Berita
Dataran Tinggi Golan Diakui AS Jadi Wilayah Israel, Indonesia Mengecam
Pemerintah Indonesia kecam Israel yang dinilai melanggar kesepakatan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB tahun 2016 terkait Dataran Tinggi Golan. Langkah ini dinilai justru memperburuk stabilitas dan perdamaian di kawasan.
Dalam pertemuan di markas PBB, New York hari Selasa (26/03) pemerintah Indonesia diwakili oleh Wakil Menlu RI, A.M. Fachir tegaskan posisinya yang menolak klaim Israel terhadap Dataran Tinggi Golan. Dataran Tinggi Golan adalah bagian dari kedaulatan Republik Suriah. “Indonesia menolak keras adanya pengakuan AS bahwa Dataran Tinggi Golanmerupakan bagian dari Israel,” tegas Wamenlu. “Tindakan ini tidak bisa diterima dengan standar apapun, khususnya Resolusi DK PBB,” tambahnya.
Tindakan ini diambil Indonesia guna menegakkan prinsip Piagam PBB tentang penghormatan atas kedaulatan dan integritas teritorial setiap negara, termasuk berbagai elemen yang terkandung dalam butiran resolusi Dewan Keamanan terkait Dataran Tinggi Golan, yakni Resolusi 242 (1967), 338 (1973) dan 497 (1981).
Isi dari Resolusi DK PBB tentang Dataran Tinggi Golan antara lain: penolakan terhadap perolehan suatu wilayah yang dilakukan secara paksa, penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Dataran Tinggi Golan, penolakan terhadap jurisdiksi hukum Israel atas Dataran Tinggi Golan, dan penegasan bahwa langkah Israel untuk menduduki Dataran Tinggi Golan adalah tidak sah dan tidak memiliki dampak hukum internasional.
Indonesia juga mengingatkan berbagai pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh Israel, “Dalam beberapa bulan terakhir, terdapat daftar panjang kekerasan dan pelanggaran oleh Israel kepada rakyat Palestina, yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan hukum internasional,” ujar Wamenlu.
“Israel sama sekali tidak menerapkan Resolusi DK PBB 2334 [2016]. Tindakan Israel merupakan penolakan terang-terangan terhadap Resolusi DK PBB,” kata Fachir.
Sebelumnya, Special Coordinator PBB untuk perdamaian Timur Tengah, Nicolay Mladenov, mewakili Sekjen PBB, menyampaikan laporan tertulis implementasi Resolusi 2334. Dalam laporan itu disampaikan berbagai perkembangan negatif terjadi di wilayah pendudukan Palestina.
Diawali penutupan misi pengawas asing pada akhir Februari, pemotongan penerimaan pajak milik Palestina sebesar 139 juta dolar AS, penutupan pintu gerbang Masjid Al-Aqsa, perluasan pendudukan, pengusiran warga Palestina dari rumahnya, hingga kekerasan dan teror oleh pendatang (settlers) yang didukung oleh petugas keamanan Israel.
Menurut Wamenlu AM Fachir, berbagai langkah pemerintah Israel menunjukkan kecenderungan pengambilalihan wilayah Palestina atau yang disebut dengan aneksasi. Hal ini membuat “solusi dua negara” yang selama ini diperjuangkan dan disepakati oleh dunia internasional, termasuk Palestina dan Israel sendiri, menjadi semakin jauh dari kenyataan.
Wamenlu juga menggarisbawahi tentang kondisi ekonomi dan kemanusiaan rakyat Palestina yang harus jadi prioritas, di samping berbagai upaya politik lainnya. Ia menilai, kemiskinan dan pengangguran merupakan salah satu sumber konflik.
Pada Februari lalu, lanjut Wamenlu, Pemerintah RI meningkatkan bantuan sejumlah 1 juta dolar AS kepada Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), dan bantuan proyek desalinasi di Gaza.
Sejak berakhirnya perang enam hari Arab dengan Israel pada 1967, Israel yang berhasil merebut kawasan itu dari Suriah kemudian menduduki Dataran Tinggi Golan sejak 1981. Langkah ini ditolak oleh dunia internasional
Suriah surati PBB
Menyusul dukungan Presiden AS, Donald Trump, yang menandatangani pengakuan Dataran Tinggi Golan sebagai milik Israel hari Senin (25/03), Suriah kini mendesak diadakannya pertemuan dengan PBB. Dalam surat yang diajukan kepada PBB, Selasa (26/03), Suriah meminta pertemuan dilaksanakan di Prancis.
Sebelumnya hari Jumat (22/03), Suriah juga sudah melayangkan surat kepada PBB untuk kembali menegaskan Resolusi Dewan Keamanan tentang status Dataran Tinggi Golan dan tuntutan penarikan pasukan Israel dari wilayah itu.
Lima negara anggota Uni Eropa (UE) secara tegas menolak dukungan AS terkait status Dataran Tinggi Golan sebagai milik Israel. Keputusan Trump diyakini akan berdampak luas di kawasan Timur Tengah.
Dua negara sekutu AS, Inggris dan Prancis, bergabung dengan Jerman, Belgia dan Polandia mendeklarasikan posisi UE yang ingin menegakkan resolusi DK PBB terkait Dataran Tinggi Golan. Selain Uni Eropa dan Indonesia, Rusia, Cina dan Afrika Selatan juga turut mengecam keputusan Washington. [jawapos/tirto.id]