Berita
Indonesia Peringkat Pertama Pasar Keuangan Syariah Global 2019
Indonesia berhasil meraih peringkat pertama dalam Global Islamic Finance Report (GIFR) di 2019. Indonesia berhasil mencatat skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019. Skor tinggi tersebut membuat Indonesia berada di peringkat pertama dalam pasar keuangan syariah global. Tahun lalu, Indonesia berada di peringkat keenam.
GIFR merupakan laporan tahunan perbankan dan keuangan Syariah yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2010 dan telah diakui sebagai sumber intelijen pasar terotentik untuk industri keuangan syariah global. Laporan ini dipublikasikan oleh Cambridge Institute of Islamic Finance (Cambridge-IIF) dan diproduksi oleh Cambridge IFA, sebuah think thank global untuk industri perbankan dan keuangan yang berbasis di Inggris.
Tahun lalu, Indonesia berada di peringkat keenam. Indonesia berhasil mencatat skor 81,93 pada Islamic Finance Country Index (IFCI) 2019.
Pencapaian ini disampaikan oleh Humayon Dar sebagai Director General of Cambridge-IIF dalam acara peluncuran GIFR 2019 di Gedung Bappenas. Penghargaan GIFR Award 2019 diterima oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, yang juga Sekretaris Dewan Pengarah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) dan didampingi Direktur Eksekutif KNKS Ventje Rahardjo Soedigno.
Bambang Brodjonegoro mengatakan perkembangan industri keuangan syariah masih akan terus berkembang di tengah tekanan ekonomi dengan optimalisasi platform digital. Dengan mengembangkan platform e-commerce dan payment system akan mendorong pertumbuhan sektor riil halal.
“Kita harus mendorong dari platform digital, baik level unicorn ataupun startup. Nantinya akan berkembang niche di segmen konsumen halal dan pelaku UMKM. Lalu untuk besar mereka akan masuk ke pinjaman syariah. Itu ekosistem yang didorong,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Bambang menilai, selama ini penetrasi perbankan syariah tidak hanya membiayai kegiatan syariah saja, tetapi juga mendorong industri halal, dan rantai pasokan halal. Oleh sebab itu, dalam menghadapi perlambatan ekonomi global,
Hal ini mengingat, Indonesia merupakan populasi penduduk muslim terbesar di dunia. “Salah satu kekuatan menghadapi resesi adalah konsumsi rumah tangga, dan kami masih melihat pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tengah resesi masih bisa mencapai rata-rata 5%,” terangnya.
Dengan perkiraan kelas menengah 50 juta-60 juta orang, maka segmen ini dapat menopang ekonomi Indonesia dengan transaksi dan konsumsi berbasis syariah.
Dia menerangkan, nantinya perbankan syariah bisa masuk ke pembiayaan lain dan pembiayaan umum. “Meski ada perlambatan tapi perbankan syariah yang membiayai sektor riil tidak akan banyak terganggu,” katanya.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Juni 2019, total aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp499,34 triliun atau 5,95% dari total pangsa pasar keuangan syariah. Selain itu, sektor keuangan non-bank syariah yang mencakup asuransi syariah, pembiayaan syariah, dan lembaga keuangan non-bank syariah lainnya mencapai Rp102,06 triliun.
Populasi muslim Indonesia menempati porsi 13% dari total penduduk muslim global atau setara dengan 215 juta jiwa. Potensi besar ini disadari pemerintah, maka itu dibentuklah KNKS melalui Peraturan Presiden No. 91 Tahun 2016, dan dipimpin langsung oleh Presiden. Tugas KNKS adalah untuk mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Humayon Dar menambahkan, melalui berbagai langkah strategis yang dilakukan KNKS, Indonesia berhasil menciptakan ekosistem regulasi ekonomi dan keuangan syariah yang kuat. Berkembangnya ekosistem untuk perbankan dan keuangan syariah, mendorong perkembangan di sektor pariwisata halal, pengumpulan dan distribusi zakat, dan sukuk wakaf.
Menariknya, Indonesia juga menciptakan kerangka kerja peraturan terkait. Bahkan pengenalan sukuk wakaf dan pelepasan Prinsip Inti Wakaf oleh pemerintah telah membuka potensi dan peluang yang lebih besar dalam menjembatani kesenjangan pembiayaan untuk memenuhi tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Menurut Humayon Dar, laporan GIFR 2019 menemukan ada beberapa faktor yang mendorong kinerja keuangan syariah di Indonesia. Faktor pemberi dampak terbesar adalah perkembangan regulasi dan peningkatan ekosistem industri perbankan dan keuangan Syariah. Selain itu, ukungan politik yang kuat, dan potensi yang besar.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Fuad Nasar menyambut baik hasil penilaian reputasi Indonesia di bidang keuangan syariah. “Semoga memberi dampak signifikan terhadap kinerja pengurangan kemiskinan, pemerataan kesejahteraan serta pertumbuhan sektor riil di tanah air,” tutur Fuad.
Menurut Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, dalam penghargaan GIFR kali ini, peringkat Indonesia bisa naik karena besarnya pertumbuhan keuangan sosial Islam yaitu ZISWAF yang dihimpun dan dikelola di berbagai lembaga zakat dan wakaf di bawah pembinaan Kementerian Agama. Fuad Nasar mengapresiasi kinerja dan sinergi antar otoritas terkait seperti Bank Indonesia, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), BWI dan BAZNAS di semua tingkatannya.
“Semoga penghargaan tersebut semakin memacu kinerja seluruh institusi keuangan syariah di Indonesia dan peran aktif masyarakat dalam menopang pertumbuhan pasar keuangan syariah pada semua lapisan dan lini kehidupan,” ujarnya.
“Suatu saat nanti, kami mendambakan Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah terpesat, bisa masuk peringkat negara dengan indeks kebahagiaan tertinggi dalam World Happiness Report,” pungkasnya. [sindonews/kemenag/bimas isalam]