Laporan Utama
Perubahan Nasib Alumni Sekolah Gratis Yasmin
“Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.”
Sebuah peribahasa yang berarti karakter anak takkan jauh berbeda dengan orang tuanya itu sudah populer di tengah masyarakat Indonesia. Hal itu relevan kalau ditujukan misalnya ke anak yang suka maling karena orangtuanya maling, anak yang berhasil menjadi dokter karena orangtuanya seorang dokter, dan sebagainya. Tapi pepatah itu tidak berlaku bagi Azizah, seorang anak pemulung yang memiliki semangat untuk mengubah kondisi keluarganya dengan menempuh pendidikan yang layak dan berkualitas.
Tak memiliki biaya untuk sekolah, Azizah tak patah semangat. Upayanya mencari pendidikan yang dapat menolongnya untuk keluar dari lingkaran kebodohan itu terjawab sudah dengan adanya SMK Informatika Utama. Salah satu sekolah yang semua biaya pendidikannya ditanggung oleh Yasmin.
Azizah adalah satu dari ratusan siswa miskin yang biaya pendidikannya ditanggung oleh Yasmin. Bapak ibunya hanyalah pemulung yang penghasilannya tidak menentu. Di sisi lain, ia juga masih mempunyai seorang kakak dan tiga adik yang semuanya masih sekolah dan butuh biaya.
Tidak hanya itu, kini Azizah bersama kedua orang tua dan empat saudaranya tinggal di sebuah kontrakan kecil dengan harga sewa 350 ribu/bulan. “Untung saja mas, kakak sama adik-adik saya juga mendapat beasiswa, jadi bisa meringankan beban orang tua juga,” ungkapnya kepada ABI Press saat ditemui di sekolahnya, Selasa (1/4).
Siswi kelas 2 SMK Informatika ini merasa bersyukur dapat sekolah di situ, karena selain biaya pendidikan, kebutuhan seragam dan buku juga diberikan gratis oleh Yasmin. Saat ini, jumlah murid di SMK Informatika Utama mencapai 142 dengan jumlah kelas lima ruang, mulai dari kelas satu hingga kelas tiga. Keterbatasan kelas juga mengakibatkan tidak semua murid yang mendaftar dapat diterima di sekolah itu.
Azizah misalnya, ketika dulu ia mendaftar, lebih dari 100 anak yang ikut mendaftar bersamanya. Namun hanya sebagian saja yang diterima.
Suherman, Wakil Kepala SMK Informatika Utama saat kami wawancarai menjelaskan bahwa dari semua siswa yang mendaftar memang tidak semua diterima karena keterbatasan kelas. “Sebab itu kita adakan seleksi bagi siswa, terutama survey ekonomi ke pihak keluarga,” ungkapnya.
Suherman juga menjelaskan, survey itu dilakukan dan menjadi bagian penting bagi yayasan karena yang diutamakan untuk diterima adalah mereka yang benar-benar berasal dari kalangan tidak mampu.
Kepada ABI Press Azizah juga mengungkapkan tekadnya ingin belajar sungguh-sungguh agar mandiri dan mampu memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Hal itu selaras dengan tujuan yayasan yang ingin membentuk sekolah kejuruan ini agar siswa didiknya mandiri dan memiliki keterampilan. “Saya memiliki tanggung jawab untuk mengubah keadaan keluarga saya menjadi lebih baik,” ungkap Azizah dengan nada penuh harap.
Begitupun Adi Harianto. Seperti halnya Azizah, siswa SMP Utama yang kami temui ini juga dibiayai oleh Yasmin. Lokasi SMP Utama tak jauh dari SMK Informatika. Bisa dikatakan sangat dekat, karena lokasinya hanya bersebelahan. Meski bukan anak pemulung, Adi juga memiliki persamaan dengan Azizah. Yaitu sama-sama miskin dan sama-sama diterima sekolah di lembaga pendidikan yang digratiskan Yasmin.
Siswa kelas 2 SMP Utama ini juga mengaku senang dapat diterima di situ. Awalnya ia mendaftar bersama 80 teman dari latar belakang yang berbeda. Namun, karena ruang kelas hanya tersedia tiga ruang untuk semua tingkatan, masing-masing tingkatan hanya tersedia satu kelas, maka siswa yang diterima hanyalah 30 orang termasuk Adi.
Ida Rosidawati, selaku kepala SMP Utama ini mengungkapkan, sekolah yang ia pimpin saat ini telah memasuki tahun ke-11. Tiga tahun lebih awal dibandingkan SMK Informatika yang baru delapan tahun. Sama halnya SMK Informatika, SMP Utama ini semua siswanya juga dari kalangan tidak mampu, dan biaya pendidikanya juga gratis 100%. Hanya saja sekolah ini cuma tersedia tiga ruang kelas saja.
Adi juga berharap setelah lulus nanti ia dapat melanjutkan sekolahnya di SMK Informatika. Ibunya yang hanya bekerja sebagai buruh warteg dan ayahnya yang sudah meninggal menjadikan ia berfikir realistis, dan memandang hanya Yasmin yang dapat ia harapkan. “Bukan hanya karena gratis, tapi juga dekat dengan tempat tinggal saya,” ungkapnya kepada ABI Press saat ditemui di sekolahnya. Sebab, ia mengaku akan membutuhkan tambahan biaya ketika harus sekolah di tempat yang lebih jauh.
Selain itu, Adi juga sering mendengar dari teman-temannya kalau di SMK Informatika diajarkan keterampilan komputer dan lulusan dari situ sudah memiliki keterampilan untuk bekal mencari pekerjaan yang cukup baik.
Menurut data yang dirilis Yasmin di website resminya, 90% dari alumni SMK Informatika telah bekerja di bidang IT di berbagai perusahaan.
ABI Press pun menelusuri beberapa alumni yang memang telah bekerja. Berbekal informasi dari Danang, Kepala Sekolah SMK Informatika Utama, kami dapati dua nama alumni yakni Dian Irawati dan Amarullah.
Dian Irawati, yang biasa disapa Dian ini awalnya sempat putus harapan ketika menyelesaikan SMP-nya. Kondisi keluarga yang tidak mampu membuatnya hampir saja tidak melanjutkan sekolah. Namun dengan adanya SMK Informatika, harapan itu muncul kembali. Ia pun diterima di SMK Informatika dan berhasil mengikuti kegiatan belajar selama tiga tahun dengan baik.
Hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2013. Saat itulah ia mencoba memperbaiki ekonomi keluarganya dengan bekerja. Berbekal keterampilan yang ia dapat, kini ia telah bekerja di PT. Indocyber Global Tech (IGLO), sebuah perusahaan yang bergerak di bidang IT.
Tidak jauh beda dengan Dian, Amarullah yang biasa disapa Amar yang juga alumni SMK Informatika ini juga telah bekerja di bidang IT di sebuah perusahaan di Jakarta.
Meski kadang dari pihak sekolah juga menyediakan informasi lowongan pekerjaan, namun berbekal keterampilan yang di dapat melalui SMK Informatika, mereka lebih percaya diri untuk mencari pekerjaan sendiri.
Sekolah gratis tak selamanya asal-asalan. Menurut Amar, kesungguhan SMK Informatika yang dibiayai Yasmin ini telah memberikan keterampilan dan pendidikan yang telah mengubah hidupnya dari yang serba kekurangan menjadi berkecukupan.
Ya, keberhasilan Yasmin memberikan pendidikan gratis bagi warga miskin dapat menjadi contoh dan inspirasi bagi peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik di Indonesia di tengah berbagai permasalahan yang tak mampu diselesaikan oleh pemerintah. (Malik/Yudhi)