Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Pertanyaan Seputar Masalah Tauhid: Melihat Allah Swt

Makmun al-Abbasi pernah bertanya kepada Imam Ali Ridha as tentang firman Allah: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.” Tuhan berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.”

Bagaimana mungkin Musa as, seorang nabi, yang mengetahui mustahilnya melihat Allah Swt meminta pada-Nya agar dapat melihat-Nya?

Kemudian, apa jawaban Imam?

Dalam kitab Uyun al-Akhbar ar-Ridha, disebutkan jawaban Imam Ridha as atas masalah-masalah yang diajukan Makmun. Beliau as berkata, “Sesungguhnya [maksud] kalam Allah [itu], Musa bin Imran as tahu bahwa Allah ta’ala suci dari kemungkinan dapat dilihat dengan mata. Akan tetapi, ketika Allah Azza wa Jalla berbicara kepadanya dan menyelamatkannya, beliau kembali kepada kaumnya dan memberitakan bahwa Allah Azza wa Jalla telah berbicara kepadanya dan mendekatkan serta menyelamatkannya.”

Lalu kaumnya mengatakan, ‘Kami tidak akan beriman kepadamu hingga kami dapat mendengar perkataannya sebagaimana engkau mendengarnya.’ Dan jumlah kaumnya pada saat itu mencapai 70 ribu orang. Kemudian, dipilihlah beberapa orang di antara mereka, lalu dipilih lagi menjadi 7.000 orang, kemudian dipilih lagi menjadi 70 orang untuk berjumpa Tuhan mereka.

Nabi pun keluar bersama mereka menuju gunung Tursina, dan memosisikan mereka di kaki gunung tersebut. Lalu Musa as naik ke gunung Tursina dan memohon kepada Allah ta’ala agar berbicara padanya sehingga kaumnya dapat mendengar pembicaraannya. Lalu, Allah Swt berbicara kepadanya dan mereka mendengar pembicaraan itu dari arah atas, bawah, kanan, kiri, belakang, dan depan. Sebab, Allah Azza wa Jalla mengajak beliau as berbicara pada pohon dan memantulkan suara dari pohon tersebut sehingga mereka dapat mendengarnya dari berbagai arah.

Karena itu, mereka berkata, ‘Kami tidak akan pernah percaya padamu bahwa apa yang telah kami dengar adalah kata-kata Tuhan, hingga kami dapat melihat Allah dengan jelas.’

Karena itu, ketika mereka menyerukan perkataan besar ini, sedang mereka berbuat sombong dan durjana, Allah Swt mengutus kepada mereka petir yang menghabisi kezaliman mereka. Maka mereka pun mati. Musa as berkata, ‘Wahai Tuhanku, apa yang harus aku katakan pada Bani Israil saat aku kembali pada mereka dan mereka berkata engkau pergi bersama mereka tapi kemudian engkau membunuh mereka semua?’

[Benar, mereka pun menuduh Musa as] ‘Semua itu karena engkau bohong atas apa yang telah engkau katakan tentang dialog dengan Allah yang akan diperlihatkan padamu, hingga engkau dapat melihat-Nya untuk mendapat jawaban dari-Nya, padahal engkau pernah mengabarkan kepada kami bagaimana Dia, maka kami pun mengetahuinya dengan sebenar-benarnya pengetahuan.’

Lalu Musa as berkata, ‘Wahai kaumku, sesungguhnya Allah ta’ala tidak dapat dilihat dengan mata dan tidak berbentuk. Namun, Dia diketahui melalui tanda-tanda kebesarannya.’

Mereka lalu berseru, ‘Kami tidak akan beriman padamu hingga engkau memohon kepada-Nya.’ Musa pun berkata, ‘Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah mendengar perkataan Bani Israil dan Engkau lebih mengetahui akan kemaslahatan mereka.’

Lalu Allah Swt menurunkan wahyu-Nya, ‘Wahai Musa, mintalah kepadaku apa yang mereka pinta darimu, dan tidak akan pernah aku biarkan engkau dengan perkataan mereka.’

Saat itu pula, berkatalah Musa as, ‘Tuhanku, perlihatkanlah dirimu agar aku dapat melihatmu.’

Allah Swt lalu berfirman:

Engkau sekali-kali tidak akan pernah melihatku, tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap pada tempatnya…

Kemudian Musa bersujud.

Niscaya, engkau dapat melihat-Ku…

Dan seketika itu pula, Tuhannya tampak bagi gunung itu dengan salah satu dari tanda-tanda Allah Swt.

Peristiwa itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa as pun jatuh pingsan. Lalu, setelah siuman, Musa as berkata, ‘Mahasuci Engkau, aku bertaubat kepadamu.’ [QS. al-A’raf: 143]

Lalu Musa as berkata, ‘Aku kembali pada makrifatku terhadapmu-Mu dari kejahilan kaumku dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman dari kalangan mereka, bahwa sesungguhnya engkau tidak pernah dapat dilihat.’

Abdul Husein Dasteghib, Menepis Keraguan Beragama

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *