Ikuti Kami Di Medsos

Berita

3 Rajab, Hari Syahadah Imam Ali Hadi as

Sebagai putra dari Imam Mujammad Jawad as sekaligus Imam kesepuluh mazhab Ahlulbait, Imam Ali Hadi as juga dikenal dengan nama Imam Ali al-Naqi as. Masa imamah Imam Hadi as selama 34 tahun, bermula sejak 220 H/835 hingga 254 H/868. Beliau as banyak menghabiskan masa imamahnya di Samara Irak dan bersamaan dengan masa kekuasaan sejumlah penguasa Bani Abbasiyah, di antaranya  Mutawakkil (selama 16 tahun), Muntashir (6 bulan),Musta’in (4 tahun), dan Mu’tazz (2 tahun).

Menurut catatan Mas’udi, Buraihah Abbasi yang memimpin sekelompok orang suruhan sang khalifah di Haramain, dalam sepucuk surat kepada Mutawakkil, berkata, “Jika Anda menginginkan Mekah dan Madinah, keluarkan Ali bin Muhammad dari sana. Sebab, ia mengajak orang-orang kepada dirinya dan telah mengumpulkan sejumlah besar disekelilingnya.” [Dakhil, Aimmatuna, jil. 2, hal. 209]

Atas dasar ini, Yahya bin Hartsamah diutus Mutawakkil untuk memindahkan Imam Hadi as ke Samarra. Mutawakkil merancang skenario sedemikian rupa agar masyarakat tidak menaruh curiga dan merestui kepergian sang Imam. Imam pun terpaksa memenuhi permintaan Mutawakkil, dan bertolak menuju Samara beserta rombongan penjemput yang diutus Mutawakkil.

Ibnu Jauzi meriwayatkan dari Yahya bin Hartsamah bahwa penduduk Madinah sangat larut dalam kesedihan dan kebingungan serta menunjukkan reaksi-reaksi yang yang tidak mereka harapkan. Perlahan-lahan kesedihan mereka sampai pada suatu batas di mana mereka menjerit dan menangis, dan tidak pernah sebelumnya kota Madinah terlihat dalam keadaan seperti itu. [Ibnu Jauzi, Tadzkirah al-Khawāsh, jil. 2, hal. 492]

Ketika memasuki Kazhimain Irak, Imam Hadi as disambut hangat oleh masyarakat setempat dan menetap di rumah Khuzaimah bin Hazim. Dari situ, beliau diantarkan ke Samarra. Syaikh Mufid mengatakan, pada hari pertama saat Imam memasuki kota Samarra, Mutawakkil memerintahkan agar ia ditempatkan sehari di Khan Sha’alik (tempat berhentinya para musafir) dan keesokan harinya dibawa ke rumah yang telah disiapkan untuknya.

Baca juga Infografis: Fase Kehidupan Imam Ali Al-Hadi

Menurut Shaleh bin Said, perbuatan ini dilakukan dengan niat merendahkan Imam Hadi as. Syaikh Mufid percaya bahwa Imam Hadi as secara lahiriah mendapat perhormatan dari Mutawakkil, tetapi ia merancang konspirasi untuknya. Mutawakkil hendak mempertontonkan Imam berperan sebagai salah seorang pelayan istana sehingga keagungan dan kewibawaannya berkurang di mata masyarakat.

Imam Hadi as difitnah  dengan laporan yang diberikan kepada Mutawakkil bahwa di rumah Imam terdapat alat-alat perang dan beberapa surat dari para pengikutnya. Mutawakkil lalu memerintahkan sejumlah prajurit menyerang rumah Imam secara mendadak. Tatkala mereka memasuki rumah Imam, mereka mendapati Imam berada di satu kamar sedang melantunkan ayat-ayat Alquran. Akhirnya Imam dibawa ke hadapan Mutawakkil. Ketika Imam masuk ke majelisnya, Mutawakkil sedang memegang cangkir arak dan mempersilakan Imam duduk di sampingnya seraya menawarkan minuman arak tersebut. Imam meminta maaf seraya berkata: “Darah-dagingku tidak pernah terlumuri oleh minuman arak.”

Saat itu, Mutawakkil meminta Imam membacakan syair yang membuatnya gembira. Imam berkata: “Saya akan membaca sedikit syair”. Namun Mutawakkil memaksanya supaya membacakan beberapa syair. Syair-syair Imam itu mempengaruhi Mutawakkil dan orang di sekelilingnya. Wajah Mutawakkil sampai basah lantaran banyak menangis. Kemudian Mutawakkil memerintahkan agar Imam dipulangkan ke rumahnya dengan penuh penghormatan.

Pasca kekuasaan Mutawakkil, kerajaan jatuh di tangan putranya yang bernama Muntashir. Tekanan terhadap Imam terus terjadi hingga ke Mu’taz dan Imam al-Hadi as meneguk cawan syahadah, akibat racun yang dibubuhkan atas perintah Mu’taz Abbasi. Syaikh Mufid dan perawi lainnya meriwayatkan Imam al-Hadi as syahid pada bulan Rajab, setelah 20 tahun 9 bulan menetap di Samara. Sebagian sumber menyebutkan beliau syahid pada hari ketiga, bulan Rajab.

Berita kesyahidannya sangat melukai hati para pecintanya. Proses pemakamannya dibanjiri para pengikutnya. Mengetahui kabar itu, Mu’taz Abbasi ingin menyalati jenazah Imam as. Karena itu, ia memerintahkan untuk meletakkan jenazah suci Imam as di atas tanah. Kemudian ia menyalatinya. Namun demikian, salat jenazah telah dilakukan sebelumnya oleh Imam Hasan Askari as dan para pengikutnya. Setelah itu, jezanah suci Imam Hadi as dimakamkan di salah satu rumah, tempat beliau menjadi tahanan rumah semasa hidupnya. Dalam proses pemakaman tersebut masyarakat yang hadir sangat membludak, sehingga menyulitkan gerak Imam Hasan Askari as. Di saat itu, seorang pemuda membawakan seekor kuda untuk Imam as dan masyarakat dapat mengiringi jenazah suci Imam al-Hadi as sampai ke tempat peristirahatannya yang terakhir. [Mas’udi, terj. Itsbāt al-Washiah, hal. 456]

Jenazah Imam dimakamkan di Samara, Irak. Makam Imam Hadi as berkali-kali berusaha dihancurkan oleh pembencinya. Di antara serangan paling merusak terjadi pada 22 Februari 2005. Al-Qaedah mengaku bertanggungjawab atas aksi peledakan Haram (pusara suci) Imam Hadi as yang menyebabkan kerusakan parah pada kubah makam tersebut, termasuk merusak menaranya yang terbuat dari bahan emas. Dua tahun setelahnya, pada 13 Maret 2007, kembali terjadi peledakan bom yang merusak total menara yang tersisa dari upaya pengrusakan sebelumnya. Pada 6 Juni 2014, kembali terjadi serangan yang dilakukan ISIS dengan niat melakukan penghancuran total Haram Imam Hadi as dan Imam Hasan Askari as. Namun, berkat kerjasama antara warga setempat, pengelola Haram dan pihak militer Irak, upaya tersebut berhasil digagalkan.  Setelah terjadi pengrusakan kubah dan menara Haram, dilakukan renovasi yang menelan biaya 100 juta dollar.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *