Ikuti Kami Di Medsos

Artikel

Nabi Muhammad Saw sebagai Saksi Amal Manusia

Nabi Muhammad saw mempunyai tugas besar dari Allah. Dalam surah al-Ahzab ayat 45-46, Allah Swt menyebutkan tentang tugas beliau, “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.”

Dalam ayat ini Allah Swt menyebutkan bahwa ketika Allah Swt mengutus nabi-Nya, Muhammad saw, beliau dibebani oleh Allah Swt lima tugas utama. Perihal tugas utama ini yang disebutkan dalam ayat di atas masih jarang dibahas. Sering kali pembahasan seputar Nabi Muhammad saw berkisar pada penjelasan bahwa Nabi saw punya tugas menyampaikan risalah, berupa wahyu yang diberikan oleh Allah Swt, kepada manusia.

Akan tetapi, sebenarnya itu hanya salah satu dari tugas Rasulullah saw yaitu menyampaikan risalah Allah Swt yang dalam ayat ini disebutkan dengan ‘mubasysyirann wa nadzi’ra’. Beliau punya tugas untuk menyampaikan kabar gembira bagi mereka yang taat menerima risalah dan wahyu Allah Swt iuga memberi kabar ancaman dengan neraka: bagi meteka yang menolak dan tidak mengindahkan apa iang disampaikan oleh Rasullullah saw.

Namun dalam ayat ini juga disebutkan bahwa tugas Rusulullalh Saw lainnya adalah sebagai saksi. Wahai Nabi, Kami (Allah) mengutusmu sebagai saksi. Saksi artinya seorang yang menyaksikan terhadap sesuatu dan nanti akan menjadi penguat di hadapan Allah Swt atas segala apa yang dilakukan oleh manusia.

Allamah Muhammad Husain Thabathaba’i dalam tafsirnya al-Mizan menyebutkan, “Saksi yang dimaksudkan dalam ayat ini artinya Rasullullah saw menanggung kesaksian umatnya di dunia. Dalam artian Rasulullah Saw menyaksikan segala apa yang dikerjakan oleh kita, umatnya di dunia dan nanti saksi itu atau kesaksian itu akan dilakukan oleh Rasulullah saw di hadapan pengadilan Allah.”

Tugas pertama yang diembankan oleh Allah Swt kepada nabi-Nya di dalam surah Al-Ahzab ayat 45 ini adalah bahwa Nabi Muhammad Saw sebagai saksi atas setiap perbuatan manusia. Pertanyaannya adalah: apakah beliau hanya menjadi saksi di saat beliau hidup bersama umatnya dan kemudian tidak lagi menjadi saksi setelah beliau meninggalkan dunia ini?

Dalam surah an-Nisa ayat 41, Allah juga menyampaikan hal yang senada, bahwa Rasul saw sebagai saksi atas perbuatan manusia, Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dan tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)

Dalam menjelaskan ayat ini, para mufasir menerjemahkan dan menjelaskan tentang ayat ini seperti berikut adalah bahwa setiap umat ada nabinya yang nanti akan menjadi saksi di hadapan Allah Swt atas segala apa yang dilakukan oleh seorang hamba. Selain saksi yang disebutkan, di dalam surah Yasin, tangan, kaki dan anggota tubuh kita akan menjadi saksi di hadapan Allah Swt. Selain itu, dalam ayat lainnya, para malaikat juga akan menjadi saksi atas perbuatan kita. Saksi lainnya adalah nabi dari setiap umat sesuai dengan ayat 41 surah an-Nisa di atas.

Pertanyaannya adalah: apakah Nabi itu akan menjadi saksi ketika beliau berada di tengah-tengah mereka, ketika beliau sebagai seorang nabi masih hidup di tengah-tengah mereka kemudian tidak lagi menjadi saksi setelah meninggalkan dunia ini? Sebagian di antara para mufasir menerjemahkannya demikian.

Tetapi pemahaman yang demikian dianggap lemah. Karena ayat itu juga mengatakan bahwa “Dan Kami datangkan engkau wahai Nabi atas mereka sebagai saksi.” Karena Nabi Muhammad saw dalam ayat ini juga disebutkan sebagai saksi terhadap mereka semua. Dan, mereka yang dimaksudkan adalah setiap umat, termasuk juga nabi-nabi mereka. Artinya, Rasulullah saw menjadi saksi di hadapan Allah Swt kelak-sebelum beliau dilahirkan atas segala apa yang dilakukan oleh manusia termasuk oleh para nabi sebelum beliau. Nabi juga akan menjadi saksi setelah meninggalkan dunia ini. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana seseorang yang tidak hidup bersama akan dimintai pertanggungjawaban untuk menjadi saksi di hadapan Allah Swt?

Pertanyaan ini juga sama yaitu untuk pemahaman yang pertama ketika kita katakan bahwa Nabi menjadi saksi di saat Nabi hidup bersama mereka. Tentu Nabi saw hidup bersama kaum muslimin tidak selamanya juga 24 jam. Begitu pula gerak-gerik kaum muslimin tidak selalu berada di hadapan mata suci Rasulullah saw. Sekalipun kita menerima pemahaman bahwa Nabi menjadi saksi ketika masih hidup di tengah kaum muslimin, tentu juga termasuk segala perbuatan yang dilakukan tidak di hadapan Nabi Muhammad saw. Demikian pula kalau pemahamannya adalah yang hidup semasa mereka hidup bersama para nabi di dunia, tentu juga tidak mungkin 24 jam segala sesuatunya juga berada di hadapan para nabi itu. Maka itu, sudah pasti pemahamannya lebih luas dari pada itu.

Pemahamannya adalah bahwa kalau Nabi diharuskan menjadi saksi di hadapan Allah Swt; kalau setiap nabi dalam ayat ini dijadikan saksi oleh Allah Swt kelak di hari kiamat atas setiap perbuatan manusia, maka itu mencakup yang berada di hadapannya dan juga yang tidak sedang berada di hadapannya. Dengan kata lain, pandangan Nabi kcpada perbuatan umat tidak hanya melalui pandangan mata fisik semata. Nabi yang dianggap oleh Allah Swt sebagai saksi juga akan memandang perbuatan manusia, menyaksikan perbuatan umatnya dengan mata yang lain. yakni dengan mata batin. dengan roh suci mereka.

Karena Itu. ketika Rasulullah di dalam ayatt ini (4: 41) juga dipahami bahwa beliau pun akan menjadi saksi terhadap perbuatan setiap umat. Demikian juga pada setiap nabi sebelum beliau. Artinya, tidaklah masalah kita pahami bahwa Nabi sebagai saksi sebelum beliau dilahirkan dan setelah beliau meninggalkan dunia ini. Karena kesaksian dilakukan oleh tidak sekadar mata fisik semata. Kesaksian dilakukan oleh mata batin atau roh suci Rasuluuah saw.

Kalau kita mau dalami scbenarnya segala perbuatan yang dilakukan oleh kita manusia itu pasti dilakukan oleh seluruh yang ada dalam dunia kita. Roh yang menjadikan semua anggota tubuh kita bisa berfungsi dengan sebenamya. Mata kita bisa melihat, telinga kita bisa mendengar, tangan kita bisa bergerak, kaki kita bisa bergerak. semua tidak hanya karena fisik semata. Tapi karena kita memiliki dimensi lain. Kita memiliki sesuatu yang lain selain fisik kita, itulah yang kita scbut dengan roh.

Contoh sebagai bukti bahwa roh yang menjadikan mata, telinga, tangan dan kaki kita berfungsi yaitu ketika kita sedang tidur ataupun ketika manusia telah mati. Ketika manusia sedang tidur, dalam ayat Alquran disebutkan rohnya dipisahkan sementara oleh Allah Swt dari tubuhnya. Karena itulah, pada saat manusia sedang tidur, mata mereka tidak berfungsi, pendengarannya tidak berfungsi. tangan dan kakinya tidak lagi berfungsi untuk melakukan aktivitas karena saat itu roh tidak bersamanya. Begitu juga ketika manusia sudah mati, sudah dalam kondisi kaku dan sudah terpisah darinya roh secara total, maka pasti dia tidak bisa untuk melakukan apa pun. Mata, telinga, kaki, tangan dan semua anggota tubuhnya tidak berfungsi.

Jadi, segala apa yang kita lakukan di dunia saat kita hidup adalah karena roh kita. Walaupun juga dibantu oleh anggota tubuh kita, anggota tubuh kita semata tidak mampu melakukan segala sesuatu kecuali dibantu oleh toh. Sebaliknya, ketika kita telah meninggalkan alam ini, rohnya telah terpisah dari badannya. Pertanyaannya sekarang adalah apakah roh memungkinkan untuk melihat, mendengar, melakukan sesuatu tanpa badan? Jawabannya adalah ya. Roh mampu melakukan penglihatan, pendengaran, segala aktivitas yang dilakukan tangan dan badan.

Apalagi roh-roh mulia, yang hidupnya telah diisi dengan segala ketaatan kcpada Allah Swt, hidupnya diisi dengan makanan-makanan sehat rohani sehingga menyebabkan rohnya menjadi kuat, rohnya berada di tempat yang sangat tinggi. Roh itu kemudian mampu melakukan segala sesuatu tanpa ada bantuan badan. Maka itu, roh seperti roh suci Rasulullah saw sangat mampu mengemban tugas Allah Swt sebagai nabi yang diembankan kepada beliau yakni sebagai saksi terhadap apa yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, pemahaman ayat yang tadi kita baca, tugas pertama Rasullullah saw, sebagaimana disebutkan dalam surah al-Ahzab ayat 45 bahwa beliau sebagai saksi terhadap segala apa yang dilakukan oleh kita manusia. Kelak di hari kiamat Rasul akan menjadi saksi di hadapan Allah.

Pada surah an-Nisa ayat 42, Allah Swt menceritakan tentang apa yang akan terjadi kelak di hari kiamat. Pada hari itu, karena Rasul menjadi saksi di hadapan Allah, kita tidak mungkin lagi mengelak bahwa dirinya tidak melakukan apa yang disaksikan oleh Rasulullah saw selain saksi-sakai lainnya. Saat itu orang-orang yang mengingkari Allah dan Rasulullah akan mengatakan, ‘Andaikan bumi diratakan oleh Allah dan aku tidak pernah diciptakan, tidak pernah terjadi sesuatu daripada harus menghadapi pcngadilan yang sangat ketat seperti hari itu, suatu pengadilan di hadapan Allah, yang setiap perbuatan kita dipertanggungjawabkan di sisi Allah dan disaksikan oleh Rasulullah saw. Firman-Nya, Di hari itu orang-orang kafir dan orang-orang yang mendurhakai rasul, ingin supaya mereka disamaratakan dengan tanah, dan mereka tidak dapat menyembunyikan (dari Allah) sesuatu kejadianpun (4:42)

Karena itu, di antara pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat bahwa Rasulullah saw sebagai saksi atas segala perbuatan kita adalah bahwa kita harus menyadari untuk selalu waspada terhadap apa yang kita lakukan dalam keseharian kita. Tidak boleh kita melakukan seenaknya, karena setiap perbuatan yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah dan saksinya bukan main-main, saksinya adalah Rasulullah saw.

Dengan demikian, setiap gerak-gerik, tutur kata, tindakan tangan, langkah kaki dan segala perbuatan kita yang lain, harus kita sadari sebelum kita akan melakukannya. Karena semua itu akan dimintai pertanggungjawaban dan saksinya adalah Rasulullah saw. Kalau kita menyadari hal itu, tentu kita tidak akan melakukan segala pelanggaran kepada Allah Swt.

Di zaman kita saat ini, kita perlu menjaga lidah, tutur kata, juga gerakan tangan kita. Mungkin banyak di antara kita yang sudah mampu menjaga lidahnya, tidak berbicara dengan seenaknya, tidak menyampaikan sesuatu dengan mulutnya dengan seenaknya tanpa diperhitungkan, tanpa menjaga norma-norma agama. Akan tetapi, mungkin dengan dunia gadget (gawai) saat ini kadang-kadang tangan kita tidak bisa kita jaga. Dengan tangan, kita sering menyampaikan hal-hal yang tidak pantas untuk kita sampaikan. Kadang-kadang dengan tangan kita, kita sampaikan segala hal yang mungkin palsu, tidak benar, bohong atau provokasi ataupun hal-hal yang kemudian di dalamnya ada kemurkaan Allah Swt dan Rasulullah saw. Itu semua harus kita sadari bahwa kelak Rasulullah saw akan menjadi saksi kita.

Hal lain yang patut menjadi pelajaran kita adalah bahwa setiap perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan, selain itu disaksikan oleh Rasulullah saw, juga akan membuat beliau sedih. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa setiap hari Senin atau Kamis, segala perbuatan kita umat manusia disampaikan kepada Rasulullah saw. Artinya, mungkin lebih detail di hadapan Rasulullah saw dan dikatakan dalam hadis itu bahwa “Aku akan bersedih ketika umatku melakukan berbagai pelanggaran kepada Allah Swt”. Hal ini patut menjadi catatan bahwa setiap dosa kita bukan hanya akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan tersebut tetapi ingat juga bahwa pada saat yang sama kita sedang membuat sedih hati Rasulullah saw. Tentunya, itu akan mengganggu Rasulullah saw. Terkait dengan ini, di ayat lain disebutkan bahwa Allah akan melaknat dan menjauhkan rahmat-Nya dari mereka yang menyakiti hati Rasulullah saw. Lihat misalnya, ayat 57 surah al-Ahzab, “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.”

Mudah-mudahan kita semua hari demi hari akan selalu bertambah ilmu kita sehingga kita mampu mengamalkan segala ketaatan kepada Allah dan bertambah kesadaran kita. Demikian juga kita mampu menjauhi segala larangan Allah sehingga kelak kita tidak akan mempermalukan Rasulullah saw dan juga tidak dipermalukan di hadapan Rasulullah saw.

*Naskah ini merupakan Khotbah Jumat Ustaz Abdullah Beik di ICC, Jakarta

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *