Akhlak
Telaah atas Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadits tentang Jihad Al-Nafs [bag 1]
Tatkala melihat pasukan [1] yang kembali dari sebuah peperangan, Rasul saw bersabda, “Selamat datang, wahai orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil dan masih tersisa bagi mereka jihad Akbar.” Saat orang-orang bertanya tentang makna jihad Akbar itu, Rasul saw menjawab, “jihad melawan diri sendiri.”[2]
Dari hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk istimewa yang memiliki dua dimensi dan dua alam. Dimensi lahir yang bersifat fisik (mulki) dan duniawi, yaitu tubuhnya, dan dimensi batin yang bersifat gaib dan malakuti, yang berasal dari alam lain. Jiwa manusia yang berasal dari alam gaib dan malakut memiliki beberapa maqam dan derajat. Sejumlah maqam dan derajat itu biasanya dibagi menjadi tujuh, empat, tiga, atau malah hanya dua.
Pada setiap derajat, terdapat sekelompok pasukan khusus, pasukan Ilahi dan aqlani (intelektual), yang menarik jiwa ke arah alam malakut tertinggi dan mengajak pada kebahagiaan. Sebaliknya, pasukan setan dan kejahilan menariknya ke arah malakut terendah dan mengajaknya pada kesengsaraan. Selalu terjadi perdebatan dan pertempuran di antara keduanya, dan manusia menjadi medan peperangan bagi kedua pasukan itu.
Bilamana pasukan Ilahi meraih kemenangan, manusia akan mencecap kebahagiaan rahmat dan bergabung dengan para malaikat serta dibangkitkan bersama para nabi, wali, dan orang-orang saleh. Namun, bilamana pasukan setan dan serdadu kejahilan yang meraih kemenangan, manusia akan dibelit kesengsaraan, amarah, dan dibangkitkan dalam kelompok setan, orang-orang kafir, dan orang-orang gagal. Kita akan membahas secara ringkas pelbagai jenis jiwa, aspek-aspek kebahagiaan dan kecelakaannya, serta metode untuk melakukan mujahadah (perlawanan terhadap hal-hal yang merusak jiwa).
Tahap pertama: Jihad Diri di Dunia Lahiriah
Tahap ini terdiri dari beberapa jenjang; ketahuilah bahwa tahapan jiwa terendah adalah eksistensi lahiriah dan duniawi manusia yang meliputi tingkat-tingkat awal perkembangan jiwa dan perwujudan lahiriahnya. Percikan dan cahaya Ilahi memancar pada struktur jasmaniah untuk membentuk eksistensi manusia di bumi ini dan memberi jiwa kehidupan aksidentalnya serta melengkapinya dengan pasukan kebaikan dan keburukan.
Dalam tubuh ini terdapat kekuatan-kekuatan (fisik) yang terletak di tujuh kawasan (iqlim), yaitu telinga, mata, mulut, perut, alat kelamin, tangan, dan kaki. Seluruh kekuatan yang tersebar di tujuh wilayah kehidupan itu berada di bawah kendali jiwa yang berada pada tahap (maqam) daya imajinasi (wahm).
Daya imajinasi merupakan penguasa seluruh kekuatan jiwa yang terlihat maupun tidak. Jika daya imajinasi dapat berkuasa dengan sendirinya atau dengan bantuan setan atau seluruh kekuatan lainnya, maka semuanya akan berubah menjadi pasukan setan. Akibatnya, kerajaan ini akan sepenuhnya tunduk pada dominasi setan. Dalam keadaan itu, pasukan ar-Rahman (yang Maha Pengasih) dan akal bakal memudar dan melarikan diri dari kerajaan ini untuk diserahkan sepenuhnya kepada setan.
Lain hal bila daya imajinasi dapat ditentukan oleh akal dan syariat, sehingga seluruh gerak dan diamnya terikat disiplin akal dan syariat. Niscaya kerajaan ini akan menjadi kerajaan ruhani dan rasional serta terusirlah pasukan setan darinya. Dengan demikian, jihad diri adalah jihad akbar yang lebih unggul dibandingkan jihad dengan berperang di jalan Allah. Dalam tahap ini, jihad akbar berarti usaha manusia untuk mengendalikan seluruh daya dan kekuatan fisiknya agar patuh pada segenap perintah Allah dan dibersihkan dari seluruh unsur setan dan kekuatannya dalam diri kita.
Selanjutnya kita akan membahas ihwal langkah jihad diri di dunia lahiriah, berupa perenungan (tafakur) atau upaya untuk memperoleh tekad (azm), pengondisian diri (musyarathah), pengawasan diri (muraqabah), penghitungan dan penilaian diri (muhasabah), serta mengingat Allah (tadzakkur).
Bersambung…
Imam Khomeini, “40 Hadis, Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadis tentang Jihad an-Nafs”
Catatan Kaki:
1. Pasukan tempur (syariyyah) adalah bagian dari pasukan besar dan diriwayatkan bahwa sebaik-baik sariyyah berjumlah 400 orang. Riwayat lain mengatakan bahwa pasukan tempur yang di dalamnya Nabi saw ikut serta disebut ghazwah. Sementara yang Nabi Muhammad saw tidak ikut di dalamnya disebut sariyyah.
2. Hadis ini dikabarkan kepadaku dengan ijazah tertulis maupun lisan oleh sejumlah guru yang agung dan otoritas yang mulia antara lain Syekh Muhammad Ridha al-Wafi dari keluarga Muhammad Zaki al-Isfahani saat berada di kota Qum dan Syaikh Abbas al-Qummi, pengarang buku kumpulan doa Mafatih al-Jinan.