Berita
Imam Ali Khamenei: Setia pada Janji Ilahi, Faktor Kesabaran Sayyidah Zainab as
Imam Sayyid Ali Khamenei dalam pidatonya beberapa tahun silam, pada bagian pertama, berbicara tentang gelora Sayyidah Zainab Kubra as, seraya menyebut bahwa faktor kesabaran Zainabi adalah kesetiaan terhadap janji Ilahi. Setelah peristiwa Karbala, tragedi yang teramat besar itu, peristiwa penyanderaan memikul tugas penyebaran pesan. Pidato, pembongkaran, dan penyingkapan hakikat yang dilakukan Sayyidah Zainab Kubra as dan Imam Ali Sajjad as laksana media super power yang bertanggungjawab menyebarkan berita peristiwa, ide, tujuan, dan orientasinya seluas mungkin. Dan mereka berhasil.
“Gelora besar yang saya maksud adalah gelora Sayyidah Zainab Kubra as yang menyempurnakan gelora Asyura. Bahkan, bisa dikatakan bahwa di satu sisi, gelora yang diciptakan Sayyidah Zainab Kubra as, menghidupkan gelora Asyura. Keagungan kerja beliau tidak bisa dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa besar sejarah lainnya, kecuali oleh peristiwa Asyura itu sendiri. Dua peristiwa ini bebar-benar jadi padanan satu sama lain.
Baca Khotbah Historis Sayyidah Zainab di Hadapan Yazid bin Muawiyah
Manusia agung ini, perempuan luar biasa dan besar bagi Islam dan kemanusiaan ini, berhasil menjaga diri tetap tegak dan berkibar di hadapan gunung berat bencana. Bahkan nada suara beliau selama peristiwa ini berlangsung sama sekali tidak bergetar; baik ketika beliau menghadapi musuh, maupun saat beliau menghadapi bencana dan kejadian-kejadian pahit. Beliau tetap tegar laksana bukit yang berdiri kokoh. [Itu] jadi pelajaran. Jadi model. Jadi pemimpin. Jadi penghulu dan terdepan.”
Imam Ali Khamenei melanjutkan, “Di pasar Kufah, dalam kondisi tersandera, Sayyidah Zainab Kubra as menyampaikan pidato yang sangat menakjubkan. Sebagai contoh, ‘Wahai penduduk Kufah! Wahai ahli tipudaya dan pengkhianat! Apa kalian menangis untuk kami?! Kucuran air mata ini belum berhenti dan jeritan ini belum padam. Kalian tak ubahnya perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi tercerai berai kembali.’
Kata-katanya begitu kuat, laksana besi baja, maknanya mengalir laksana air sampai ke relung jiwa yang paling dalam. Dalam kondisi seperti itu, Sayyidah Zainab Kubra as berbicara persis seperti Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as; mengguncang hati, diri, dan sejarah. Kata-kata itu abadi dalam sejarah. Itu kata-kata yang disampaikan di hadapan masyarakat dan dalam kondisi tersandera.
Baca juga Khotbah Historis Sayyidah Zainab di Hadapan Ibnu Ziyad dan Warga Kufah
Setelah itu pun di hadapan Ibnu Ziyad di Kufah, begitu pula berapa minggu berikutnya di hadapan Yazid di Syam, Sayyidah Zainab as berbicara dengan kekuatan luar biasa sehingga membuat musuh terhina. Demikian pula dengan seluruh kesulitan yang ditimpakan musuh terhadap beliau; jadi hina dan kecil di hadapan kebesaran beliau. “Kalian berkhayal sesat ingin mengalahkan keluarga Rasulullah saw, menghinakan dan menghancurkan mereka: Hanya untuk Allah, kemuliaan, dan untuk rasul-Nya serta untuk orang-orang Mukmin.(QS. al-Munafiqun: 8).”
Sayyidah Zainab Kubra as benar-benar manifestasi kemuliaan. Sebagaimana Imam Husain bin Ali as di Karbala dan di Hari Asyura adalah manifestasi kemuliaan yang sesungguhnya. Pandangan beliau terhadap semua peristiwa berbeda dengan pandangan orang lain. Dengan semua bencana yang menimpa, ketika musuh ingin mencela dirinya, beliau malah berkata, “Ma ro’aytu illa jamilan.” (Luhuf, hal. 160); tiada yang kulihat kecuali keindahan. Ada kesyahidan di sana, ada derita, tapi semuanya di jalan Allah Swt, demi menjaga Islam, demi menciptakan arus sepanjang sejarah agar Umat Islam mengerti apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka mesti bergerak, dan seperti apa seyogyanya mereka bertahan. Inilah kerja besar gelora Zainabi. Inilah kemuliaan wali Allah Swt.
Sayidah Zainab as, salah satu wali Allah Swt. Kemuliaan beliau adalah kemuliaan Islam. Beliau memuliakan Islam. Beliau memuliakan al-Quran. Kita tentu saja tidak punya ketinggian itu dan tidak punya semangat menjulang itu sehingga layak untuk mengatakan bahwa perilaku wanita agung ini teladan kita. Kita lebih kecil daripada itu. Tapi yang jelas dan pasti bahwa gerakan kita harus searah dengan gerakan Zainabil. Semangat dan cita-cita kita haruslah kemuliaan Islam, kemuliaan masyarakat Islam, dan kemuliaan umat manusia. Sebagaimana Allah Swt telah menetapkan hal itu kepada para nabi dengan hukum agama dan syariat.”
Pemimpin Revolusi Islam Imam Ali Khamenei melanjutkan, “Apa yang pada bagian pertama pidato ini ingin saya jelaskan secara singkat kepada kalian saudara-saudara Basiji dan pemuda-pemudi tercinta adalah, salah satu faktor yang melahirkan mental dan kesabaran seperti ini dalam diri Sayyidah Zainab Kubra as serta para wali Allah Swt yang lain, sehingga mereka bergerak sehebat itu ialah “kesetiaan”. Mereka bersikap setia terhadap janjinya kepada Allah Swt. Mereka benar-benar setia, memasrahkan hati di jalan Allah Swt. Dan ini poin yang sangat penting.
Dalam al-Quran, kesetiaan ini juga dinyatakan teramat penting bagi para nabi agung Ilahi. Allah Swt berfirman: Wahai Nabi! Kami telah ambil perjanjian darimu, Kami telah ambil perjanjian dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Kami telah ambil perjanjian dari semua nabi. Dan perjanjian ini adalah perjanjian yang sangat teguh dan kuat.
Huruf lam (ل) dalam kata liyas’al (لِيسئَلَ), disebut dengan huruf lam akibat. Sehingga makna ayat ini adalah: akibat atau konsekuensi dari perjanjian ini ialah para nabi besar ditanya dan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt tentang kesetiaan mereka terhadap perjanjian tersebut. Artinya, Nabi kita, Nabi Muhammad saw dan para nabi besar Allah Swt harus mementaskan kesetiaan mereka di hadapan Allah Swt dalam menunaikan janji Ilahi itu.
Ini keterangan al-Quran mengenai para nabi. Al-Quran juga punya penjelasan tentang hal ini untuk orang-orang biasa dan mukminin. Allah Swt berfirman: Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak mengubah –janji-Nya. Agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang shadiq itu karena kesetiaannya, dan menyiksa orang-orang yang munafik jika Dia kehendaki.(QS. al-Ahzab: 23-24)
Dalam penjelasan mengenai para nabi besar, lawan dari shadiq (setia) disebut kafir (ingkar). Allah Swt berfirman: Dan Allah menyediakan siksa yang pedih bagi orang-orang kafir.(QS. al-Ahzab: 8)
Sementara, dalam penjelasan mengenai orang-orang mukmin, lawan dari kata shadiq (setia) disebut Munafiq (bermuka lebih dari satu). Dan ini mengandung banyak makna. Yang pasti, saya dan kalian semua juga akan ditanya serta dimintai pertanggungjawaban tentang janji kita kepada Allah Swt; kita semua pernah berjanji kepada Allah Swt.” (walifakih)