Berita
Belajar Toleransi, Peserta SJYC Jateng Kunjungi Pesantren Darut Taqrib Jepara
Jepara – Masyarakat dunia saat ini tengah diadu domba antar kelompok, golongan, etnis dan agama, tapi bisa ditangkal dengan pemikiran terbuka dan toleran. Kata Ustaz Miqdad di Pesantren Darut Taqrib saat menerima kunjungan peserta Social Justice Youth Camp (SJYC) 2019 Jawa Tengah, Minggu (4/8/2019).
“Ketika kalian mau berkunjung, bertanya dan mengkonfirmasi dengan mereka yang berbeda, inilah cara terbaik mengakhiri tuduhan dan konflik,” katanya di depan 25 peserta dari berbagai agama itu.
Di antara agenda utama SJYC adalah dialog dengan tokoh-tokoh berbagai agama dan kunjungan ke tempat ibadah dan pesantren. Setelah sebelumnya kunjungan ke gereja GKMI Plajan, dan Pura Dharma Loka Plajan, kali ini mereka mengunjungi pesantren Darut Taqrib (pesantren yang mengenalkan pendidikan dengan metode Mazhab Ahlulbait) yang diasuh langsung oleh Ustaz Miqdad Turkan.
Terkait mazhab Syiah, lanjutnya, sebagai bagian dari umat Islam, pasti banyak perbedaan, sebagaimana dengan mazhab-mazhab yang lain, namun bukan berarti karena berbeda kemudian kita tidak rukun. Sebab perbedaan muncul karena beda penafsiran dan pemahaman.
“Semua yang mengaku Muslim pasti rujukannya kembali pada Alquran dan Hadis, tidak satu mazhab pun yang tidak kembali ke dua sumber tersebut. Namun yang membedakan terkait penafsiran dan pemahaman terkait teks ayat dan hadis Nabi,” katanya.
Menurut Ustaz Miqdad yang juga sebagai anggota Dewan Syuro ABI, tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan kecuali dengan dialog. Dengan dialoglah akan terjadi saling memahami.
“Tentunya dialog bukan mencari siapa yang menang, tapi saling memahami diantara perbedaan yang ada,” lanjutnya.
Di hadapan peserta dari berbagai kota dari Jawa Tengah itu, ustaz Miqdad mengatakan bahwa kita disatukan karena sama-sama menyembah tuhan, sebagaimana bunyi sila pertama Pancasila. Meskipun pemahaman tentang Tuhan berbeda-beda.
Kalian adalah agen-agen toleransi. Kita harus menjaga persatuan antar agama, antar mazhab maupun antar suku, katanya. “Kita mempelajari agama tidak masalah mempelajari agama Kristen tanpa harus menjadi seorang Kristiani. Mempelai mazhab lain tanpa harus menjadi mazhab yang kita pelajari,”
Pengasuh Pesantren Darut Taqrib itu berpesan, bahwa kita harus membela saudara kita yang berbeda, karena mereka memiliki hak untuk dibela, sebagai sesama warga negara.
Mereka yang memfitnah pasti punya tujuan, lanjutnya, yaitu mengadu domba antar agama, antar mazhab dan antar kelompok dan etnis.
“Supaya Indonesia lemah dan terkoyak oleh perpecahan,” pungkasnya.
Kabupaten Jepara menjadi tuan rumah acara SJYC se-Jawa Tengah. Anak-anak usia SMA live in di rumah-rumah penduduk yang berbeda agama di Desa Plajan Pakis Aji Jepara. Tujuannya agar peserta bisa belajar menghargai, tumbuh empati dan rasa toleransi.
SJYC diselenggarakan oleh Jalin Damai Jepara dan Gusdurian Jepara. Pemateri yang dihadirkan di antaranya Marthadinata ‘Nathan’ Bashir dari Indonesian Social Justice Network (ISJN), Irfan Amalee Direktur Peace Generation, dan Alberto Gomes dari Dialogue, Empathic Engagement & Peacebuilding (DEEP). (al)