Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Mencintai Ahlulbait Memandu ke Surga

”Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Khalid Maitsami meriwayatkan kepadaku dari Abu Bakar Muhammad bin Husain bin Mustanir, yang meriwayatkan dari Husain bin Muhammad bin Husain bin Mas’ab, yang meriwayatkan dari Abbad bin Ya’qub, yang meriwayatkan dari Abu Abdurrahman Mas’udi, dari Katsir Nawa, dari Abu Maryam Khaulani, dari Malik bin Dhamrah, bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata;

Nabi Saw memegang tanganku dan mengatakan, ’Barangsiapa dengan penuh ketaatan dan dedikasi menunaikan salat lima waktu, dan kemudian meninggal dalam kondisi di dalam hatinya ada kecintaan kepadamu, maka dia akan menebus ikrarnya. Barangsiapa meninggal dalam kondisi membencimu, maka dia meninggal dalam kondisi jahiliah (masa sebelum Islam), meskipun dia akan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatannya sepem diputuskan oleh Islam. Orang yang hidup sepeninggalmu. sementara di dalam hatinya ada kecintaan kepadamu. maka Allah akan mengakhiri hidupnya dengan keselamatan. kesejahteraan dan iman. sampai dia tiba di dekatmu di Telaga.”

Dia berkata, “Abu Ja’far Muhammad bin Umar Zayyat menginformasikan kepada kami bahwa Ali bin Ismail meriwayatkan kepadanya dari Muhammad bin Khalaf, yang meriwayatkan dari Husain Ashqar, yang meriwayatkan dari Qais, dari Laits bin Abi Sulaim, dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang meriwayatkan dari Husain bin Ali as bahwa Nabi saw berkata;

“Senantiasa kokohlah mencintai kami, Ahlulbait. Karena barangsiapa bertemu Allah, sementara dia mencintai kami, maka dia akan masuk surga dengan syafaat kami. Demi Dia Yang mengendalikan jiwa kami, seorang hamba (Allah) tidak memperoleh manfaat dari amal-amalnya kecuali kalau dia mengenal kami (dan derajat keutamaan kami).”

Syeikh Mufid, Kitab Al Amali

Tentang periwayat, Syekh Thusi (wafat 460 H) memperkenalkan gurunya Syekh Mufid, dalal al-Fihrist: ”Muhammad bin Muhammad bin Nu’man (Mufid), memiliki julukan Abu Abdillah, dan termasyhur dengan sebutan Ibnu Muallim. Dia adalah salah seorang teolog Imamiah, dan otoritas puncak pada zamannya. Di samping seorang fakih tataran terdepan, dia juga seorang berkarakter sopan, arif dan cenderung segera memberikan jawaban yang cerdas dan tepat.”

Syekh Mufid lahir 11 Zulkaidah 336 Hijriah di Ukbara dekat Baghdad. Dia tumbuh besar di bawah asuhan ayahnya yang mengajarkan kepadanya prinsip-prinsip literatur Arab. Setelah itu, ditemani ayahnya, dia datang ke Baghdad dan belajar di bawah pengawasan Husain bin Ali Bashri Mu’tazali, yang populer dikenal dengan nama ‘Juwal, dan Abu Yasir, sahaya Abul Jaisy. Pada tahun berikutnya dia memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang alim yang memiliki visi, pemahaman dan intuisi yang tajam, seorang fakih yang tinggi reputasinya dan seorang ahli logika yang hebat. Meskipun masih muda, dia sudah mengungguli sebagian besar mereka yang sezaman dengannya, dan dikenal sebagai seorang sumber informasi andal mazhab Imamiah yang diakui. Penguasa pada zamannya, Sultan Adud Daulah Dailami Buwaihi kerap berkunjung ke kediaman Syekh untuk memberikan penghormatan dan perhatian kepadanya, dan untuk mendapatkan kabar kesehatannya ketika dirundung sakit.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *