Berita
Kepeloporan Syiah dalam Ilmu Nahwu
Ketahuilah, bahwasanya orang pertama yang menciptakan, mengembangkan ilmu ini dan mendiktekan rumus-rumus dan kaidah-kaidahnya ialah Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib as. Kesepakatan bulat atas fakta ini dibawakan oleh Kamaluddin Ali ibn Yusuf Al-Qifthi dalam kitabnya; Ta’rikh An-Nuhat dan Al-Marzabani dalam al-Muqtabas.
Ibnu Juney dalam al-Khashoish, bab Shidqun Naqlah mengatakan: “Pertama yang perlu diketahui ialah bahwa Amiril Mukminin Ali as adalah peletak, perumus, pengembang dan pengurai pertama ilmu Nahwu.”
Begitu juga, Abdul Hamid ibn Abil Hadid mengatakan: “Hal ini telah diakui oleh semua orang.”
Saya katakan bahwa semua pakar Nahwu bahkan telah menisbahkan kenyataan ini secara langsung tanpa melalui sanad. Dalam kitab Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, saya telah mencantumkan semua kesaksian mereka yang menegaskan kebenaran klaim atas kesepakatan bulat tersebut.
Maka itu, jelaslah kelemahan pendapat yang mengklaim bahwa orang pertama yang meletakkan ilmu Nahwu ialah Abudurrahman ibn Hurmuz, sebab Abdurrahman ini belajar Nahwu pada Abul Aswad Ad-Duali atau―menurut sebagian ahli― pada Maimun Al-Aqran yang pada gilirannya ia pun belajar pada Abul Aswad. Karena, semua riwayat mengenai hal ini berakhir pada Abul Aswad yang ia sendiri menimba ilmu ini pada Ali ibn Ali Thalib as.
Masih di dalam Ta’sisusy Syi’ah li Fununil Islam, saya telah membawakan riwayat Abul Aswad berkenaan dengan
fakta ini dari pelbagai jalur yang mutawatir, sebagaimana Anda akan menyimak sebagiannya pada lembaran-lembaran berikut ini.
Sedangkan tentang orang pertama yang menyusun orang ilmu Nahwu ialah Abul Aswad Ad-Duali atau Ad-Dili; bernisbah kepada Ad-Dual atau Ad-Dil ibn Bakar ibn Abdi Manaf ibn Kinanah. Abu Ali Al-Ghiyaie dalam kitab Al-Qori’e berkata: “Al-Ashma’ie, Sibaweih, Al-Akhfasy, Ibnu Sikkit, Abu Hatim, Al-‘Adawi dan yang lain pengatakan bahwa kepanjangan Abul Aswad adalah Ad-Duili, namun dibaca fathah menjadi Ad-Duali lantaran nama keluarga, sebagaimana nama An-Namari yang huruf mim-nya dibaca fathah juga nama As-Sulami yang huruf lam-nya
juga dibaca fathah.”
Al-Ashma’ie berkata: “Nama itu pernah dibaca kasrah (menjadi Ad-Dili) oleh Isa ibn ‘Amr dalam ilmu Nasab lantaran sesuai dengan asal katanya.” Ini juga dinukil oleh Munus dan selainnya dan mengatakan bahwa penyesuaian nama tersebut dengan asal katanya adalah fenomena yang tidak lumrah (syadzdz) dalam penyesuaian.
Abu Ali berkata: “Al-Kisa’ie, Abu Ubaidah, Muhammad ibn Habib meyakini bahwa Abul Aswad bernisbah kepada Ad-Dil. Nama aslinya ialah Dzalim ibn Dzalim atau Dzulaim ibn Dzulaim.
Ada yang mengatakan, ‘Amr ibn Utsman ibn ‘Amr. Ada yang mengatakan, Dzalim ibn Umar ibn Dzalim, dan ada pula yang mengatakan, Ibnu Sufyan ibn “Amr ibn Khulais ibn Nafaah ibn ‘Adiy ibn Ad-Duil ibn Bakar ibn Kinanah.”
Namun, yang lebih tepat ialah Duali lantaran nisbahnya kepada Duil dan berubah menjadi Dual karena konsekuensi perubahan pada teknik penisbahan sebuah nama sebagai nama marga.
Dan menurut pendapat orang banyak yang paling masyhur, nama Asli Abul Aswad Ad-Duali ialah Dzalim ibn ‘Amr Ad-Duali yang bernisbah kepada Ad-Dual ibn Bakar ibn Abdi Manaf ibn Kinanah; salah seorang tokoh tabi’in dan sahabat setia Imam Ali ibn Abi Thalib as.
Abu Thayyib Abdul Wahid ibn Ali, seorang ahli bahasa Arab yang wafat pada 351 H., di dalam kitabnya Maratibun Nahwiyyin mengatakan: “Sesungguhnya orang pertama yang merumuskan Nahwu ialah Abul Aswad Ad-Duali, di mana ia sendiri telah mempelajarinya dari Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib”
Begitu pula, Ibnu Qutaibah di dalam Al-Ma’arif mengatakan: “Nama lengkap Abul Aswad Ad-Duali adalah Dzalim ibn ‘Amr ibn Jandal ibn Sufyan ibn Kinanah. Ibunya berasal dari Bani Abduddar ibn Qushoy. Ia adalah seorang yang
cerdas, tegas dan bakhil. Ia juga orang pertama yang meletakkan tata bahasa Arab, dan termasuk penyair kelas atas.
Dalam kitab Asy-Syi’r wasy Syu’ara’, Abul Aswad digolongkan dalam jajaran para penyair, tabi’in, ahli hadis, bakhil, lumpuh, pincang. Ia seorang ahli Nahwu, karena dia orang pertama yang mengarang kitab tentang Nahwu pasca Ali ibn Abi Thalib as. Ia menjadi pembantu Ibnu Abbas di Basrah dan wafat di sana dalam usianya yang begitu lanjut.”
Baca Para Tokoh Ilmu Hadis & Penyusun Kitab Induk yang menjadi Rujukan Hukum Bagi Muslim Syiah
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah sekaitan dengan riwayat hidup Abul Aswad mengatakan: “Abu Ali Al-Qoli berkata bahwasanya Abu Ishaq Az-Zujaj berkata bahwa Abul Abbas Al-Mubarrad berkata, bahwa dialah orang pertama yang meletakkan sastra dan tata bahasa Arab, dia pula yang meletakkan titik-titik pada huruf-huruf Alquran.
Tatkala Abul Aswad ditanya orang tentang guru yang mengajarinya metode tersebut, ia mengatakan: ‘Aku telah menerimanya dari Ali ibn Abi Thalib a.s.’
Abu Ali Al-Qoli melanjutkan: ‘dan ‘Amr ibn Syubbah dengan sanadnya meriwayatkan dari ‘Ashim ibn Bahdalah, bahwa peletak pertama Nahwu ialah Abul Aswad.’”
Dan dinukil dari Al-Jahidz bahwa ia mengatakan bahwa Abul Aswad termasuk golongan Tabi’in, fuqoha, ahli hadis, penyair terpandang, pandai menunggang kuda, cerdik, ahli Nahwu, tangkas menjawab, penganut mazhab Syiah.
Demikian ini juga dituturkan oleh Al-Jahidz Abul Faraj dalam Al-Aghani dan As-Suyuthi di dalam Bughyatul Wu’at.
Ar-Raghib di dalam Al-Muhadharat dalam rangka membahas ihwal Abul Aswad mengatakan: “Dialah orang pertama yang meletakkan titik-titik pada huruf-huruf Alquran dan merumuskan kaidah-kaidah dasar ilmu Nahwu di bawah asuhan Ali ibn Abi Thalib. Ia juga termasuk lelaki yang tajam pendapat dan pikirannya. Abul Aswad adalah seorang Syiah, penyair, tangkas menjawab, perawi tsiqoh dalam hadis…”
Al-Yafi’ie dalam Miratul Jinan berkata: “Dzalim ibn ‘Amr Abul Aswad Al-Bashri adalah salah satu tokoh terkemuka tabi’in dan sahabat Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib as. Ia turut terjun bersama beliau dalam perang Shiffin. Ia salah seorang yang sempurna pandangan dan akalnya. Dia pula yang pertama kali menyusun ilmu Nahwu di bawah arahan Ali as.”
Imam Baihaqi dalam Al-Mahasin wal Masawi mengatakan: “Yunus ibn Habib, seorang pakar Nahwu berkata: ‘Orang pertama yang merumuskan tata bahasa Arab dan menyusun bab-babnya serta menerangkan metodologinya ialah Abul Aswad Ad-Duali. Nama lengkapnya ialah Dzalim ibn ‘Amr.”
Abul Barakat Abdurrahman ibn Muhammad Anbari di pembukaan kitab Nazhatul Auliya’ menulis: “Abu Ubaidah Mu’ammar ibn Al-Mutsanna’ dan tokoh lainnya mengatakan bahwa Abul Aswad Ad-Duali telah belajar Nahwu pada Ali ibn Abi Thalib as.”
Abu Hatim As-Sarastani mengatakan bahwa Abul Aswad lahir di jaman jahiliyah dan belajar Nahwu pada Ali ibn Abi Thalib as. Sementara itu Abu Salamah Musa ibn Ismail meriwayatkan dari ayahnya bahwa Abul Aswad adalah orang pertama yang meletakkan ilmu Nahwu di Basrah.
Lalu Ibnu Anbari mengatakan bahwa orang pertama yang meletakkan tata bahasa Arab, merumuskan kaidah-kaidah dan mendefinisikan tema-tema ialah Amiril Mukminin Ali ibn Abi Thalib as, adapun Abul Aswad belajar dari beliau.
Di dalam Al-Khoshoish pada bab Shidqun Naqlah, Ibnu Juney berkata: “Hal pertama yang perlu dikatahui ialah bahwa Ali ibn Abi Thalib adalah peletak, perumus, pengembang dan pengurai pertama ilmu Nahwu, kemudian diikuti oleh Ibnu Abbas. Adapun Ali as sendiri mengajarkan ilmu tersebut kepada Abul Aswad.”
Dan Abu Hilal Hasan ibn Abdullah Al-‘Askari dalam Al-Awail mengatakan bahwa orang pertama yang meletakkan ilmu Nahwu ialah Ali ibn Abi Thalib as, sebagaimana yang dibawakan oleh Az-Zujaji dalam Al-Amali dari Al-Mubarrad.
Abu Ubaidah mengatakan: “Peletak pertama tata bahasa Arab ialah Abul Aswad lalu Maimun Al-Aqran lalu ‘Anbasah Al-Fil lalu Abdullah ibn Ishaq.” Saya tegaskan bahwa urutan ini tentu setelah Abul Aswad mempelajari ilmu itu dari Ali as, sebagaimana kesaksian Abu Ubaidah sendiri atas hal tersebut. Ini juga dikuatkan oleh nukilan Ibnu Anbari dari Abu Ubaidah.
Ibnu Abil Hadid dalam Syarah Nahjul Balaghah berkata: “Ali ibn Abi Thalib as adalah pencipta Nahwu lalu mendiktekan kaidah-kaidah dan rumus-rumusnya kepada Abul Aswad.” Begitu juga, Abul Fadhl ibn Abul Ghanaim dalam Syarah Al-Mufashshal berkata: “Telah diriwayatkan bahwa Abul Aswad belajar Nahwu pada Ali as. Beliau menyuruhnya untuk meletakkannya dalam ilmu Kalam.”
Abdul Qodir Al-Baghdadi dalam Khazanatul Adab pada saat membahas Abul Aswad mengatakan: “Dia peletak ilmu Nahwu berkat pengajaran Imam Ali a.s.” Hal senada juga disampaikan oleh Ad-Dumairi di dalam Hayatul Hayawan fi Dual, bahwa dialah orang pertama yang meletakkan ilmu Nahwu di bawah arahan Imam Ali ibn Abi Thalib as.
Ibnu Nadim dalam Al-Fehrest mengatakan: “Abu Ja’far ibn Rustam Ath-Thabari berkata: ‘Ilmu Nahwu itu disebut nahwu karena Abul Aswad Ad-Duali menyatakan kepada Ali a.s. bahwa ia telah menerima beberapa kaidah Nahwu lalu berkata: ‘Lalu aku memohon izin kepada beliau agar aku merumuskan nahw (semacam) apa yang telah beliau letakkan’. Oleh karena itu, rumusan Abul Aswad dinamai Nahwu.’”
Ibnu Nadim berkata: “Saya telah menemukan data yang menunjukkan bahwa ilmu Nahwu berasal dari Abul Aswad. Pada mulanya, ilmu ini tersusun dalam empat lembaran buatan Cina. Di dalamnya terdapat tema ‘Tentang Fa’il dan Maf’ul’ dari Abul Aswad dengan tulisan tangan Yahya ibn Ya’mur, dan di bawah tulisan itu terdapat tulisan tangan yang tampak tua dari Nadhr ibn Syumail.”
Baca Kepeloporan Syiah dalam Ilmu-ilmu Alquran: Pengarang Pertama Kitab Tafsir (1)
Ibnu Khalkan dan Ibnu Al-Anbari menuturkan dari Abu Harb ibn Abul Aswad Ad-Duali, bahwa bab pertama yang disusun ayahku adalah bab ‘Ta’ajjub’. Ibnu Al-Anbari berkata: “Abu Harb telah menulis kitab Al-Mukhtashar yang dinis-bahkan kepada Abul Aswad setelah ia meletakkan titik-titik pada huruf Arab di masa Ziyad”. Ibnu Al-Anbari dalam An-Nuzh menambahkan: “Peletak pertama ilmu Nahwu ialah Ali ibn Abi Thalib as, sebab semua riwayat yang datang berakhir pada Abul Aswad yang ia sendiri menisbatkan ilmu tersebut kepada Ali as.”
Ibnu Al-Anbari membawakan sebuah riwayat dari Abul Aswad, bahwa ia ditanya: “Dari siapakah engkau menerima ilmu Nahwu?” Ia menjawab: “Aku telah menerima kaidah-kaidahnya dari Ali bin Abi Thalib a.s.”
Imam Fakhrurrazi dalam Manaqib Asy-Syafi’ie berkata: “Al-Khalil ibn Ahmad telah belajar pada Isa ibn Umar yang belajar pada Abu ‘Amr ibn Al-‘Ala’ yang belajar pada Abdu-llah ibn Ishaq Al-Hadhrami yang belajar pada Abu Abdillah Maimun Al-Aqran yang belajar pada ‘Anbasah Al-Fil yang ia sendiri belajar pada Abul Aswad Ad-Duali yang akhirnya ia belajar pada Ali ibn Abi Thalib as.”
Rasyiduddun ibn Syahrasyub Al-Mazandarani dalam kitab Al-Manaqib mengatakan bahwa Al-Khalil ibn Ahmad meriwayatkan ilmu Nahwu dari Isa ibn ‘Amr Ats-Tsaqofi yang belajar pada Abdullah ibn Ishaq Al-Hadhrami yang belajar pada tokoh besar Nahwu Abu ‘Amr Al-‘Ala’ yang belajar pada Maimun Al-Aqran yang belajar pada ‘Anbasah Al-Fil yang belajar pada Abul Aswad yang akhirnya ia belajar pada Imam Ali as. Hal serupa juga ditegaskan Al-Azhari dalam Tahdzibul Lughah, Ibnu Mukarram dalam Lisanul Arab, Ibnu Sayyidah dalam Al-Muhkam, Ibnu Khalkan dalam Al-Wafiyyat, begitu juga sekelompok tokoh Nahwu lainnya.
Al-Kaf’ami, salah seorang ulama besar Syiah Imamiyah, di dalam Mukhtashor Nuzhatu Ibn Anbari mengatakan: “Abul Aswad Ad-Duali adalah peletak pertama tata bahasa Arab. Ia mempelajari ilmu ini pada Ali as.”
Saya katakan bahwa data-data di atas ini cukup memadai bagi siapa saya yang berminat melakukan pemeriksaan fakta yang sesungguhnya.
Dan saya menambahkan di sini, bahwa Ibnu Faris dalam Ash-Shohibi yang dikenal pula dengan judul Fiqhul Lughah mengatakan: “Jika seseorang mengklaim bahwa telah dinukil secara mutawatir bahwa Abul Aswad adalah orang pertama yang meletakkan tata bahasa Arab, dan bahwa Al-Khalil adalah orang pertama yang membahas ilmu ‘Arudh, maka dapat dikatakan kepadanya bahwa kita tidakmengingkari semua ini, hanya saja kedua ilmu ini telah ada sejak dahulu, namun dengan berlalunya masa menjadi langka dan asing di tengah masyarakat Arab sampai kemudian muncul dua tokoh tersebut dan bekerja dalam memperbaharui dua ilmu itu.”
Baca Kepeloporan Syi’ah dalam llmu Ushul Fiqih
Saya katakan bahwa secara dzahir, pendapat ini tak beda dengan ucapan orang Afrika. Jelas bahwa Arab Jahiliyah tidak perlu pada ilmu Nahwu lantaran mereka dilahirkan dengan kodrat bahasa Arab sehingga mereka tidak dapat berbicara sesuatu yang menyalahi ilmu tersebut lalu perlu mempelajari ilmu yang menjadi bawaan bahasa mereka. Di samping itu, terdapat pelbagai riwayat yang telah dinyatakan kualitas kemutawatirannya. Di antaranya ialah riwayat-riwayat yang menerangkan sebab upaya Imam Ali as dalam meletakkan ilmu Nahwu, dan alasan usaha
Abul Aswad yang searah dengannya (nahw).
Poin riwayat-riwayat tersebut ialah rusaknya bahasa dan dialek generasi muda bangsa Arab yang lahir dari darah campuran dan dari budak-budak di era kenabian dan pasca kenabian, sehingga mereka menguatirkan pengaruh negatif terhadap keutuhan bahasa Arab. Oleh karena itulah mereka merumuskan ilmu Nahwu demi memelihara apa yang pada awalnya terbina secara utuh dan lurus menurut kodrat dasar bahasa Arab.
Singkatnya, data sejarah dan argumentasi membuktikan kelemahan pendapat Ibnu Faris di atas. Dan secara umum, pendapat ini tampak ganjil; hanya ia yang membawakannya. Anda bisa mencermati catatan-catatan saya yang melawan argumentasinya. Entah alasan apa yang membuatnya hingga mengungkapkan pendapat itu. dengan ini, kita hanya akan menerima laporan fakta yang diriwayatkan dan melepaskan dugaan yang ia bawakan. Adapun kekeliruan pandangan Ibnu Faris mengenai pelopor di bidang ilmu ‘Arudh, saya telah memaparkan tanggapan kritis terhadapnya yang saya kiranya tidak perlu lagi diulang di sini.
Dikutip dari buku karya Ayatullah Sayyid Hassan Ash-Sadr, Peradaban Syiah dan Ilmu Keislaman.