Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Akidah: Sang Pembebas Akal Manusia [1/7]

Akidah Islam memandang manusia sebagai makhluk mulia. “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” [QS. al-Isra: 70]

Manusia adalah khalifah Allah di muka bumi yang memiliki kelayakan untuk mencapai derajat nan menjulang. Allah Swt berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi, sedangkan kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan-Mu?” Dia menjawab, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” [QS. al-Baqarah: 30]

Di samping memiliki kelayakan di atas, manusia juga dapat menyamai kedudukan binatang. Allah Swt berfirman: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi ia cenderung kepada dunia dan menuruti hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya, ia mengulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya, ia mengulurkan lidahnya (juga). [QS. al-A’raf: 176]

Lebih lagi, ia bisa sejajar dengan benda mati. Allah Swt berfirman: Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. [QS. al-Baqarah: 74]

Atas dasar itu, akidah Islam memperhatikan kedua faktor kelemahan dan kekuatan yang dimiliki manusia tersebut. Al-Quran memandang manusia sebagai makhluk lemah, gelisah (keluh kesah), tergesa-gesa, cenderung melampaui batas, lalim, dan bodoh. [Lihat: QS. an-Nisa: 28, al-Ma’arij: 19, al-Ahzab: 72, al-Anbiya: 37, dan al-’Alaq: 6]

Karenanya, Islam tidak memaksanya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban berat yang melampaui batas kemampuannya, baik secara lahiriah maupun batiniah. Allah Swt berfirman: Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.[QS. al-Baqarah: 286]

Rasulullah saw bersabda, “Ada sembilan perkara yang dimaafkan atas umatku: kesalahan (yang tidak disengaja), kelupaan, sesuatu yang dipaksakan kepada mereka (untuk mengerjakannya), sesuatu yang mereka tidak tahu, sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan, sesuatu yang mereka terpaksa melakukannya, hasud, kegegabahan (kurang hati-hati), dan merenungkan ciptaan semesta dengan disertai keraguan selama mereka belum mengungkapkannya dengan perkataan.” [Ash-Shaduq, al-Khishal, 417, bab 9]

Dalam hadis lain, beliau bersabda, “Tiga orang terbebas dari kewajiban: orang gila hingga ia sembuh, orang tidur hingga ia bangun, dan anak kecil hingga ia dewasa.” [Al-Muttaqi al-Hindi, Kanzul ‘Ummal, 4: 233]

Dengan demikian, akidah Islam menganggap bahwa faktor-faktor kelemahan yang terdapat dalam diri manusia adalah lumrah dan muncul bersama penciptaannya sebagai manusia; bukan satu realitas yang dapat membasmi kebebasan memilih dan kemampuannya untuk membentuk diri dan bergerak leluasa.

Maka, akidah Islam yang berorientasi membina kesempurnaan manusia, akan berupaya menfokuskan perhatian manusia terhadap sisi positif dari keberadaannya (seraya melupakannya dari faktor kelemahan yang dimiliki).

Markaz ar-Risalah, Peran Akidah

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *