Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 7

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat-Mu, bukannya (jalan) orang-orang yang Engkau murkai, bukan juga (orang-orang) yang tersesat. (7)

TAFSIR

Dua Jalan yang Menyimpang

Ayat ini benar-benar sebuah ilustrasi yang jelas mengenai ’jalan yang lurus’ yang dibahas dalam ayat sebelumnya. Ia (ayat ini) melukiskan permohonan manusia kepada Allah untuk membimbingnya ke jalan orang-Orang yang diberi berbagai nikmat oleh-Nya, seperti nikmat berupa petunjuk, kesuksesan, kepemimpinan orang-orang yang benar, pengetahuan, amal yang baik, perang suci (jihad), dan kesyahidan); bukannya orang-orang yang patut mendapat murkanya sebab tindakan salah mereka, dan bukan pula orang-orang yang menolak jalan yang benar dan tersesat.

“Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat-Mu, bukannya (jalan) orang-orang yang Engkau murkai, bukan juga (orang-orang) yang tersesat. ”

Sejatinya, kita tidak mengetahui metode bimbingan tersebut, maka dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon jalan-jalan para nabi, orang-orang saleh, dan semua orang yang mendapat nikmat, rahmat, dan kemurahan-Nya.

Ayat ini juga memperingatkan pada kita tentang adanya dua jalan yang menyimpang di hadapan kita: jalan orang-orang Yang terkena murka-Nya dan orang-orang yang tersesat.

PENJELASAN

1. Siapakah ’orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah’?

Surah an-Nisa’ [4]:69 telah memperkenalkan orang-orang ini yaitu, ”Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang telah dilimpahi nikmat oleh-Allah, yaitu para nabi, orang-orang yang benar (ash-shiddiqin), orang-orang yang menjadi saksi (asy-syuhada’) dan orang-orang saleh (ash-shalihin) dan mereka itulah sebaik-baiknya teman.”

Seperti ditunjukkan ayat di atas, orang-orang yang mendapat nikmat dan rahmat Allah ada empat kelompok: para nabi, orang-orang yang ikhlas, para saksi, dan orang-orang yang beramal saleh.

Empat keadaan ini bisa merujuk pada satu gagasan bahwa: bagi mencapai masyarakat yang beriman, maju, dan bermakna, para nabi dan para pemimpin Ilahiah mesti membangun fondasi.

Setelah para nabi adalah para da’i yang benar lagi tulus dan para juru dakwah yang kata-katanya telah diamalkan sehingga mereka dapat meneruskan misi para nabi ke seluruh masyarakatnya.

Menyusul periode pembentukan ini dari kondisi struktural tersebut, secara alamiah beberapa individu yang berpikiran jahat, yang menghambat jalan kebenaran, mungkin muncul merintangi jalan ini. Karena itu, mesti ada beberapa orang yang menangkal dan memerangi mereka. Dalam peperangan ini,  sebagian pembela kebenaran ini diberi anugrah kesyahidan, yang darahnya akan menyirami pohon ketuhanan.

Buah dari perjuangan dan ketaatan ini akan memunculkan orang-orang saleh yang akan memurnikan masyarakat dan meliputi mereka dengan (kesucian) spiritualitas.

Oleh karena itu, dalam surah al-Fatihah (Pembuka) suci ini, kita dimotivasi untuk memohon kepada Allah secara terus menerus, sepanjang siang dan malam, sehingga kita terbimbing pada jalan empat golongan manusia yang disebutkan di atas. Dan, secara gamblang setiap saat kita mesti berupaya dengan tulus untuk meraih salah satu dari empat keadaan ini lebih daripada orang lain dalam rangka menunaikan tugas dan misi kita dengan baik.

2. Siapakah dua kelompok terakhir dalam ayat ini ?

Pemisahan dua kelompok ini dari kelompok lainnya mengisyaratkan bahwa masing-masing kelompok memiliki beberapa karakteristik khusus. Untuk jelasnya, perhatikanlah tiga tafsir berikut ini:

A. Dari pemakaian dua kata ini dalam al-Quran dapat dipahami bahwa magdhubi ’alaihim (orang-orang yang terkena murka-Nya) adalah lebih buruk daripada adh-dhallin (orang-orang yang tersesat). Dengan kata lain, ’orang-orang yang tersesat’ adalah orang-orang awam yang tidak terbimbing, sedangkan magdhutbi ’alaihim adalah orang yang tidak terbimbing yang keras kepala atau munafik. Karena alasan inilah, kutukan dan murka Allah dilontarkan kepada mereka dalam banyak tempat dalam al-Quran, misalnya:

”…namun orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka baginya murka Allah; bagi mereka azab yang besar.” (QS an-Nahl [16]:106)

Dan bahwa Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-omng musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk kepada Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dun Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka jahanam Dan itulah sejahat-jahatnya tempat kembali.” (QS al-Fath [48]:126)

Bagaimanapun, kelompok ini, yaitu ”orang-orang yang terkena murka-Nya” adalah orang-orang yang, di samping kekufuran mereka, mengambil jalan kedegilan dan permusuhan kepada Allah, dan kapan saja mereka dapat, mereka bahkan melukai para pemimpin Ilahiah dan para nabi as. Hal ini disebutkan, misalnya, dalam surah Ali ’Imran [31]:112, ”. . .Mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kehinaan‘ Yang demikian itu karena mereka menolak ayat-ayat Allah, dun membunuh para nabi tanpa alasan yang benar; Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”

B. Sebagian ahli tafsir percaya bahwa adh-dhallin (orang-orang yang tersesat) merujuk pada orang-orang Nasrani; sedangkan maghdubi ’alaihim (orang-orang yang terkena murkaNya) mengacu pada orang-orang Yahudi.

Kesimpulan ini diambil karena respon-respon khas mereka terhadap seruan Islam. Sebab, seperti yang jelas-jelas ditunjukkan oleh al-Quran dalam beberapa ayat, orang-orang Yahudi yang tersesat senantiasa menunjukkan dendam dan permusuhan khusus kepada dakwah Islam, kendatipun semula para rahib dan kaum terpelajar mereka menjadi pembawa kabar gembira tentang Islam. Namun, dengan segera mereka menjadi musuh Islam yang terkeras dan melakukan kejahatan apa saja yang mereka dapat lakukan guna menghadang kemajuan Islam dan Muslimin. Ini terjadi karena pengaruh penyimpangan pikiran, keyakinan, dan dugaan dan juga karena keuntungan finansial. (Bahkan sekarang ini, Zionisme dan orang-orang Zionis melakukan hal serupa dalam memperlakukan Islam dan Kaum Muslimin). Dengan demikian, menyamakan orang-orang inilah yang ’terkena murka-Nya’ nampaknya benar sekali.

Namun, orang-orang sesat dari kaum Nasrani, yang menghadang Islam dengan tidak begitu mendendam, namun tersesat karena salah-pandang (misperception) akan agama Ilahiah dan karena mereka menolak kebenaran, disamakan sebagai adhdhallin (orang-orang yang tersesat). Mereka percaya pada Tuhan Bapa, Anak, dan Ruhul Kudus, alih-alih berpegang pada monoteisme sejati, penyembahan kepada Allah. Inilah salah saw contoh ’ketersesatan’ dan ’penyelewengan’ terbesar.

Dalam hadis-hadis juga, maghdhubi ’alaihim ditafsirkan sebagai kaum Yahudi, sedangkan adh-dhallin adalah orang-Orang tersesat dari kaum Nasrani. Dasar penafsiran ini sama dengan penafsiran yang disebutkan di atas.

C. Mungkin juga bacaan adh-dhallin dimaksudkan kepada orang-orang yang tersesat tapi tidak menekan orang-orang selainnya untuk tersesat juga, sedangkan maghdhabi ’alaihim mengacu kepada orang-orang yang ’tersesat’ dan ’membuat orang-orang lain tersesat juga.’ Mereka mencoba keras mempengaruhi orang lain agar seperti mereka.

Acuan pada makna ini adalah ayat-ayat yang memperkenalkan orang-orang yang merintangi jalan petunjuk bagi orang lain dan disebutkan dalam al-Quran seperti ’orang-orang yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah’. Surah asy-Syura [42]: 16 mengatakan, ”Dan orang-orang yang membantang agama Allah setelah agama itu diterima, maka sia-sialah bantahan mereka di sisi Tuhan mereka. Kemurkaan Allah menimpa mereka dan bagi mereka azab yang amat keras”.

Hadis-hadis lainnya juga telah disebutkan mengenai persoalan ini, termasuk sebuah riwayat dari Amirul Mukminin Ali as. Bunyi hadis tersebut adalah sebagai berikut:

”Barangsiapa yang tidak mengimani Allah, maka ia mendapatkan murka dan ia tersesat dari jalan-Nya.”1

Dalam Ma’ani, sebuah kitab hadis, diriwayatkan dari Nabi saw yang mengatakan, ”Syi’ah (para pengikut) Ali (as) adalah orang-orang yang telah Allah berkati dengan karunia wilayah, kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib (as). Murka-Nya tidak akan menimpa mereka dan mereka tidak di atas jalan yang sesat.”2

Ya Allah! jangan jadikan kami di antara orang-orang terkena murka-Mu dan orang-orang yang tersesat tapi masukan kami di antara orang-orang mukmin sejati, para pengikut mazhab Ahlulbait (as)!

Ya Allah! Bimbinglah kami kepada jalan yang lurus dalam setiap kesempatan dan dalam segala urusan kami!

Ya Allah! Kami ucapkan terima kasih kepada-Mu atas nikmat Ilahiah ini seraya mengatakan: ”Segala puji bagi A1lah saja yang telah menjadikan kami di antara orang-orang yang berpegang teguh pada kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib dan para imam maksum lainnya (as)!”

Baca artikel sebelumnya:

Catatan kaki: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 6

  1. Tafsir ash-Shafi, jilid 1, h.74.
  2. Ma’ani al-Akhbar, h.32, hadis 8, dan tafsir Furat al-Kufi, jilid 1, h.52.
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *