Ikuti Kami Di Medsos

Akhlak

Imam Khomeini: Telaah Hadis Ujub [Bag. 1]

Diriwayatkam dari Muhammad bin Yaqub (Kulaini), dari Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Ali bin Asbath, dari Ahmad bin Umar al-Halal, dari Ali bin Suwayd yang berkata kepada Abul Hasan as tentang ujub yang merusak sifat perbuatan manusia. Imam berkata, “Ada beberapa tingkat ujub, salah satunya adalah, ketika sifat buruk seseorang yang tampak baik baginya. Ia menganggapnya baik dari memuji dirinya, membayangkan bahwa ia telah melakukan perbuatan-perbuatan baik. Tingkat ujub yang lain tampak pada manusia yang beriman kepada Allah dan ia berpikir telah menguntungkan Allah sehingga mengungkit-ungkit kebaikannya di hadapan Allah, padahal Allah lah yang berbuat baik kepadanya [dengan memberinya keimanan itu].”

Dalam pandangan para ulama –semoga Allah meridhoi mereka– ujub merupakan tindakan mengagung-agungkan dan membesar-besarkan suatu perbuatan baik, perasaan puas dan senang dengannya, tersipu [seperti perasaan orang dirayu], dan terkesima dengan perbuatan baiknya serta merasa dirinya terbebas dari seluruh kekurangan dalam perbuatan itu. Namun, merasakan kenikmatan dan kesenangan ketika melakukan perbuatan baik yang disertai rasa rendah hati dan syukur kepada Allah atas taufik-Nya dalam keberhasilannya berbuat kebaikan serta memohon kepada-Nya untuk menambah tauhid baginya di waktu mendatang, bukan termasuk ujub, melainkan merupakan sifat terpuji.

Ahli hadis besar, Allamah Majlisi–semoga Allah mengharumkan kuburnya–mengutip dari alim dan pemikir besar Syaikh Bahauddin Amili yang berkata,

“Tiada keraguan bahwa ketika seseorang melakukan perbuatan baik seperti berpuasa dan salat di malam hari, ia akan merasakan semacam kenikmatan dan kesenangan. Kenikmatan dan kesenangan itu bukanlah ujub jika timbul dari perasaan bahwa Allah yang Mahakuasa telah melimpahkan pemberian dan nikmat kepadanya berupa dorongan untuk melakukan perbuatan baik sementara ia merasa kuatir akan kekurangan dalam perbuatannya, cemas akan hilangnya nikmat itu, dan memohon kepada Allah untuk terus memberikan tambahan nikmat. Namun, jika kesenangan itu disebabkan keyakinannya bahwa perbuatan itu sudah menjadi sifatnya dan dirinyalah pelaku perbuatan itu, lalu mengagung-agungkan dan menyukainya, memandang dirinya bebas dari seluruh kekurangan sehingga merasa seolah-olah telah memberi kebaikan pada Allah Swt dengan perbuatan itu, maka semua itu berubah menjadi ujub.

Baca pembahasan sebelumnya Imam Khomeini: Telaah Hadis Riya

Dalam pandangan kami yang tak berdaya ini, definisi ujub di atas cukup tepat. Namun, perbuatan yang disebut dalam kutipan di atas harus dipandang meliputi perbuatan lahiriah maupun batiniah, dalam bentuk luar maupun dalam hati serta mencakup perbuatan baik maupun buruk. Sebab, selain mempengaruhi perbuatan lahiriah, ujub juga mempengaruhi perbuatan batiniah [mental dan spiritual] seseorang serta merusaknya. Seperti halnya orang baik yang dapat berujub dengan kebaikannya, demikian pula pelaku perbuatan buruk dapat mengagumi keburukannya. Hadis di atas secara eksplisit menyebutkan keduanya, karena sebagian besar orang sering melupakan bahwa ujub mencakup kebaikan dan keburukan. Kita akan mendiskusikan masalah ini dalam pembahasan selanjutnya. Kesenangan yang bebas dari ujub dan dikatakan sebagai sifat terpuji itu juga ada banyak jenisnya, sebagaimana akan diterangkan dalam pembahasan selanjutnya.

Seperti disebutkan dalam hadis di atas, ujub memiliki beberapa derajat sebagai berikut; derajat pertama, ujub dengan keimanan terhadap ajaran-ajaran yang benar, lawannya adalah ujub dengan kekufuran, kemusyrikan, dan kepercayaan-kepercayaan keliru. Derajat kedua, ujub dengan sifat-sifat baik, lawannya adalah ujub dengan sifat-sifat buruk. Derajat ketiga, ujub dengan perbuatan-perbuatan baik, lawannya adalah wujud dengan perbuatan-perbuatan jahat.

Selain itu, masih ada beberapa derajat ujub lain yang tidak begitu penting dalam konteks ini. Dengan pertolongan Allah Swt, kita akan membahas ketiga derajat ujub tersebut, berikut penyebab dan cara penyembuhannya dalam beberapa pasal.

(Bersambung)

Imam Khomeini, “40 Hadis: Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Riya”

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *