Artikel
Kebangkitan Imam Husain as dari Dimensi Logis dan Spiritual
Kebangkitan Imam Husain as sedemikian komprehensif sehingga dapat ditafsirkan dan dianalisa dengan berbagai metode. Oleh sebab itu, sepanjang sejarah, para sejarawan, teolog, fuqaha, ilmuwan, seniman, manusia-manusia arif, penyair, politisi dan mereka yang memiliki jiwa bebas, masing-masing memiliki analisa dan pemahaman tersendiri dari kebangkitan Imam Husain as. Meski demikian laporan dan analisa historis terkadang mengalami penyimpangan atau penyembunyian fakta. Penting untuk diperhatikan bahwa analisa dari satu dimensinya seperti hanya terfokus pada dimensi logis, emosional dan afeksi, historis, sosial atau kearifan saja, tanpa mempertimbangkan sisi lain dalam kebangkitan Imam Husain as, akan mengesampingkan berbagai dimensi penting lain. Salah satu yang perlu direnungkan terkait kebangkitan Imam Husain as adalah penyejajaran dimensi logis di samping dimensi spiritualnya.
Dalam budaya dan ajaran Islam serta dalam sirah Rasulullah Saw dan Ahlulbait as, akal, logika, perjuangan, jihad, cinta dan spiritualitas, bukan hanya tidak saling bertentangan, melainkan sebagai pelengkap masing-masing elemen. Karena berasal dari satu sumber dan berdasarkan pada nilai-nilai dan ideologi. Oleh karena itu, dalam gerakan Imam Husain as, dimensi spiritualitas dan perjuangan tertinggi itu dibarengi dengan kesadaran, pengetahuan dan wawasan. Dalam perilaku dan ungkapan Imam Husain as serta para sahabat beliau, disaksikan manifestasi tertinggi penghambaan dan ketertundukan di hadapan Haq, serta keberanian dan perjuangan paling herois dalam memerangi kebatilan. Disaksikan pula, manifestasi cinta, semangat, penyerahan diri, dan hidayah, yang masing-masing pada tingkat yang sangat tinggi pula.
Imam Husain as dengan mempertimbangkan kondisi budaya, politik dan sosial kala itu, beliau menyadari betapa masyarakat Islam secara gradual bergerak menuju ke arah kematian agama dan nilai-nilai islami. Beliau memahami bahwa masyarakat memerlukan sebuah gerakan fundamental dan mendalam untuk menghidupkan kembali Islam dan meng-islah masyarakat Muslim. Sebuah gerakan yang berdasarkan pada logika dan rasionalitas di satu sisi, dan berasaskan pada pengorbanan di sisi lain.
Apa yang memulai kebangkitan ini adalah, ancaman yang dihadapi Islam dan kepentingan umat Islam. Imam Husein as, tidak menerima kekuasaan seorang yang tidak layak seperti Yazid, serta menolak berbaiat dengannya. Oleh karena itu, dengan kondisi sulit akibat paksaan dari Yazid untuk mendapat baiat dari Imam Husain as, beliau terpaksa meninggalkan Madinah. Tekad Imam Husain as sedemikian bulat sehingga ketika mendapat tawaran dari saudaranya, Muhammad bin Hanifah untuk berlindung di Yaman, beliau berkata, “Wahai saudaraku! Demi Allah! Jika aku tidak punya tempat lagi di dunia ini, tidak ada lagi tempat berlindung dan tempat yang aman di dunia ini, aku tidak akan berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah!”
Oleh karena itu, Imam Husain as bergerak menuju Mekkah, rumah Allah Swt yang aman dan menjelaskan kepada masyarakat tentang kondisi dan situasi masa kepada mereka. Pada hari Arafah, beliau memanjatkan doa arif dan penuh cintanya kepada Allah Swt dan kemudian bergerak menuju Kufah meninggalkan manasik hajinya yang belum tuntas. Di dekat Kufah, Hur dan pasukannya menghadang jalan Imam Husain as dan sahabat beliau. Akhirnya rombongan Imam Husain as terpaksa menempuh jalur lain melintasi padang Karbala.
Di bumi itulah Imam Husain as dikepung oleh musuh. Dalam kondisi sulit dan krisis, keputusan apa yang harus diambil beliau? Menyerah dan berdamai? Tidak mungkin, karena bertentangan dengan tujuan kebangkitan dan gerakan beliau. Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah perlawanan dan perjuangan dibarengi dengan penyampaian hidayah dan penjelasan.
Dalam perjalanan dari Mekkah menuju Kufah dan Karbala, Imam Husain as yang mengetahui seluruh aspek kondisi dan situasi pada masa itu berkata, “Apakah kalian tidak menyaksikan kebenaran tidak diamalkan dan kebatilan tidak dicegah? Sunnah-sunnah telah mati dan bid’ah telah dihidupkan kembali.” Beliau mengemukakan itu untuk menjelaskan penyimpangan pemikiran, akhlak, berbagai kekeliruan, ketergelinciran masyarakat dan kelalaian dari menjaga elemen penting yang menjaga agama tetap hidup yaitu amr makruf dan nahi munkar. Beliau menyebut kebangkitan beliau sebagai gerakan islah dan memperkenalkan dirinya sebagai “muslih”, yang berarti pengislah. Sebagaimana dalam surat wasiat kepada saudaranya Muhammad bin Hanifah, Imam Husain as menyatakan, “Aku bangkit untuk mengislah umat kakekku.”
Dalam menjelaskan filsafat kebangkitannya, Imam Husain as menyebutkan islah umat dan pembangkitan sirah Rasulullah Saw. Artinya beliau ingin menyadarkan umat Islam bahwa mereka sedang menjauh dari sunnah Rasulullah Saw. Imam Husain as menyadari dengan baik bahwa penyimpangan tersebut mengancam tegaknya pilar-pilar Islam dan jika dibiarkan berlanjut, maka banyak maarif agama yang akan termarginalkan dan pada akhirnya Islam hanya akan menjadi lapisan lahiriyah masyarakat.
Dalam kondisi mengenaskan seperti itu, apa yang dapat membebaskan agama dari cengkeraman para penguasa zalim? Melihat pada kondisi yang ada, Imam Husain as mengambil keputusan sangat logis dan rasional untuk menyadarkan masyarakat. Karena bukan hanya masalah-masalah ideologi dan spiritual saja yang harus diluruskan kembali, melainkan masalah-masalah sosial dan politik masyarakat Islam saat itu. Maka untuk membebaskan agama dari masalah besar ini, pertama adalah tidak diakuinya pemerintahan Yazid dan kedua, penebusan dari penentangan terhadap rezim zalim Yazid.
Imam Husain as dengan menggunakan prinsip-prinsip yang benar beliau menjelaskan sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh imam yang adil, serta mengecam perilaku-perilaku tidak adil para penguasa zalim. Pada tahap awal, beliau menjelaskannya dengan teori logis agama Islam dengan mengutip ucapan Rasulullah Saw dan mengatakan, “Barang siapa yang melihat penguasa zalim yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah Swt, dan dia berdiam diri, maka Allah Swt akan menempatkannya di sisi penguasa zalim itu.”
Keluarnya Imam Husain as dari Mekkah menuju Kufah juga menjadi peristiwa yang sangat menggemparkan. Tidak menuntaskan seluruh manasik haji di Mekkah, menimbulkan gelombang informasi luas di tengah masyarakat. Di satu sisi, Imam Husein as ingin menyedot perhatian umat Islam dan menginformasikan kepada para hujjaj tentang kebangkitan Imam Husein as untuk disampaikan ketika mereka pulang ke negara mereka. Dan di sisi lain, beliau ingin menekankan betapa pentingnya tujuan yang tengah diperjuangkan beliau.
Jika diperhatikan dari penjelasan Imam Husain as dan surat-surat beliau serta pertemuan beliau dengan para pemimpin kabilah di Mekkah, akan kita dapati bahwa gerakan Imam Husein as merupakan hasil dari analisa tingkat tinggi tentang kondisi dan situasi masyarakat Islam kala itu. Mengingat penyimpangan di sektor pemikiran agama merupakan masalah terbesar di masa itu, maka Imam Husein as menggunakan semua kesempatan untuk menjelaskan konsep-konsep hakiki agama dan memaparkan posisi seorang pemimpin dalam masyarakat. []