Berita
Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 3
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
(3) Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
TAFSIR
Makna ar-Rahman (Maha Pengasih) dan ar-Rahim (Maha Penyayang) yang luas berikut perbedaan di antara keduanya telah dijelaskan secara panjang lebar ketika menafsirkan bismillah. Oleh sebab itu, pengulangan akan tafsir makna ini tidaklah diperlukan.
Hal yang sebaiknya ditambahkan dalam tafsir ini, berkenaan dengan ar-Rahman dan ar-Rahim, adalah kenyataan bahwa dua sifat ini merupakan sifat terpenting Allah yang diulang-ulang paling sedikit 30 kali setiap hari dalam (lima) shalat harian kita; (dua kali dalam ‘surah al-Fatihah dan sekali dalam surah yang kita baca setelahnya). Dengan demikian, kita memuji Allah enam puluh kali sebagai ”Maha Penyayang” setiap hari.
Sungguh ini merupakan sebuah pelajaran yang diajarkan kepada seluruh umat manusia lebih dari apapun sehingga mereka harus mencoba untuk memperoleh sifat ini dan mempraktikkannya dalam kehidupan dan aktivitas sehari-hari mereka. Selain itu, hal ini menunjukkan fakta bahwa jika kita merasa bahwa kita termasuk di antara hamba-hamba Allah yang benar dan taat, maka kita tidak boleh mengikuti atau meniru tingkah laku para penguasa budak yang jahat terhadap budak-budaknya ketika berurusan dengan para pembantu kita.
Sejarah perbudakan menunjukkan bahwa para tuan yang kejam biasa memperlakukan budak-budak mereka dengan cara yang amat menakutkan. Misalnya, bila seorang budak lambat dalam bekerja, maka dia akan menerima hukuman yang keras misalnya dicambuk, dirantai, dan dibelenggu, ditalikan di penggilingan batu dan dipaksa untuk membalikannya, disuruh bekerja di pertambangan, di penjara di lubang yang dalam, gelap, dan basah. Bila kesalahannya lebih besar lagi, maka ia akan digantung.
Dalam referensi sejarah perbudakan lainnya, kita mengetahui bahwa budak yang bersalah dijebloskan ke dalam kandang binatang buas. Apabila budak tersebut bisa mempertahankan hidupnya, maka ia akan dihadapkan dengan binatang buas lainnya.
Baca juga: Tafsir Surat Al-Fatihah Ayat 1
Begitulah sejarah perbudakan di dunia ini. Namun Allah, Tuhan semesta alam, menyebutkan secara berulang-ulang dalam al-Quran bahwa Dia Maha Pengampun dan Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya yang menyesali kedurhakaan-Nya kepada Dia. Misalnya dalam surah az-Zumar [39]:53, ”Katakanlah: ’ Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengasih Maha Penyayang.”
Oleh karena itu, istilah ar-Rahman (Maha Pengasih) dan ar-Rahim (Maha Penyayang) yang digunakan setelah bacaan rabbil’alamin (Tuhan semesta alam) mengacu pada makna bahwa Dia dengan kekuatan mutlak-Nya tetap Maha Penyayang kepada semua makhluk-Nya. Sifat yang Allah miliki ini menarik hamba-hamba-Nya sehingga mereka dengan senang hati mengucapkan ar-Rahman ar-Rahim (Maha Pengasih lagi Maha Penyayang).
Di bagian inilah perhatian seseorang diarahkan kepada sebuah fakta bahwa perlakuan Allah Yang Mahamulia kepada makhluk-makhluk-Nya jauh berbeda dari perlakuan para tuan kepada budak-budaknya. Khususnya selama periode perbudakan yang sangat menakutkan.
Oleh karena itu, ’iman kepada Allah’ yang dimaksud iman kepada Allah (tawhid), iman kepada hari kebangkitan (ma’ad), iman kepada kenabian (nubuwwah), iman kepada kepemimpinan setelah Nabi saw (imamah), dan iman kepada keadilan Tuhan (al-‘adl al-ilahi) adalah prinsip pertama dalam lima prinsip Islam.
Sumber: Buku Tafsir Nurul Quran, Allamah Kamal Faqih Imani. Jilid 1.