Berita
Nasionalisme Syiah Indonesia: Tegak Lurus untuk PANCASILA [bag 2]
Hidup Rukun dan Bekerjasama
Tahun 2016 PUSLITBANG Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama melaksanakan penelitian tentang perkembangan gerakan Syiah di Indonesia. Penelitian dilakukan di Jakarta, Banten (Kota Tangerang), ]awa Barat (Kota Cirebon, Kota Bogor, Kabupaten Garut, Kota Tasikmalaya), Jawa Timur (Kota Surabaya, Kota Malang , Bondowoso, Jember), Jawa Tengah (Kota Semarang , Kabupaten Banyumas, Jepara, Kabupaten Tegal, Kota Pekalongan), Makassar, Palu dan Medan. Hasil penelitian tersebut kemudian diseminarkan pada 14 Desember 2016 di Hotel Millenium Sirih, Jakarta.
Pembahasan sebelumnya: Nasionalisme Syiah Indonesia: Tegak Lurus untuk PANCASILA [bag 1]
Berdasarkan penelitian tersebut relasi komunitas Syiah dan Sunni pada umumnya berjalan baik bahkan saling kerja sama di beberapa daerah. Pengikut Syiah hidup membaur, seringkali melakukan salat berjamaah bersama masyarakat Sunni di masjid Sunni. Komunitas Syiah memang tidak berpretensi membangun masjid sendiri dengan tujuan mengalienasi diri dari komunitas muslim lainnya.
Karena itu, Prof. Dr. Zulkifli, MA, Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah mengomentari hasil penelitian tersebut, “Melalui kedua organisasi tersebut (IJABI dan ABI), komunitas Syiah memproyeksikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat Muslim dan sekaligus warga bangsa Indonesia dan NKRI dan berperan aktif dalam membangun masyarakat dan menjaga keutuhan NKRI.”
Menurut Dr. Muhsin Labib yang disertasinya mengenai pemikiran filosof Iran kontemporer, Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Syiah lebih toleran berdasarkan teologi, bukan karena pragmatisme. Sejak awal Syiah membagi dua, Wilayah sakral yang memenuhi aspek kesucian dan wilayah profan. “Wilayah sakral itu meliputi wahyu dan kesucian para pemuka Ahlulbait. Sedangkan diluar itu masuk wilayah penafsiran yang profan. Kesadaran epistemik ini terbangun sejak awal. Karena itu Syiah itu tidak satu. Justru Syiah bisa hidup dengan keragaman tersebut.”
Tidak Otomatis Iran
Namun fakta terang benderang seperti yang dijelaskan di atas selalu coba dikaburkan oleh kaum intoleran. Mereka selalu berkoar-koar bahwa kaum Muslim Syiah di Indonesia adalah perpanjangan tangan dari Iran. Mereka menuding bahwa Syiah di Indonesia sedang merencanakan gerakan revolusi untuk mendirikan Negara Syiah Indonesia.
Maran Sutarya, Sekjen PP IJABI menanggapi hal tersebut “Silakan cek dan awasi segala kegiatan kami. Kami punya website yang bisa dilihat kapan saja. Kegiatan kami terbuka, bisa dikunjungi siapa saja. Apabila memang melenceng, tangkap saja. Tapi bila memang terbukti, seharusnya aparat sudah bisa melihat siapa provokator sesungguhnya.”
Bagi Ustaz Hafidz Alkaff, Ketua IKMAL (Ikatan Alumni Jamiah Al-Mustafa), sebuah organisasi alumni pelajar hauzah di Iran, Indonesia adalah negeri yang cukup ideal. Indikatorya, “Masyarakat Ahlulbait bebas beribadah, mayoritas ulamanya moderat, masyarakatnya ramah dan relijius. Meskipun Indonesia tidak menerapkan hukum Islam sepenuhnya karena negeri ini majemuk, seluruh umat Islam dapat melaksanakan rukun Islam.” katanya. “Kami tidak punya alasan untuk melakukan makar terhadap negeri ini. Terpikir pun tidak! ”
Beliau menjelaskan fenomena kecenderungan jemaah Ahlulbait di Indonesia yang mengidolakan Republik Islam Iran. ”Berawal dari kesamaan mazhab Ahlulbait, kemudian kesamaan musuh yaitu Amerika Serikat, sikap politik Iran yang sangat konkret membela Palestina, serta kemandirian Iran dalam teknologi dan sains.”
Ustaz Hafidz menyatakan, kemajuan Iran dalam hal teknologi nano, medis dan nuklir mengundang decak kagum warga dunia, bukan hanya umat Syiah. Saat Presiden Iran Ahmadinejad berkunjung ke UIN Syarif Hidayatullah, mahasiswa menyambut sangat meriah (11/5/2006). Bahkan aula kampus penuh sesak, hingga pengunjung rela duduk di tangga atau lantai. Teriakan takbir dan aplaus membahana setiap kali Ahmadinejad berbicara dengan diksi yang menggelorakan semangat ukhuwah islamiyah dan persatuan bangsa tertindas. “Faktanya, saat itu dan mungkin hingga kini, tidak ada tokoh Islam yang berani melawan hegemoni AS dan menyatakan bahwa holocaust itu fiktif, kecuali Ahmadinejad.”
Baca: Syiah di Indonesia dan Dinamika Politik Iran (bag 4 dan bag 5 Republik Islam Iran)
Menurut Ustaz Muhsin Labib, Revolusi Islam Iran 1979 membuka mata bahwa Islam itu tidak identik dengan Arab dan Arab tidak otomatis Sunni. “Dulu, Islam dipahami hanya datang dari Arab Saudi dan Mesir. Semuanya Sunni. Bahkan kemunculan Mu’tazilah pun masih dalam koridor Sunni. Tidak ada yang menyangka bahwa Syiah itu punya pengikut yang signifikan di belahan dunia lain misalnya Irak, Bahrain, Kuwait, Lebanon, Qatar, Yaman, Nigeria, Afghanistan, Uzbekistan, Tajikistan, dll. Bahkan penganut Syiah di Arab Saudi pun ada, yakni di wilayah Damam, Qatif, dan Ahsa, yang kaya minyak. Arab Saudi itu bukan hanya Hijaz.”
Menjawab Tudingan Laporan penelitian Kemenag telah membuktikan bahwa semua tudingan terhadap Syiah terjadi akibat kesalahpahaman, fitnah karena kebencian, ketidakpahaman ajaran Syiah. Konflik sosial pada umumnya juga dipicu karena kurang silaturahmi sehingga tidak mampu membedakan ajaran Syiah dan perilaku sebagian penganut Syiah yang tidak mencerminkan ajaran Syiah, seperti Syiah Takfiri dan Syiah Sempalan atau Syiah London.
Adi Bunardi menimpali, “Mereka tidak memahami esensi ajaran Syiah sebagaimana yang diajarkan oleh para ulama Syiah kontemporer dan dipahami oleh pengikut Syiah pada umumnya. Mereka terkena propaganda kaum imperialis yang ingin memecah belah kaum muslimin. Seandainya mereka memahami ajaran Syiah, maka mereka akan memahami bahwa kebangsaan dan keberagamaan adalah dua sisi dari keping uang yang sama yang tidak mungkin terpisahkan.”
Tudingan kaum intoleran kepada komunitas Syiah di Indonesia marak menjelang pemilu. Entah kenapa. Keheranan ini diungkapkan oleh Zainal Abidin, mantan aktivis Darul Islam tahun 80-an yang kini aktif berkebun di daerah Bandung Utara.
“Saat telunjuk mereka menuding kami, sesungguhnya tiga telunjuk mereka mengarah ke diri mereka sendiri. Tanya saja mereka, apa saja yang sudah mereka perbuat untuk negeri ini. Yang pasti mereka berasal dari Darul Islam (Islamic State) yang bercita-cita mengubah bentuk dan sistem negara Republik Indonesia. Mereka pernah makar kepada pemerintah yang sah. Hingga kini, mereka masih berhimpun dengan komunitas Islam garis keras dengan impian yang tak berubah, tegaknya Khilafah Islamiyah atau Negara Islam Indonesia.” ungkap Zainal.
Zainal membuka ”Hymne AB ” di saluran Youtube dari ponselnya. Terdengar baitbait dengan tempo lambat, ”Indonesiaku, Ahlulbait menjagamu // Indonesiaku, Alquran membelamu // Ahlulbait Indonesia, Junjung amanat, membela negara // Ahlulbait Indonesia, para patriot pelindung bangsa…”
“Maksudnya sangat jelas. Jangan ragukan sedikitpun kecintaan Muslim Syiah Indonesia kepada Tanah Air-nya,” tutupnya.