14 Manusia Suci
Hikmah Diwajibkannya Puasa Menurut Para Imam Ahlulbait
Firman Allah:
Rasulullah saw bersabda:
“Apabila berbuka puasa beliau saw berdoa, Ya Allah! Kami berpuasa hanya demi Engkau dan dengan rizki-Mu kami berbuka, maka terimalah puasa kami, hilanglah kehausan, basahlah tenggorokan dan tetapkanlah pahala”. (Al-Kâfi, 4/95/1)
“Lakukanlah puasa karena dapat melunakkan ketegangan urat dan menghilangkan kesulitan”. (Kanzul Ummal, H. 23610)
“Puasa dapat melancarkan peredaran darah, menghilangkan lemak (kolestrol), dan menjauhkan diri dari panasnya api neraka”. (Kanzul Ummal, H. 23620)
“Puasalah, kamu pasti sehat”. (Ad-da’watul rawandi : 76/179)
“Segala sesuatu ada zakatnya, dan zakatnya tubuh adalah puasa”. (Fadhôilul Asyhuris tsalâsah : 75)
“Lakukanlah puasa karena akan menjadi tameng dari api neraka. Bila engkau dapat, mengupayakan mati dalam keadaan lapar (puasa) maka lakukanlah”. (Da-‘â-imul Islâm : 1/270).
“Orang puasa itu dalam kategori ibadah walaupun tidur di atas kasurnya, selama tidak menceritakan aib orang muslim”. (Tsawâbul ‘a’mâl : 1/75/1)
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, keluar masuk nafasnya adalah tasbih”. (Qurbal Isnâd : 95/324)
“Sesungguhnya terdapat satu pintu di surga di sebut Bâburroyyân, tidak masuk daripadanya kecuali orang-orang ahli puasa”. (Mânil Akhbâr : 409/90). Dalam riwayat lain; “Bila orang lain akan memasukinya, pintu tersebut tertutup dengan sendirinya”. (A’lamuddîn : 279)
“Setiap kali orang yang berpuasa menghadiri majlis suatu kaum dan menyuguhkan makanan kepadanya, maka seluruh anggota tubuhnya bertasbih, dan malaikat mendoakannya dan memohonkan ampun untuk mereka”. (Tsawâbul ‘a’mâl : 1/77/1)
“Barangsiapa yang menahan diri karena puasa dari makanan yang disukai, Allah akan memberinya makanan dan minuman surga”. (Al-Bihâr: 40/331/13)
Imam Ali as meriwayatkan:
“Allah mewajibkan puasa sebagai ujian terhadap keikhlasan hamba”. (Nahjul Balaghah, hikmah 252)
”Dan karena itu Allah memberikan penjagaan bagi kaum mukmin dengan sholat, zakat dan puasa dihari-hari yang difardukan untuk memberikan ketenangan pada penglihatan mereka, kehusyukan pandangan mereka dan kerendahan hati pada jiwa mereka serta perasaan merendah dalam hati mereka”. (Nahjul Balaghah, Khotbah 192)
Imam Ali a.s. meriwayatkan: “Puasa adalah salah satu dari dua kesehatan”. (Ghurôrul Hikam : Hadis 1683)
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih (memuji Allah), doanya dikabulkan, perbuatannya diganjar berlipat ganda, dan sesungguhnya doa orang puasa itu tidak ditolak”. (Ad-da’watul rawandi : 27/45)
Imam Husein as ketika ditanya tentang puasa menjawab, “Allah mewajibkan puasa, agar orang kaya dapat mengetahui pedihnya rasa lapar sehingga ia selalu mengutamakan orang miskin”. (Al-Bihâr, 96/375/62)
Imam Ali Zainal Abidin as dalam doanya di Shahifah Sajjadiyah, “Kemudian engkau mengutamakan kami dari para umat terdahulu, dan engkau memilih kami di atas agama lain, maka kami berpuasa di siang harinya karena perintah-Mu dan salat di malam harinya karena pertolongan-Mu”. (Shahifah Sajjadiyah, doa ke 45).
Imam Baqir as meriwayatkan: “Puasa dan Haji memberikan ketenangan hati”. (Amâlî Ath-thûsî : 296/582)
Imam Shodiq as meriwayatkan:
“Sesungguhnya pernah diwajibkan berpuasa di bulan Ramadan kepada seseorang dari umat-umat terdahulu’, maka aku berkata bagaimana dengan firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. Beliau menjawab bahwa perintah puasa di bulan Ramadan untuk umat terdahulu hanya kepada para Nabi, bukan kepada umat-umatnya, maka Allah memberikan keutamaan atas umat ini, dengan memerintah puasa dibulan Ramadan kepada Rasul-Nya saw juga kepada umatnya”. (Manlâ Yahdurul faqîh, 2 : 99/1844)
“Berfirman Allah (dalam hadis Qudsy) “Puasa itu untuk-Ku dan Aku (Allah) yang membalasnya”. (Al-Kâfi : 4/63/6)
“Berfirman Allah (dalam hadis Qudsy) “Setiap perbuatan anak Adam adalah untuk mereka, selain puasa maka untuk-Ku dan Aku membalasnya”. (Al-Khishôl : 1/45/42).
“Adapun hikmah dalam puasa adalah agar terjadi persamaan antara orang kaya dan orang faqir, karena orang kaya tidak pernah merasakan lapar, maka akan mengasihani orang faqir, orang kaya setiap kali menginginkan sesuatu ia mampu memperolehnya, maka Allah berkehendak memberikan persamaan antara hamba-Nya dan agar orang kaya bisa merasakan kepedihan lapar dan rasa sakitnya, agar dapat merendahkan hatinya di hadapan orang lemah, dan mengasihani orang lapar”. (Al-Bihar, juz 96, 371/52).
“Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amalannya terkabul, doanya diterima”. (Manlâ Yahduruhul Faqîh, 2/76/1783)
“Bagi orang berpuasa itu ada dua kegembiraan, gembira saat berbuka dan gembira ketika menghadap Tuhannya”. (Al-Kâfi, 4/65/15)
“Barangsiapa memberi buka orang yang berpuasa maka ia memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tersebut”. (Al-Kâfi, 4/68/1)
“Puasa adalah tameng dari api neraka”. (Al-Kâfi : 4/62/1)
Imam Ridho as meriwayatkan: “Bila dipertanyakan mengapa mereka diperintahkan berpuasa, jawabnya agar mereka dapat mengetahui kepedihan lapar dan haus dan memberikan petunjuk baginya atas kefakiran di akhirat (kondisi faqir di akhirat) sehingga orang yang berpuasa dapat khusyu’, merendah diri, memelas hati, dapat mengoreksi diri, menjadi arif, agar mengetahui dan sabar atas lapar dan haus yang dialami, yang kemudian mendapatkan pahala. Disamping itu, puasa juga dimaksudkan menekan syahwat, menjadi peringatan di dunia, memberi dorongan dalam menjalankan perintah dan menjadi dalil (petunjuk jalan) di akhirat, kemudian mereka dapat mengetahui susahnya orang fakir miskin di dunia, sehingga mendorong mereka mengeluarkan kewajiban mereka pada hartanya”. (Ilalul syaro’i, hal. 270)
Imam Al-Askari ditanya tentang kewajiban puasa, Beliau menjawab; ‘Agar orang kaya dapat merasakan pedihnya rasa lapar sehingga mau memberi kepada orang faqir”. (Al-Bihâr, 96/369/50)
Dikutip dari buku Muhammad Taufiq Ali Yahya, Puasa dalam Qur’an dan Hadis