Al-Quran dan Hadis
Tafsir Surat Al-Falaq [bag 1]
Tafsir Surat Al-Falaq [bag 1]
Al-FALAQ ( WAKTU SUBUH)
Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang
Katakanlah, ”Aku memohon perlindungan kepada Tuhan Yang menguasai waktu subuh, (1) Dan (dari) kejahatan apa yang telah dz’cz’ptakannya, (2) Dari kejahatan gelapnya malam saat ia datang menyelz’muti, (3) Dan dari kejahatan wanita tukang sihir yang sangat jahat. (4) Dan kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki. ” (5)
TAFSIR
Aku Berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai Subuh
Pada bagian pertama Surah al-Falaq ini, Rasulullah saw, sebagai pemimpin dan suri teladan, menerima firman dengan satu perintah yang berbunyi: Katakanlah, ”Aku memohon perlindungan kepada Tuhan Yang menguasai waktu subuh, dan (dari) kejahatan apa yang telah diciptakannya,. . . ”
Kita harus memohon perlindungan kepada Allah dari gegenap makhluk jahat, manusia jahat, jin, hewan-hewan, kejadian-kejadian buruk, dan dari kejahatan ”jiwa hewani”.
Istilah falaq berasal dari kata falq yang pada mulanya berarti ”memecah; memisahkan sebagian dari yang lain; atau fajar”. Ketika fajar muncul, tirai hitam sang malam pecah terbuka. Kata ini juga digunakan dalam pengertian ”subuh”. Kata fajr juga digunakan dalam arti ”terbitnya fajar”.
Sebagian mufasir memahami kata tersebut dalam arti ”penciptaan semua makhluk hidup”, yang meliputi manusia, binatang, dan tanaman. Pemahaman itu berdalil karena mereka keluar dari biji-biji yang membelah, telur-telur, dan yang sejenis, di mana pembelahan yang terjadi pada makhluk hidup tersebut merupakan tahap paling menakjubkan dari proses keberadaan mereka. Sesungguhnya, fase baru yang muncul pasca pembelahan itu merupakan suatu perubahan besar bagi makhluk hidup. Artinya, ia telah beralih dari satu dunia ke dunia lain. Surah al-An’am:95 menyatakan, Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dun biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?
Sebagian mufasir lain memaknai istilah falaq dalam ayat ini dengan pengertian yang lebih luas ketimbang apa yang disebutkan di atas. Mereka beranggapan, pengertian istilah itu mencakup makhluk apapun secara umum karena penciptaan setiap makhluk hidup ialah sama dengan merobek tabir kegelapan (baca: ketiadaan) sehingga muncul dan tampak keberadaannya.
Semua penjelasan tentang keberadaan makhluk di atas menunjukkan fakta menakjubkan, bukti kebesaran Allah ’Azza wa Jalla, penciptanya. Sifat pencipta yang ”dinisbatkan” pada Allah memberikan kandungan mendalam dan melahirkan konsep yang sangat luas mencakup seluruh aspek kehidupan.
Sejumlah riwayat Islam yang lain menyebutkan bahwa falaq berarti sumur atau penjara yang muncul secara jelas di tengah-tengah neraka. Tentu saja, riwayat yang dikutip ini sama sekali tidak hendak membatasi pengertian luas istilah falaq.
Sedangkan frase dalam ayat kedua tidak berarti bahwa dengan sendirinya penciptaan Ilahi itu mempunyai keburukan, sebab penciptaan ialah sama dengan keberadaan, dan keberadaan merupakan kebaikan mutlak. Al-Quran mengatakan, Dia yang membaguskan segala sesuatu yang Dia telah ciptakan. (QS. Sajdah:7).
Artikel sebelumnya: Tafsir Surat An-Nas Ayat 1-6
Kejahatan muncul di mana makhluk-makhluk menyimpang dari hukum penciptaan dan berpisah dari jalan yang ditetapkan. Misalnya, sengat (dari serangga) atau gigi taring binatang-binatang merupakan senjata-senjata yang berguna untuk mempertahankan diri dari serangan musuh-musuh mereka. Hal yang sama pula berlaku untuk senjata kita yang dapat digunakan melawan musuh-musuh. Jika senjata ini digunakan secara tepat maka ia adalah ”baik”, tetapi jika digunakan secara tidak tepat, misalnya terhadap kawan, maka ia adalah ”buruk”.
Selain itu, ada banyak hal yang kita pandang dari tampilan mereka sebagai sesuatu ”buruk”, padahal sebetulnya mereka ”baik”. Seperti peristiwa-peristiwa yang mengejutkan, atau penyebaran wabah, yang menyadarkan manusia dari tidur lalainya dan mendorong untuk memohon pertolongan di jalan Allah. Dengan demikian, apa yang tampak buruk itu ternyata tidaklah ”buruk”.
Ayat selanjutnya, seraya menjelaskan dan mengomentari topik ini, mengatakan, ”Dari kejahatan gelapnya malam saat ia datang menyelimuti,. . . ”
Istilah ghasiq adalah turunan dari ghasaq. Raghib mengartikan istilah ini, dalam al-Mufradat, sebagai ”malam yang sangat gelap yang muncul di pertengahan malam”. Itulah sebabnya, al-Quran merujuk pada akhir waktu shalat magrib dengan mengatakan, …sampai gelapnya malam. . .(QS. al-Isra’:75).
Beberapa buku kamus menyamakan arti kata ghasaq dengan ”kegelapan yang memulai malam”. Tapi, kalau melihat pada akar katanya, tampaknya arti ini tidak mungkin. Tentu saja gelapnya malam itu menjadi utuh ialah pada saat ia menjelang memasuki tengah malam. Salah satu makna lain yang juga penting yang diambil dari istilah ini ialah pengertian ”menyerang atau buru-buru”. Makna ini, diterapkan pula untuk menjabarkan maksud kandungan ayat ini.
Itulah sebabnya, istilah ghasiq dalam ayat yang sedang kita bahas ini berarti ”penyerang” atau ”setiap makhluk hidup yang jahat” yang menggunakan selimut kegelapan malam untuk menyerang. Kegelapan malam tidak hanya digunakan oleh binatang buas dan liar untuk keluar dari sarang-sarang mereka guna membawa marabahaya, tapi kekotoran, kerendahan, dan kekejian juga acapkali digunakan oleh manusia untuk memenuhi maksud-maksud buruk mereka.
Istilah waqab diturunkan dari waqb, yang artinya: ”lubang, selokan”. Kata kerjanya berarti, ”memasuki sebuah lubang”; atau dapat juga diartikan, ”menyebarluaskan”.
Dan dari kejahatan orang-orang yang meniup pada buhul-buhul (mempraktikkan seni-seni rahasia (sihir))
Istilah naffatsat merupakan turunan dari nafts, yang semula berarti ”menyemburkan air keluar dari mulut”. Menyembur ini dilakukan dengan cara seperti orang meniup, sehingga istilah ini diterapkan dengan pengertian ”meniup”.
Akan tetapi, banyak mufasir telah menafsirkan istilah naffatsat ini dengan pengertian ”para tukang sihir wanita”, yang menghembuskan pada buhul disertai sejenis mantra tertentu yang dengannya mereka melakukan sihir. Sementara sebagian mufasir yang lain menyamakan istilah tersebut dengan pengertian “perempuan penggoda’1, khususnya (terhadap) suami-suami mereka sendiri, yang secara terus menerus membisikkan ke telinga laki-laki hingga melemahkan mereka dari melakukan tindakan-tindakan positif. Contoh dari wanita-wanita seperti ini cukup dikenal dalam sejarah.
Fakhr ar-Razi mengatakan, sebagian wanita menggunakan pikiran-pikiran mereka untuk memengaruhi kasih sayang dari hati orang-orang yang terpandang.5 Gagasan ini lebih nyata di zaman kita sekarang ketimbang di masa dulu, karena salah satu sarana pengaruh-spionase yang paling penting pada pejabat negara dan politisi di dunia adalah agen rahasia wanita yang, dengan ”tiupan mereka pada buhul”, godaan dan komunikasi mereka yang konstan, dapat membuka rahasia-rahasia yang diamankan sehingga terkorek informasi vital untuk kemudian disampaikan kepada musuh.
Sebagian mufasir menafsirkan naffatsat dengan makna ”jiwa-jiwa jahat” atau ”masyarakat penghasut yang kehilangan buhul” atau kehilangan sesuatu yang diperlukan dalam kemajuan perbuatan-perbuatan mereka.
Harus dicatat pula, uraian sebab turunnya surah yang sajikan di dalam mukadimah Surah al-Falaq ini sebagai kutipan dari pendapat sebagian mufasir sama sekali tidak menunjukkan bahwa kisah itu secara tepat merujuk pada ayat-ayat al-Falaq ini. Artinya, ia tidak dapat dijadikan sebagai bukti bahwa sebab turunnya ayat itu adalah benar. Ayat-ayat ini hanya mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad saw memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan para penyihir, persis seperti seorang sehat yang meminta perlindungan kepada Allah dari penyakit kanker, sekalipun ia tidak pernah diserang kanker. Dan kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia dengki.
Ayat ini menunjukkan tentang kedengkian yang merupakan sifat terburuk dan paling hina di antara perbuatan-perbuatan jahat yang lain. Al-Quran telah menganggap perbuatan dengki sama dengan perilaku hewan-hewan buas, ular-ular yang menggigit, dan setan-setan penggoda.
Bersambung…
Catatan kaki:
- Perlu dicantumkan pula di sini, pandangan ini merupakan bias pendapat kaum lelaki (a biased male opinian), bukan suatu ungkapan dari al-Quran suci. kiranya adil untuk menuliskan pula “para lelaki penggoda.” Ini suatu perlakuan yang menghinakan dan sangat diremehkan dalam al-Qura’an suci.
- Tafsir Fakhr ar-Razi, jilid 32, hal.196