Berita
Dr. Andy Hadiyanto: Ayo Jadikan Islam sebagai Agama Peradaban dan Kebudayaan
Jakarta, Selasa (12/11) – Peringatan Maulid Nabi biasa dirayakan oleh sebagian besar kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Menurut Muslim Ahlusunah, kelahiran Nabi Muhammad jatuh pada 12 Rabiul Awal, sedang Muslim Syiah mempercayai jatuh pada 17 Rabiul Awal, kesemuanya merunut pada sejarah. Maka, karena perbedaan ini, di Republik Islam Iran yang mayoritasnya adalah Muslim Syiah menjadi momen perbedaan ini senagai pekan persatuan antara Sunni dan Syiah. Islamic Culutal Center yang ada di Jakarta setiap tahunnya selalu mengadakan peringatan Maulid ini dengan semarak.
Acara dihadiri oleh lebih dari seribu kaum muslimin muslimat, Sunni dan Syiah. Menjadi pembicara dalam acara ini adalah Dr. Andy Hadiyanto, ketua Asosiasi Dosen Agama Islam Universitas seluruh Indonesia dan Dr. Muhsin Labib Assegaf (Ketua Komisi Bimbingan dan Dakwah Dewan Syura Ahlulbait Indonesia).
Baca Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1441 H di ICC Jakarta
Dr. Andy Hadiyanto menyampaikan bahwa kita semua tentu cinta kepada Rasulullah, tentu kita ingin syafaat Rasulullah, yang menjadi pertanyaannya sudahkan kita mampu untuk meneladani, mencontoh dan menerapkan karakteristik Rasulullah di dalam kehidupan sehari-hari. Ada jarak yang begitu jauh antara kita dengan apa yang sudah dicontohkan oleh Beliau SAW. Mudah-mudahan melalui kegiatan seperti Maulid ini dan berbagai kegiatan taklim lainnya mampu membuat kita memberikan penyadaran kepada kita dan semakin pandai mencontoh kepribadian agung Rasul SAW.
Menurutnya, yang bisa membawa ilmunya Rasul dan menghidupkan ajaran Rasul ini adalah orang orang Muslimin yang adil, moderat. Mereka yang mampu membawa estafet ajaran Rasul adalah kita orang-orang yang mampu untuk mencerminkan moderasi Islam di dalam kehidupan kita ini. Dan Islam yang moderat itu tantangannya tiga, yaitu;
Pertama adalah Takhrifan gholin, ghuluw / ekstrim, yaitu yang menjadikan agama sebagai alat untuk bukan hanya merusak kemanusiaan, tetapi juga peradaban dan kebudayaan. Islam dijadikan sebagai sesuatu alat untuk memusnahkan manusia, agama bukan menjadikan alat untuk menghidupkan, tetapi malah digunakan untuk membunuh dan membinasakan kemanusiaan.
Kedua Intikhalan mubtilin, kelompok yang mereduksi Islam, agama Islam dipretelin nilai-nilainya, ajarannya sehingga ia tidak mampu berbicara di dalam konteks dunia modern seperti sekarang ini.
Ketiga Takwilun jahilin, orang-orang yang menyikapkan agama, yang mengamalkan agama tetapi sikap keagamaan mereka ini tidak berdasarkan ilmu.
Ketiga kelompok di atas adalah merupakan tantangan kita, bagaimana umat Islam ini dengan moderasi Islam mampu untuk memunculkan Islam sebagai agama peradaban, mampu memunculkan Islam sebagai agama budaya, dan kalau sudah bicara Islam sebagai agama peradaban maka ukuranya bukan nanti setelah mati, bukan nanti setelah di surga, tetapi bagaimana Islam sebagai agama peradaban itu mampu kita hadirkan di dalam kehidupan kita, Islam yang berbudaya mampu kita wujudkan dalam kontek Indonesia, dalam konteks dunia. Ketika umat Islam mampu menjadikan agama sebagai perabadan dan budaya kebudayaan ketika itu pula Islam akan dikagumi oleh umat-umat agama lainnya, dan itu yang menjadi tugas kita yang diembankan oleh Rasulullah kepada kita.
Ketika kita bicara tentang kita sebagai umat terbaik sesuai sabda Rasul yang dimunculkan dihadapan umat manusia syaratnya adalah berpengetahuan. Kalau umat Islam mau menjadi umat terbaik maka umat Islam harus menjadi penganjur berkembangnya ilmu pengetahuan. Umat Islam harus menjadi penganjur berkembangnya tradisi keilmuan, karena tanpa tradisi perkembangan ilmu pengetahuan, tanpa tradisi akademik umat islam hanya akan tinggal di puritan peradaban.
Kita umat Islam Indonesia tentunya harus bisa belajar pada apa yang terjadi di Iran. Iran memberIkan contoh bahwasanya Islam itu harus menjadi sumber peradaban dan perkemabangan iilmu pengetahuan. Iran sudah mencontohkanya, kita umat Islam di Indonesia harus mampu mencontoh itu, jangan kita habiskan energi kita hanya untuk sekedar bertengkar, hanya untuk sekedar meributkan hal-hal yang tidak penting, tapi marilah kita mulai membangun keterbukaan, mencontoh kebaikan-kebaikan yang dimiliki oleh siapa saja untuk membangun peradaban di Indonesia.