Berita
Kementrian Agama Luncurkan Buku Moderasi Beragama
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merilis Buku Moderasi Beragama di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama pada selasa, 08/10/19. Hadir, para tokoh agama, perwakilan kementerian/lembaga, dan ormas keagamaan.
Menurut Menag, buku Moderasi Beragama ini mengandung tiga hal. Pertama, menjawab apa itu Moderasi Beragama. Kedua, menjelaskan pengalaman empirik bangsa Indonesia dalam melaksanakan prinsip Moderasi Beragama. Ketiga, menjelaskan bagaimana strategi penguatan sekaligus implementasi Moderasi Beragama.
“Moderasi Beragama itu bukanlah Moderasi Agama. Moderat dalam hal ini adalah lawan dari ektrem. Moderat itu mengandung prinsip keseimbangan dan keadilan dengan tujuan agar tidak terjerumus pada ekstrimitas. Moderasi Beragama tidak cukup dilakukan oleh Kementerian Agama namun harus menjadi gerakan semua kita,” tutur Menag.
“Penguatan moderasi beragama ini, dijelaskan Menag, dilakukan dengan tiga strategi utama. Pertama, sosialisasi gagasan, pengetahuan, dan pemahaman tentang moderasi beragama kepada seluruh lapisan masyarakat. Kedua, pelembagaan moderasi beragama ke dalam program dan kebijakan yang mengikat. Dan ketiga, integrasi rumusan moderasi beragama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,” tandas Menag.
Tolok Ukur
Menurut Menag, ada tiga hal yang menjadi tolok ukur moderasi beragama. Pertama, kembali pada inti pokok ajaran agama, yaitu nilai kemanusiaan. Setiap agama, inti pokok ajarannya mengajak untuk menghargai dan melindungi harkat dan martabat kemanusiaan. “Bila ada ajaran agama yang bertolak belakang dengan inti ajaran pokok agama maka ini sudah berlebihan dan ekstrem.”
Kedua, kesepakatan bersama. Manusia tetaplah memiliki keterbatasan. Itulah mengapa Tuhan menghadirkan keragaman, agar antara satu dengan yang lain saling menyempurnakan. Keragaman adalah kehendak Tuhan. Manusia yang beragam membutuhkan kesepakatan. Dalam ajaran Islam yang dikenal dengan ikatan yang begitu kokoh. “Inti pokok ajaran agama bagaimana setiap kita tunduk dan taat terhadap kesepakatan bersama.
Ketiga, ketertiban umum. Inti pokok ajaran agama, bagaimana manusia yang beragam latar belakang, bisa hidup bersama secara tertib. “Tujuan agama dihadirkan agar tercipta ketertiban umum di tengah kehidupan bersama yang beragam.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga menyatakan Buku Moderasi Beragama tidak ditujukan untuk umat beragama tertentu, melainkan bagi seluruh umat beragama, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.
“Karena ketika kita hidup di tengah globalisasi. Kita tidak bisa lagi berbicara tentang konteks Indonesia semata, tapi konteks dunia. Dan tidak hanya bicara agama Islam saja melainkan seluruh agama yang ada,” ujarnya.
Menurut Menag, buku Moderasi beragama itu menjelaskan tentang apa Moderasi Beragama, mengapa harus memiliki cara pandang perspektif yang moderat dalam beragama, dan lalu kemudian bagaimana implementasi dari moderasi beragama. Di tengah kehidupan yang semakin kompleks, tafsir terhadap nilai agama itu semakin beragam. Hal ini menuntut umat beragama, lebih rendah hati dalam menyikapi keragaman. Sebab, keragaman adalah kehendak Tuhan.
“Maka yang dituntut dari kita bukan untuk menyeragamkan semua yang berbeda tapi adalah kearifan kita untuk bagaimana keragaman itu kita dapatkan hikmah di baliknya. Buku ini sebenarnya dalam rangka mewujudkan semua itu,” ujarnya.
Fakta lainnya, tambah Menag, ada orang yang sedemikian rupa dan sangat fanatik dalam beragama tapi tidak didukung dengan wawasan ilmu kegamaan yang cukup. Sehingga ketika dia melihat adanya perbedaan pada pihak lain, lalu dengan cepat dan mudah menyalahkan pihak yang tidak sama bahkan mengkafirkan yang berujung pada konflik dan sengketa.
“Hal-hal seperti inilah yang mesti kita antisipasi sehingga cara kita beragama itu harus penuh kearifan dan moderat,” tutup Menag. [Bimas Islam Kemenag]