Berita
Nasehat Imam Ali as Kepada Kumail bin Ziyad
Abu Ja’far Muhammad bin Ali bin Husain meriwayatkan kepadaku dari ayahnya, dari Muhammad bin Abul Qasim aI-Majilawaih, dari Muhammad bin Ali al-Sairafl, dari Nasr bin Muzahim, dari Amru bin Saad, dari Fudhail bin Khudaij, dari Kumail bin ziyad Nakhai yang mengatakan,
Suatu ketika aku tengah bersama Amirul Mukminin di masjid di Kufah dan ketika kami selesai mengerjakan salat Isya, Amirul Mukminin memegang kedua tanganku dan membawaku ke luar dari masjid. Beliau tidak mengucapkan sepatah kata pun sampai kami tiba di bagian belakang Kufah. Setelah beliau memasuki gurun, beliau menarik napas panjang dan kemudian mengatakan,
’Wahai Kumail! tak syak lagi, hati (yaitu jiwa dan pikiran) ini adalah wadah, dan sebaik-baik wadah adalah wadah yang paling banyak menyimpan. Ingatlah dariku apa yang aku katakan; ada tiga golongan orang: orang (saleh) yang tinggi pendidikan dan luas ilmunya, orang yang menuntut jalan keselamatan, dan (golongan ketiga) adalah sampah masyarakat, yang mengikuti suara burung gagak, yang menekuk atau bengkok ketika angin bertiup, tidak pernah memperoleh manfaat dari cahaya ilmu, dan tidak juga mendapatkan tempat berlindung dengan penopang yang kuat.
Wahai Kumail, keuntungan saham dari kekayaan lenyap bersama kehilangan dan kerugiannya. Wahai Kumail, orang-orang yang menimbun kekayaan mati, sementara orang-orang yang tinggi pendidikan dan luas pengetahuannya terus ada untuk selamanya, jasa mereka memang lenyap, namun pengajaran dan kearifan mereka berurat, berakar di hati.
(Kemudian seraya menunjuk ke dada beliau, beliau mengatakan,) Di sinilah banyak ilmu yang berbasis akal sehat, informasi, bukti dan fakta tak terbantahkan, semoga saja ada orang-orang yang menerima dan lekas memahaminya dan juga orang-orang yang mengikutinya. (sehingga aku bisa memberikannya).
Namun sayangnya, sejumlah orang yang memiliki pemahaman namun tidak mengindahkan moral telah berupaya menyalahgunakannya, dan menggunakan agama sebagai senjata untuk memperoleh keuntungan duniawi, dan berupaya mendapatkan kekuasaan tidak semestinya melalui otoritas Ilahiah atas makhluk, makhluk Allah, dan menyalahgunakan nikmat dan karunia Allah yang telah dianugerahkan oleh-Nya kepada mereka. Karena itu orang-orang yang lemah jiwa dan pikiran menganggap mereka dapat dipercaya atau memandang mereka sebagai yang siap menyesuaikan diri dengan kearifan (Ilahiah), dan mencampakkan wali-wali kebenaran. (Faktanya adalah bahwa) orang-orang semacam itu (yang mereka jadikan sebagai pemandu-pemandu mereka) sama sekali tidak memiliki persepsi yang jelas tentang susunan cabang-cabangnya atau tidak memiliki kemampuan untuk melihat dengan jelas dan intuitif karakter susunan cabang-cabangnya. Akibatnya adalah dengan kebingungan sedikit saja, maka keraguan memasuki hati dan pikiran mereka. Tidak ada dari mereka yang bisa menjadi wadah atau pembawa sejati pengetahuan.
Kemudian ada orang-orang yang hawa nafsu mereka tak pernah terpuaskan, karena itu mereka dengan mudahnya disesatkan oleh kesenangan-kesenangan jasmani, atau digoda oleh harta benda, di antara mereka tidak ada yang peduli agama. Mereka sangat menyerupai ternak yang makan rumput. Dengan demikian, pengetahuan mati bersama kematian wadah-wadah semacam itu.
Namun bumi ini tak pernah kosong dari suatu kuasa Ilahiah nyata, atau dia yang bersembunyi, dan ini memastikan bahwa ayat-ayat atau tanda-tanda jelas-Nya tidak sirna. Tak syak lagi, dengan sedikit orang yang besar sekali maknanya itu, Allah melindungi hujah-Nya, sampai mereka berhasil menyebarkan atau mewariskannya lebih jauh ke orang-orang yang seperti mereka, dan menanamkannya dalam-dalam di hati mereka. Mereka adalah orang-orang yang diliputi pengetahuan kepastian sejati, dan memudahkan bagi diri mereka untuk menapak di jalan yang dirasa sulit oleh orang-orang yang bergelimangan kemewahan dan kenyamanan. Mereka memperoleh kesenangan dan kenikmatan dari apa-apa yang menolak si jahil. Meskipun mereka hidup di muka bumi dengan raga mereka, namun jiwa mereka berpegangan erat pada dataran yang lebih tinggi. Mereka adalah wakil-wakil (sejati) Allah di muka bumi, dan orang-orang yang mengajak (manusia) pada agama-Nya.
Aduhai! betapa suka aku untuk melihat mereka, aku mencari ampunan dari Allah untukku dan untuk kalian semua.
Kemudian beliau (yaitu Ali as) menarik tangannya dari tanganku dan mengatakan ,’engkau boleh pergi kalau mau.’
Diriwayatkan oleh Syeikh Mufid, Al Amali, hal 301