid-19. Karena itu, lanjutnya, Muslimah ABI fokus pada keluarga.
Muslimah ABI sendiri merupakan organisasi perempuan yang menitikberatkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. “Penguatan keluarga salah satu prioritas organisasi kami,” katanya saat memberikan sambutan pada diskusi online “Peringatan Hari Keluarga Nasional 2020” dengan tema “Penguatan Keluarga Indonesia Menghadapi Era Kenormalan Baru” (Jumat, 17 Juli).
Aktivis perempuan itu melanjutkan bahwa keluarga merupakan unit utama yang menjadi sumber kesejahteraan. Karenanya, keluarga harus ditata agar kokoh menghadapi setiap kondisi. Salah satu upaya untuk membantu keluarga dan masyarakat, organisasi yang dipimpinnya membentuk unit konsultasi keluarga.
“Kami berharap dapat membantu menyelesaikan atau setidaknya mengurangi masalah yang ada dalam keluarga,” katanya.
Pembicara lain dalam diskusi yang diikuti lebih dari 150 orang dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Papua itu, yaitu Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan pemberdayaan keluarga BKKBN, M. Yani mengatakan, di masa pandemi ini, peran ayah dan ibu sangat dibutuhkan untuk memperkuat keluarga. Namun, kondisi keluarga di Indonesia saat ini, ujarnya, belum menggembirakan. Sebab, angka kematian ibu dan bayi masih cukup tinggi. Maka dari itu, BKKBN meluncurkan program “Kembali ke meja makan”. Proram ini mengajak orangtua untuk meluangkan waktu bersama keluarganya.
“Sehingga peran ayah, ibu dapat teraktualisasi dalam waktu bersama itu,” katanya.
Apalagi di masa pandemi ini, manakala orangtua bekerja dari rumah dan anak-anak sekolah secara online. Semua itu memberi kesempatan bagi orangtua untuk berkumpul bersama keluarga dan mengawasi anak-anak dari menggunakan gadget secara tidak bijak.
“Peran ayah dan ibu sangat dibutuhkan untuk memperkuat keluarga,” katanya. “Keluarga itu wahana sangat penting”.
Pembicara lainnya, Sekjen Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Titien Pamudji mengatakan, ada sejumlah peran perempuan dalam menciptakan keluarga yang kuat. Pertama, sebagai individu. Kedua, sebagai istri (ranah domestik). Ketiga, sebagai ibu (pengasuh, pendidik). Dan keempat, sebagai pekerja (ranah publik).
“Keluarga yang kuat mampu mengoptimalkan setiap potensi anggotanya,” katanya. “Keluarga sebagai agent of change”.
Titien lalu mengajak semua pihak membangun keluarga yang kuat dan berkarakter, sebagai landasan dalam membangun masyarakat Indonesia berkelanjutan.
Pembicara selanjutnya yang juga mewakili Muslimah ABI, Euis Daryati, menegaskan, dibutuhkan keahlian dan kreativitas untuk membangun kesejahteraan keluarga. Apalagi di masa ini, katanya, kondisi ekonomi global mengalami keterpurukan yang amat berpengaruh pada kekuatan keluarga.
“Anggota keluarga memiliki life skill yang membuatnya mandiri secara ekonomi. Jika pun mengalami keterpurukan, dengan mudah akan bangkit dan menata hidupnya kembali,” katanya.
Euis menambahkan bahwa, perubahan dari era normal ke era pandemi lalu ke era lenormalan baru akan dapat dilalui dengan mudah oleh bangsa dan keluarga yang memiliki IQ (keahlian), EQ (empati dan mampu mengelola emosi), dan SQ (berdoa keapda Allah Swt dan melihat segala sesuatu dari kacamata nilai dan makna).
Maka, lannutnya, era pandemi dan era baru pun akan menjadi tantangan, dan masalah menjadi peluang dan berkah.
Kita memang menghadapi pandemi hingga kenormalan baru, yang semua itu merupakan suatu kesulitan. Namun, kita harus ingat firman Allah Swt, “Bersama kesulitan itu ada kemudahan.” Karenanya, kita harus yakin, di balik kesulitan saat ini, akan ada kemudahan, peluang-peluang.
“Maka karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS al-Insyirah: 5-6)