Berita
Keseleo Lidah Profesor
Oleh: Ery BP*
Di dunia ini, siapa tak pernah keseleo lidah? Pengen tahu siapa saja pernah mengalaminya? Ketik saja kata kunci itu di search engine Google, maka jangan kaget kalau dalam waktu 0,17 detik saja, akan muncul 272.000 data tentang itu, lengkap dengan siapa saja para ‘aktor’-nya di seluruh dunia. Saking banyaknya, saya jadi agak ‘segan’ melacak, kira-kira berapa ratus ribu di antara para aktor itu yang bergelar Profesor? Berapapun jumlahnya, setidaknya dengan adanya tulisan ini, maka jumlah 272.000 yang sudah ada itu akan bertambah satu lagi, menjadi 272.001.
Dalam sebuah acara di Wisma Haji Batam, Mahfud MD meminta khalayak tak perlu bingung dengan adanya tiga capres dari PKB. “Tak perlu bingung mengenai tiga calon presiden PKB. Rhoma Irama, Jusuf Kalla, dan saya sendiri, semua bertugas membesarkan PKB,” begitu kata Mahfud. Dia juga mengatakan, biarlah DPP PKB dan para ulama NU yang menentukan, mana di antara ketiganya yang dianggap terbaik memimpin bangsa. Sebagai anak kandung NU, PKB kata Mahfud mesti berjuang habis-habisan membesarkan partai besutan Gus Dur itu.
Demikian curhat (atau tepatnya kampanye) Mahfud sebagaimana dilansir laman berita antaranews.com, Jumat (21/2) http://goo.gl/S84Ljx
Sampai di situ, statemen Mahfud masih saya anggap wajar—kalau tak boleh disebut klise sebagai bahasa basa-basi politisi yang sedang sibuk kampanye demi niat meraup dukungan kanan-kiri agar bisa menduduki kursi empuk pemimpin negeri. Namun, ketika saya baca lebih lanjut, ternyata ada hal menakutkan—kalau tak boleh disebut aneh, dalam pernyataan Mahfud, ketika tiba-tiba dia menyebut ada tiga bahaya besar yang sedang mengancam negara kita. Menakutkan, karena dalam pernyataannya itu ada kata ‘bahaya’ dan ‘mengancam negara.’ Aneh, karena salah satu dari ancaman yang disebutnya, menurut pendapat saya sungguh jauh panggang dari api—kalau tak boleh disebut, meminjam kata Rhoma Irama, rivalnya, sebagai tuduhan yang sangat TER-LA-LU. Apa itu? Mengapa ter-la-lu?
Saat Mahfud menyebut gerakan ideologis yang sangat aktif, menginginkan agar Indonesia menjadi negara ala zaman kesultanan atau kekhalifahan Turki Usmani, saya setuju karena saya pun tahu, melihat, mendengar, mengamati, bertanya langsung lalu mendapat jawaban tegas dari para aktivis pendukung gerakan ini sendiri bahwa tujuan akhir mereka memang benar seperti itu. Bagi kelompok ini, Indonesia telah gagal—dan konon mustahil akan berhasil menjadi sebuah negara yang gemah ripah loh jinawi bila masih bertahan dengan sistem demokrasi. Saya pun sudah seringkali mendengar slogan kenamaan mereka dan pada akhirnya dapat menyimpulkan, bahwa gerakan ini sepertinya ingin mengatakan, Indonesia hanya akan gemah ripah dengan khilafah, mustahil loh jinawi dengan demokrasi!
Saya juga setuju ketika Mahfud menegaskan bahwa di Indonesia ada gerakan Wahabi yang ingin menggusur paham Islam ahlussunnah wal jamaah yang selama ini telah berkembang bersama NU. Karena saya tahu, melihat, mendengar, membaca, dan mengamati, gerakan seperti yang dimaksud Mahfud itu memang sebuah realita dan fakta yang mustahil dipungkiri. Begitu banyak kelompok ini mengadakan beragam acara berbeda, kadang kajian, lain waktu seminar, lain tempat tabligh akbar. Meski lucunya, isinya tetap seragam alias itu-itu saja: menghujat, mencaci-maki, membid’ah-sesatkan kelompok lain di luar golongan mereka. Tak heran banyak kalangan menyebut kelompok ini sebagai pengkapling surga. Orang bilang, betapa sepi dan garingnya—kalau tak boleh disebut horor dan menyeramkannya surga bila hanya diisi orang-orang macam Wahabi itu. Apalagi kita semua tentu yakin, mustahil Tuhan akan sekejam itu.
Di sisi lain, saya setuju gerakan kelompok Wahabi ini disebut sebagai ancaman dan bahaya besar bagi Indonesia, karena kita semua tahu, negara dan bangsa kita ini punya prinsip luhur bhinneka tunggal ika, yang menghargai keragaman, menghormati perbedaan, toleran dan rukun-damai dalam spirit persatuan. Adapun tentang apa, siapa, dan bagaimana Wahabi, tak perlu saya menggarami laut, Anda semua pasti sudah TST. Kalau tidak, boleh tanyakan Mbah Google, karena situs dan jejaring maya kelompok ini luar biasa bejibun dan kesohor aktif soal update data maupun berita (tak ketinggalan plus propaganda, ujaran kebencian, fitnah, tuduhan palsu, persuasi massif, penggalangan opini dan simpati, agar tujuan akhir mereka menjadikan Indonesia sebagai bagian tak terpisahkan dari apa yang mereka sebut ‘daulah Islam sejagat’ segera tercapai, tentu saja).
Namun saya tak habis pikir saat Mahfud menyebut ada gerakan sangat berbahaya yang menginginkan agar negeri ini berubah menjadi seperti Negara Mullah di Iran. Meski Mahfud tak mau berterus terang menyebutnya, saya bisa tebak bahwa yang dimaksud Mahfud adalah kelompok Muslim Syiah yang ada di Indonesia. Tahukah Anda, apa yang pertama sekali terbersit di benak saya selaku sesama orang Madura saat membaca statemen sang Profesor asal Madura ini? “Pora’ Allaah, paya ongghu. Dus nodusen beih kacong Mahfud jeriyah,” begitu gumam hati saya menyesalkan betapa ‘payah’ dan memalukannya ucapan Mahfud. Mengapa payah? Karena saya anggap hanya mereka yang tak terpelajar dan bodoh atau orang tuli dan buta saja yang akan melempar tuduhan ngawur semacam itu ke atas kelompok minoritas tertindas yang selama ini menjadi bulan-bulanan banyak pihak sehingga mereka diusir dari kampung halamannya. Wanita, anak-anak, balita dan manula dari mereka, dua tahun lebih menjadi pengungsi di negaranya sendiri, tercerabut hak-hak dasarnya sebagai bagian yang sah dari bangsa Indonesia yang semestinya dianggap setara di hadapan konstitusi. Mengapa payah? Karena kelompok yang dituduh Mahfud sebagai merongrong eksistensi NKRI itu tak lain adalah kelompok yang faktanya setanah kelahiran dengan sang Profesor sendiri, yaitu Madura, atau Sampang tepatnya. Mengapa memalukan? Karena bahkan bagi orang sesama bahasa dan tanah kelahiran saja, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, dengan menterengnya titel dan jabatannya itu malah tak mampu memberikan pembelaan atas nama konstitusi. Alih-alih membela, kali ini dia malah menuduhnya sebagai kelompok yang membahayakan keutuhan NKRI! Bo, abbo.. sebagai sesama oreng Madureh saya sungguh malu, ta’ iyye..
Nah, di situlah saya jadi ikut-ikutan merasa malu karena saya anggap Mahfud sudah mulai ikut-ikutan keseleo lidah, bikin stigma asbun ke atas kelompok Muslim Syiah.
Padahal, perihal nasib Muslim Syiah Sampang, tentu saja saya tak perlu bercerita panjang-lebar di sini, karena siapa pun yang ingin bukti, tinggal lihat langsung saja kondisi mereka di Rusun Jemundo Sidoarjo, Jawa Timur sana. Minimal merekalah yang akan menjadi sanggahan terkuat, bahwa apa yang Mahfud katakan sungguh jauh panggang dari api. Atau kalau Anda tak percaya, minimal penasaran, carilah berita—tapi berita benar dan bukan rekaan, di dunia maya dan di dunia nyata, adakah kelompok Muslim Syiah Indonesia ini pernah sekalipun punya rencana makar menggulingkan pemerintahan dan pernah melakukan—paling minimalnya, aksi demo getol menuntut penggantian sistem kekuasaan, seperti yang dilakukan dua kelompok lain seperti disebut Mahfud? Saya yakin Anda—termasuk sang Profesor juga tentunya, takkan pernah menemukannya. Entah kalau dalam mimpi atau di dunia mereka yang lagi sakaw disesaki fantasi.
Merenungkan sejenak peristiwa keseleo lidah sang Profesor asseli Madura ini di Batam, saya jadi teringat Profesor Bah*** yang juga pernah keseleo lidah saat dia hadir mewakili sebuah ormas pemroduksi fatwa (beralamat di Jl. Proklamasi Menteng, Jakarta Pusat), di program talk show stasiun TV swasta. Belakangan Profesor ini pun giat sekali keliling-keliling menjalankan misi ‘keulamaan’ dan memberikan ‘pencerahan’ di tengah umat dengan menjadi pembicara ahli di acara ‘seminar ilmiah’ penyesatan Syiah ke kota-kota besar di seluruh Indonesia, sambil bagi-bagi gratis buku saku berisi bahan disertasinya. Sayangnya, sudah dua tahun ini saya belum sempat ketemu lagi sang Profesor untuk sekadar bertanya, apa kira-kira ‘tujuan mulia’-nya dengan segala macam aktivitasnya itu? Karena kok ya janggal saja di pikiran saya, bila sebagai salah seorang yang dipercaya duduk di posisi penting ormas terhormat yang di situs webnya dengan tegas dan jelas mengampanyekan kepada umat agar: “…menyadari, bahwa kemajemukan dan keragaman umat Islam dalam pikiran dan paham keagamaan merupakan rahmat bagi umat yang mesti diterima sebagai pelangi dinamika untuk mencapai kebenaran hakiki, sehingga dengan demikian tak ada alasan untuk berpecah-belah hanya oleh perbedaan pendapat pada hal-hal khilafiyah..” Bukankah ini sebuah seruan mulia sekaligus menyejukkan? Karena itu patut dipertanyakan, kegetolan sang Profesor keliling Nusantara hanya untuk ikut ambil bagian dalam kampanye masif Wahabi-Takfiri menyesatkan Syiah itu apa motifnya? Saya, sebagai salah seorang yang sepintas mengenal sosok yang tampak selalu tampil zuhud dan bersahaja ini, sepertinya terlalu berlebihan untuk menganggap bahwa motif di balik semangatnya menyesatkan Syiah itu adalah uang. Mungkinkah dia salah memaknai kalimat seruan itu? Inipun tentu agak mustahil, karena kalimat seruan itu sungguh sederhana dan tak perlu otak sekelas Profesor untuk mencernanya. Atau jangan-jangan dia justru merasa sedang melakukan anjuran mulia lembaga atau ormasnya itu, padahal sesungguhnya dia sedang melanggarnya? Tentu yang terakhir ini pun agaknya kurang masuk alal pula. Jadi, kalau begitu apa motif sesungguhnya? Mungkin hanya dia dan Dia-lah yang tahu.
Sebagai orang awam yang (kira-kira dua tahun lalu) pernah beberapa kali ketemu dengannya—dalam rangka urusan bisnis agak beraroma agama tentunya, saya malu meragukan kapasitas ingatannya dengan gelar yang dia sandang. Ya, saya tepatnya agak malu dan ragu untuk menganggap bahwa dia tak ingat lagi seruan mulia lembaganya itu sehingga tak merasa risih sedikitpun saat melanggarnya sendiri. Tapi lebih dari itu, saya sedih, miris saat harus menerima kenyataan, betapa gelar sementereng apapun kadang bukanlah jaminan seseorang tak keseleo lidah, apalagi bila pada dasarnya yang bersangkutan sudah lebih dulu keseleo pikiran dan hati.
Tapi untunglah, saya bersyukur mengetahui, bahwa ternyata bukan hanya saya seorang yang merasakan keprihatinan yang sama. Ada juga orang lain yang bahkan telah menuliskan uneg-uneg, isi pikiran dan hati—pertanda kasih-sayangnya buat sang Profesor Mahfud MD, di sini: http://goo.gl/P20dZa **
Saya tidak tahu apakah si penulis kenal dekat atau bahkan mungkin masih ada hubungan kekerabatan dengan sang Profesor, atau barangkali dia teman sejawatnya saat menjabat di Mahkamah Konstitusi dulu? Mungkin ya, mungkin saja tidak. Tapi yang saya tahu, dan sempat membuat saya bertanya-tanya, kenapa dia memakai nama MK? Ah, tentu saja ini bukan soal yang layak menggalaukan hati, dibandingkan fenomena mulai menjamurnya Profesor keseleo lidah di musim kampanye tahun ini.
—————————————————-
*Bukan Profesor
**Selain isi yang tajam dan bernas, tulisan ini pun memancing komentar seru pembacanya. Berikut ini di antara komen-komen menarik atas tulisan MK di islamtimes.org itu:
kalaupun beliau tdk baca tulisan ini
paling tdk ada yg sampekan ke beliau
atau, paling tdk mjadi bhn pmbelajaran kpd kita2 yg smpat baca
yang ingin saya tanyakan, apakah tulisan ini sampai ke telingan Mahfud MD? jika cuma berkutat di sini lalu dimana efektifitasnya?
tq
Segala pengalaman telah dimiliki si frop. ini, cuma satu pengalaman yang belum dia miliki yaitu pengalaman kelaur dari kepicikan dan kekerdilan jahiliah dirinya.
Cara berfikir spt inilah yg membuat partai basis nasionalisme dan demokrasi laku keras. Krn warga minoritas terjaga hak mereka
Cara bicara orang besar itu biasalah begitu, tergantung forum mana yg dia hadapi. Ketika forum ahlul sunah, dia cenderung mengutuk lawan2 politik aswaja tsb. Ketika bicara dlm forum JI dan kel wahabi lain, dia akan terbawa arus mencaci jemaah lain, bhkan NU aswaja bisa jadi sasaran, hanya krn takut dgn kekejaman wahabi. Ini terkesan tdk punya pendirian. Ttp jika kita pandang dari mana asal org besar tsb, ini bisa jadi terbawa sifat group comformity dan memandang kelompok lain anomali. Hal ini tentu saja dipandang sebagai kehilangan integritas pada kesatuan dan kebangsaan dan kehilangan sesuatu yg teramat berharga, yaitu kejujuran, keadilan, keterbukaan, kemoderatan, kepemimpin yg kharismatik. Yg jadi pertanyaan di mana2 kira2 Mahfud MD memposisikan diri? Dan kenapa dia justru kehilangan sifat2 tsb justru ketika bangsa Indonesia ingin dia tampil utk segenap bangsa dan menjadi kehormatan _setiap elemen bangsa. Semoga bpk Mahfud bisa kembali merenungkan _setiap ucapannya. Agar tdk ada lg elemen yg tersinggung. Kemana kejujuran mu pak?
Om Mahfudz perkenalkan metode analisis “SAPU RATA”. Filodofinya bukan krn dia kurang pengetahuan, tp krn ingin ambil jalur “aman” di mata aswaja, pdhal dia melupakan fenomena kekerasan akhir2 ini yg dibangun takfiri wahabi yg justru menjadi bagian terbesar umat islam indonesia yg tdk dpt dibedakan mana aswaja mana wahabi. Sementara dia lalai melihat kenyataan syiah sepakat dgn NKRI. Yg dihadapi negara kita skrg adalah nyata2 teroris yg ingin memformalkan syariah n khilafah dgn basis wahabi takfiri. Sdh benar sih beliau mengangkat issu NKRI utk menangkal gerakan merongrong NKRI, tp kesan nya sapu rata itu lebih menunjukan mencari muka di mata aswaja. Insyaallah nanti dia akan terjerumus sendiri menghadapi wahabi dan akan bersyukur sendiri _setelah sadar bhw syiah tdk sejelek yg dia gambarkan. Mari om Mahfud kita songsong indonesia yg lebih demokrasi dan kita lihat siapa yg nanti yg justru merongrong NKRI. Om tdk usah takut piring nasi nya dirampas dan jatuh famornya di mata aswaja hanya krn berfikir jujur, berani dan penuh keadilan. Inilah yg kami tunggu dari seorang terbaik di Indonesia, yaiti Prof Dr. M. Mahfudz MD. Masih belum terlambat bagi om utk mengklarifikasi kesalahan ucap trb
apa bedanya komitmen komunitas syiah indonesia dengan komitmen bpk mahfud md? kan cuma satu, menyelamatkan NKRI dr ancaman gerakan trans nasional takfiridme wahabisme yg menyasar ke aswaja dan syiah ahlulbait.. //..??
Tebar pesona? Mau jd RI 1?..mimpi disiang bolong..
Ditunggu pandangan Mahfud MD berupa dokumen resmi akademik atw scientific atau sekedar kejujuran yg adil utk mengklarifikasi kesalahan ucap beliau jika ingin disayang umat. Jk tdk ada berarti beliau berhati kerdil Dan masuk kladifikasi fikun, tdk bisa menjaga lisan, dan tdk memenuhi syarat leadership
Maksud hati mahfud md ingin berdiri di semua golongan, tp salah ucap dan malah terkesan bingung menghadapi perkembangan. Lalu apa jadinya jk kekuasaan berada di tangannya? Ini baru kritik syiah yg konstruktif dan damai serta kasih sayang atas Mahfud , tetapi blm lagi dia menghadapi goyangan wahabi dgn model khilafahnya dan gaya terorisnya. Jk nanti Mahfud jg yg naik, dan mghadapi iftidada kaum takfiri wahabi, insyaallah Mahfud md akan menggandeng tangan warga minoritas syiah jg utk membela NKR
Banyak yg berharap mahfud md , betul dia banyak dan beragam pngalaman, shg diharapkan bisa memahami sesuatu menurut proporsinyanya. namun intelektualnya yg sering menginginkan org lain saling memahami, ternyata tdk dpt menjadi panutan spt Gus Dur, mahfud lantas terjebak dlm sifat comformiti, hingga bukan saja kakinya yang terbelenggu, tetapi nalar scientifik jg terikat shg spt kaum awam kebanyakan terjerembab menjadi puritan. Inilah bedanya mahfud md dgn Alm Gus Dur. Kami terlanjur menaruh harapan besar atas mahfud md, tetapi ternyata begini,
tapi ad hikmahnya…semua jadi mengerti….
Prof..prof…lanjutkan langkah anda untuk RI 1 dgn cara FITNAH…akan jd apakah negeri ini jika dipimpin oleh org2 sejenis anda ???
mahfud md terlalu bijak bahkan over bijak,,,indonesia tdk membutuhkan org2 seprti ini yg dpt mengancam stabilitas negara,,,,belum terlambat u menyadari dan meralat
Pengalaman akademisi …dia punya
pengalaman keagamaan …dia punya
pengalaman sosial budaya …dia punya
pengalaman politik …dia punya
pengalaman bernegara ..dia punya
pengalaman sebagai anak buah …dia punya
pengalaman sebagai pemimpin…dia punya
eeeehhhhh…tapi masih picik dalam berfikir dan berucap…!
weleh…weleh..welwh…
rupanya sang prof ini belum bisa bedakan antara mazhab dgn gerakan
professor ini mencoba peruntungan
tapi mengorbankan toleransi
sekedar saran buat sang Prof
hati-hatilah dlm berucap
sebab kata-kata yg sdh lepas dari mulut
sdh menjadi milik orang lain