Berita
Syiah, Indonesia Dan Iran [Bag 3]
Syiah, Indonesia Dan Iran [Bag 3]
Pembahasan sebelumnya Syiah, Indonesia dan Iran [Bag 2] dan Syiah, Indonesia dan Iran [bag 1]
Syiah dan Iran
Banyak orang yang serius mengira dan sebagian menuduh komunitas Syiah di Indonesia lebih setia kepada Iran ketimbang Indonesia karena kesamaan mazhab. Padahal tuduhan senada bisa dilemparkan kepada Muslim lain sebagai loyal kepada Mesir yang merupakan pusat mazhab Sunni dan sebagai warga susulan Saudi karena berpaham wahabi. Lebih dari itu, yang tak bermazhab Syiah bisa dituduh loyal kepada ISIS yang nyata mengkafirkan Syiah dan mengklaim paling Sunni. Jelaslah anggapan itu tidak logis dan tendensius.
Iran adalah sebuah nama baru bagi sebuah negara yang semula negara adidaya dikenal Persia Raya. Iran juga merupakan nama baru bagi sebuah bangsa yang tak lagi terbentuk oleh ras Arya semata tapi terdiri atas beberapa ras dan suku seperti Parsi (Arya) sebagai etnik mayoritas, Turki, Kurdi, Baluch dan Arab di Khozestan, sebuah propinsi dekat perbatasan dengan Irak.
Dalam keyakinan bangsa Iran juga terdiri atas beberapa penganut agama, yaitu Islam sebagai agama mayoritas penduduk, Kristen Armenia, Yahudi dan Zoroaster. Iran dalam perjalanan sejarahnya merupakan arena dinamika pemikiran mazhab dari pusat pemikiran Sunni ke pusat pemikiran Syiah.
Kemenangan tentara Islam di Persia pada 637-651 mengakhiri kegemilangan Kekaisaran Sassanid dan selanjutnya memusnahkan agama Majusi di Kerajaan Persia. Walau demikian, tamadun Parsi tidak berakhir begitu saja. Ia mulai berkembang bersamaan dengan tamadun Islam.
Sebelum datangnya Islam di Persia, kebanyakan orang Persia beragama Majusi dan juga terdapat kumpulan minoritas beragama kristen dan Yahudi. Penyebaran Islam di Persia merupakan sebuah proses yang perlahan. Penduduk-penduduk kota adalah penduduk yang paling awal memeluk Islam dan perlahan-lahan tersebar di kalangan petani dan dihqans atau ningrat. Pada abad ke 10, mayoritas orang Persia telah memeluk Islam dan kebanyakan mereka beraliran Sunni. Ajaran Syi’ah tiba di Persia pada abad ke 15.
Walaupun Syi’ah telah hadir di Iran sejak zaman awal Islam, kebanyakan penduduk Iran pada mulanya adalah Sunni hingga abad ke 17. Pada abad ke 16, penguasa Safawi menjadikan Syi’ah sebagai mazhab resmi Iran dan akhirnya kebanyakan penduduk Iran mulai memeluk Islam Syi’ah. Pada pertengahan kurun ke-17, Syi’ah dianut mayoritas penduduk hingga kini.
Baca Syiah di Indonesia dan Dinamika Politik Iran (bag 2 Wilayatul Fakih)
Republik Islam dan Negara Islam
Setelah tumbangnya kerajaan Pahlevi, Iran tak serta merta menjadi sebuah republik Islam. Imam Khomeini saat itu bisa saja memberlakukan sistem itu tapi beliau menganggap suara rakyat sebagai fondasi berdirinya sistem dan dasar kontrak sosial yang dapat menepis tuduhan otoritanisme. Karenanya, Imam Khomeini melalui Komite Revolusi menyelenggarakan referendum demi memastikan kehendak dan aspirasi masyarakat. Ketika referendum memperlihatkan lebih dari 80 persen suara “ya” untuk opsi “Republik Islam”, Imam Khomeini selaku pemegang otoritas vertikal menunjuk Dewan Revolusi untuk menyusun draft undang-undang dan membentuk pemerintahan sementara yang akan melaksanakan pemilihan umum.
Iran tidak menjadikan agama sebagai dasar negara tapi undang undang dan peraturan baru bisa disahkan bila di pastikan tidak bertentangan dengan prinsip prinsip agama Islam. Iran bukan negara Islam tapi republik yang undang undang dan hukumnya tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Karena itu ia bernama republik yang bersifat Islam (Islamic).
Dengan kata lain, predikasi negara dengan agama, seperti Republik Islam Iran, adalah pengelolaan negara dengan konstitusi yang disarikan dari agama, bukan pengagamaan Negara.
Bersambung…
Ustaz Muhsin Labib Assegaf (Ketua Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura ABI)
Baca juga : Syiah, Iran dan Indonesia (bag 4)