14 Manusia Suci
Biografi Singkat Imam Ali Zainal Abidin as
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib as atau biasa dikenal dengan sebutan Imam Sajjad dan Zainal Abidin adalah Imam Keempat Syiah. Ia menjadi imam selama 34 tahun. Ia hadir pada Peristiwa Karbala dan peristiwa-peritiwa lain yang terjadi pada masa hidupnya, antara lain Peristiwa Harrah, Kebangkitan Thawwabin (orang-orang yang taubat) dan Kebangkitan Mukhtar. Imam Zainal Abidin as diracun atas perintah Walid bin Abdul Malik. Ia dimakamkan di komplek pekuburan Baqi di samping kubur Imam Hasan al-Mujtaba as, Imam Muhammad al-Baqir as dan Imam Ja’far al-Shadiq as.
Terdapat beberapa versi tentang siapa ibu dari Imam Sajad, yakni Syahr Banu, Syahr Banuwiyah, Syahzanan, Jahansyah, Khulah, Sulafah, Ghazalah, Salamah, Harrar, Maryam dan Fatimah. Sayid Ja’far Syahidi mencatat bahwa diantara nama-nama yang ada, yang paling masyhur adalah Syahr Banu. Diantara nama ayah dari Syahr Banu yang tercatat adalah Yazdgerd raja terakhir kerajaan Sasanian, Nusyijan orang Khurasan dan Syirwaih putra Parwiz. Namun yang terkenal nama ayah Syahr Banu adalah Yazdgerd. Sayid Ja’far dengan mengutarakan dalil dan petunjuk, tidak menerima pensifatan ibu Imam Ali bin Husain as ini. Dia mengatakan, “Setelah kesyahidan Imam Husain as, Zuyaid bekas budak Imam Husain as menikahi ibunya Imam Ali bin Husain as, dan darinya lahir Abdullah bin Zuyaid, sehingga Abdullah adalah saudara seibu Imam Ali bin Husain as.”
Julukan yang diberikan kepala Ali bin Husain as yaitu Abu al-Hasan, Abu al-Husain, Abu Muhammad dan Abu Abdillah. Sementara gelarnya yaitu Zainal Abidin, Sayid al-Sajidin, Sajjad, Hasyimi, ‘Alawi, Mudni, Qurasyi dan Ali Akbar. Gelar lain yang diberikan kepadanya adalah Dzu al-Tsafinat, karena ia memiliki tanda di bagian tubuhnya yang sering dipakai sujud, hingga lututnya seperti lutut unta yang keras dan tebal sebagai akibat dari bekas ibadah dan salatnya yang banyak. Imam Sajjad as pada zamannya terkenal dengan sebutan Ali al-Khair, Ali al-Ashgar dan Ali al-‘Abid.
Hari Lahir dan Wafat
Berdasarkan pendapat yang masyhur, Imam Sajjad as lahir pada tahun 38 H/658, sehingga ia sempat mengalami masa hidupnya pada masa Imam Ali as, Keimamahan Imam Hasan as dan Imam Husain as. Ia juga mengalami masa pemerintahan Muawiyah yang berusaha keras menekan orang-orarang Syiah di Irak dan daerah lainnya.
Muhammad bin Umar Waqidi, seorang perawi sejarah Ahlusunnah, menyebutkan bahwa perkataan Imam Shadiq as yang mengatakan, “Ali bin al-Husain as wafat pada usia 58 tahun”, adalah sebagai bukti bahwa Imam Sajjad as ketika berada di Karbala bersama ayahnya berusia 23 atau 24 tahun. Zahari juga menyebutkan Ali bin Husain as ketika bersama ayahnya di Karbala berusia 23 tahun.
Imam Sajjad as syahid pada tahun 94/713 atau 95 H/714 karena diracun atas perintah Walid bin Abdul Malik. Ia dikuburkan di Pemakaman Baqi’ di samping makam Imam Hasan al-Mujtaba as, Imam Muhammad al-Baqir as dan Imam Ja’far al-Shadiq as.
Anak dan Istri
Dalam sumber data sejarah disebutkan anak Imam Sajjad as berjumlah 15 orang (11 laki-laki dan 4 perempuan). Nama-nama anak dan istrinya menurut Syaikh Mufid sebagai berikut:
Imamah
Keimamahan Imam Sajjad as bermula dengan kesyahidan ayahnya, Imam Husain as pada peristiwa Asyura tahun 61 H/681 dan berlanjut hingga masa kesyahidannya, yakni tahun 94 atau 95 H. Berdasarkan bukti-bukti yang dikutip oleh para ahli hadis Syiah dalam kitab-kitabnya, Imam Sajjad as merupakan pengganti dan washi ayahnya, Imam Husain as. Syaikh Mufid mengatakan bahwa dalil pertama imamah Imam Sajjad as adalah keutamaan ilmunya atas orang lain setelah ayahnya. Hadis-hadis Nabi Muhammad saw yang menyebutkan nama-nama para imam Syiah juga menjadi penguat hal ini. Begitu juga berdasarkan dalil-dalil Syiah, peralatan seperti pedang dan baju besi Rasulullah saw yang mesti diwarisi para imam, semuanya ada pada Imam Sajjad as. Hal ini juga secara gamblang termaktub dalam kitab-kitab Ahlusunnah.[Ibnu Sa’d, al-Thabaqat al-Kubra, jld. 1, hlm. 386, 388]
Para Penguasa Pada Masa Imam Ali bin Husain as
- Yazid bin Muawiyah (61-64 H/681-684).
- Abdullah bin Zubair (61-73 H/681-694), yang menjadi penguasa Mekah secara mandiri.
- Muawiyah bin Yazid (berkuasa hanya beberapa bulan pada tahun 64 H/684).
- Marwan bin Hakam (berkuasa sembilan bulan pada tahun 65 H/685).
- Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705).
- Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715).
Peristiwa Karbala dan Penawanan
Ketika terjadi Peristiwa Karbala dan pada hari ketika Imam Husain as dan para sahabatnya syahid, Imam Ali bin Husain as sedang sakit parah. Sehingga ketika para musuh hendak membunuhnya, sebagian dari mereka berkata, “Cukuplah baginya dengan sakit yang dideritanya ini.”
- Kufah
Setelah Tragedi Karbala, seluruh keluarga Imam Husain as ditawan dan dibawa ke Kufah dan Syam. Ketika tawanan dibawa dari Karbala ke Kufah, leher Imam Sajjad as diberi belenggu dengan Jamah, yaitu semacam belenggu atau borgol yang mengunci dan mengikat tangan serta leher secara bersamaan. Karena sakit dan tidak bisa menjaga dirinya di atas punggung unta, kedua kaki Imam Sajjad as diikatkan ke perut unta. Sebagian sejarawan mengatakan Imam Sajjad as membacakan sebuah khutbah di Kufah. Namun, karena keadaan Kufah dan pengekangan serta ketidakramahan para prajurit pemerintah yang berkuasa, juga rasa takut penduduk Kufah terhadap mereka dan sikap tidak bersahabat, maka khutbah yang penuh informasi itu sulit diterima. Selain itu, disebutkan bahwa isi khutbah yang disampaikannya sama dengan khutbahnya di masjid Damaskus.Ibnu Ziyad memenjarakan Imam Sajjad as dan para tawanan Karbala. Dia mengirim surat ke Syam dan meminta perintah Yazid selanjutnya. Yazid membalas suratnya supaya para tawanan dan kepala para syuhada Karbala dibawa ke Syam. Ibnu Ziyad merantai Imam Sajjad as dan memasang belenggu di lehernya. Para tawanan Karbala pun dibawa ke Syam dengan pengawalan Muharafah bin Tsa’labah. - Syam
Imam Sajjad as memberikan khutbah di masjid Syam. Ia memperkenalkan dirinya, ayahnya dan kakeknya kepada masyarakat Syam. Ia juga mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh Yazid dan orang-orangnya adalah tidak benar. Ayahnya bukanlah orag asing, dan ia tidak hendak menyerang orang Islam serta menyebarkan fitnah di negeri Islam. Ia bangkit untuk kebenaran dan atas undangan umat dengan menghilangkan bid’ah-bid’ah dalam agama, sehingga kesucian masa Rasulullah saw pun bisa disampaikan. - Kembali ke Madinah
Imam Sajjad as hidup selama 34 tahun setelah Peristiwa Karbala. Selama itu pula ia berusaha terus menghidupkan dan menjaga ingatan terhadap para syuhada Karbala. Setiap minum air ia selalu mengingat ayahnya, dan senantiasa menangisi musibah yang menimpa Imam Husain as. Diriwayatkan dari Imam al-Shadiq as, “Imam Zainal Abidin as menangis utuk ayahnya selama 40 tahun. Ia setiap hari berpuasa dan setiap malamnya melakukan salat. Ketika berbuka puasa, pembantunya membawakan air dan makanan untuknya dan berkata, “Silakan Tuan!” Imam Zainal Abidin as berkata, “Putra Rasulullah saw terbunuh dalam keadaan lapar! Putra Rasulullah terbunuh dalam kondisi kehausan!” Kalimat ini diulang-ulangnya dan ia menangis sedemikian rupa sehingga air matanya bercampur dengan air minum dan makanannya. Hal ini terus menimpanya hingga ia meninggal dunia.”
Kebangkitan Pasca Tragedi Karbala Pada Masa Imam Sajjad as.
Pada masa hidup Imam Sajjad as dan setelah Peristiwa Karbala, banyak terjadi perlawanan-perlawanan, diantaranya, Peristiwa Harrah
Beberapa lama setelah peristiwa Karbala, masyarakat Madinah melakukan perlawanan terhadap penguasa Bani Umayah yang dikenal dengan perlawanan Harrah. Masyarakat Madinah melakukan baiat kepada Abdullah bin Hanzhalah—ayahnya terkenal dengan sebutan Ghasil al-Malaikah (yang dimandikan para malaikat). Mereka mengepung Bani Umayah yang berjumlah 1000 orang di dalam rumah Marwan bin Hakam yang kemudian diusir dari Madinah. Imam Sajjad as sejak awal tidak terlibat dalam perlawanan ini. Ia tidak melibatkan diri karena mengetahui akhir dari peristiwa yang akan terjadi.
Dalam Peristiwa Harrah, Marwan—salah satu yang memusuhi Ahlulbait as—pergi menemui Abdullah bin Umar dan memintanya untuk menjaga keluarga Marwan. Namun, Abdullah bin Umar menolaknya. Karena Marwan tidak bisa mengharapkan lagi bantuan darinya, ia kemudian meminta perlindungan kepada Imam Sajjad as. Dengan kebesarannya, Imam Sajjad as menerima permintaan Marwan tersebut. Imam Sajjad as mengirim keluarga Marwan beserta istri dan anak-anaknya ke Yanba’—sumber air dekat Madinah sebelah kanan Gunung Radhawi.
Dalam peristiwa ini Imam Sajjad as mengurusi empat ratus keluarga dan menanggung biaya hidup mereka selama pasukan Muslim bin ‘Uqbah—pemimpin pasukan Yazid dalam Peristiwa Harrah—berada di Madinah.
Selain itu banyak terjadi perlawanan sebagai dampak dari peristiwa Karbala, seperti Kebangkitan Kelompok Tawabin dan Kebangkitan Mukhtar.
Karya Peninggalan
Syaikh Mufid menulis, “Para ulama Ahlusunnah mengutip banyak ilmu dari Imam Sajjad as. Diantara karya peninggalannya yang masyhur menurut para ulama adalah nasihat-nasihat, doa-doa, riwayat tentang keutamaan Alquran, halal haram, peperangan dan hari-hari sejarah. Sebuah hal menarik bahwa sekitar 300 hadis dari Imam Sajjad as dimuat dalam kutub Arba’ah.
Shahifah Sajjadiyah merupakan kumpulan doa Ali bin Husain as yang menggambarkan kehidupan sosial pada masanya. Shahifah Sajjadiyah adalah sebuah petunjuk jalan kebenaran dalam naungan pendidikan agama dan Alquran, serta penyucian jiwa dari kotoran dan penghubung manusia kepada Allah swt. Karya dan peninggalannya yang lain yaitu Risalah al-Huquq yang merupakan panduan tentang hak-hak yang menjadi tanggung jawab manusia.
Perkataan Ulama Ahlusunah tentang Keutamaan Imam Sajjad as
Malik bin Anas berkata, “Ali bin Husain melakukan salat siang malam sebanyak 1000 rakaat sampai meninggal dunia, sehingga ia dijuluki Zainal Abidin (perhiasan para ahli ibadah). Ibnu Abdi Rabbah menulis, “Ketika Imam Sajjad as bersiap-siap hendak salat, ia menggigil hebat. Kemudian ia ditanya mengenai hal tersebut. Imam berkata, “Celakalah engkau, apakah engkau tidak mengetahui kepada siapa aku akan menghadap dan kepada siapa aku akan bermunajat?”
Malik bin Anas berkata, “Ketika Ali bin Husain sudah mengenakan kain ihram, ia mengucapkan labbaika allahumma labbaik. Dan pada saat itu juga ia langsung pingsan dan terjatuh dari kendaraan tunggangannya.”
Muhammad bin Muslim Zuhri berkata, “Aku tidak melihat orang dari Bani Hasyim yang lebih unggul darinya dan juga aku tidak melihat seseorang yang lebih fakih darinya.”
Syafi’i berkata, “Ia adalah orang yang paling fakih diantara penduduk Madinah.”
Jahizh berkata, “Aku tidak melihat seseorang yang meragukan keutamaannya dan berkata tentang keunggulannya.” [wikishia.net]
Daftar Pustaka
- Al-Amini, Abd al-Husain, Takmilat al-Ghadir: Tsamarat al-Asfar ila al-Aqthar, Riset oleh: Markaz al-Amir li Ihya al-Turats al-Islami, Dishahihkan oleh: Markaz al-Ghadir li al-Diratsat wa al-Nashr wa al-Tauzi’, Beirut: 1429 H/2008.
- Al-Dzahabi, Tadzkirat al-Hufazh, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, Tanpa tanggal.
- Al-Mufid, Muhammad bin Muhammad al-Nu’man, Al-Irsyad fi Ma’rifat Hujajillah ‘Ala al-‘Ibad, Riset oleh: Muassasah Aali al-Bait Aalihissalam li Ihya al-Turats, Qom: Almu’tamir al- ‘Alami li Alfiyat al-Syeikh al-Mufid, 1413 H.
- Ibnu ‘Anbah, ‘Udat al-Thulab fi Ansab Aali Abi Thalib, Dishahihkan oleh: Muhammad Hasan Aali al-Thaliqani, Al-Najaf al-Asyraf: Mansyurat al-Mathba’at al-Haidariyah, 1961.
- Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balaghah, Riset oleh Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim, Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyah, ‘Isa al-Babi al-Halabi wa Syurakaahu, 1962.
- Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, jld. 9, Riset oleh: Syiiri, Beirut: Dar al-Ihya Turats al-‘Arabi, 1408 H/1988.
- Imam Sajjad, Shahifah Sajjadiyah, Terjemah Asadullah Mubassyari, Tehran: Penerbit Ney, 1991.
- Syahidi, Sayid Ja’far, Zendegani-ye Ali bin al-Husain as, Tehran: Daftar Nasyr Farhanggi Islami, 2006.