Nasional
Sim Shalawat! Sulap Dakwah Ala Astha
Mendengarkan ceramah di masjid mungkin hal biasa bagi sebagian orang. Tapi mendengarnya sambil menyaksikan pertunjukan sulap, bisa dianggap langka bagi sebagian lainnya.
Raden Kamal Astha adalah salah satu (bahkan mungkin satu-satunya) pendakwah yang menggabungkan ceramah agama dengan keahlian sulapnya.
Nama aslinya adalah Kamal Agustian. Pemuda berumur 20 tahun ini tinggal di Bandung, Jawa Barat. Bermula dari keprihatinan akan menurunnya minat anak-anak maupun remaja untuk datang ke masjid dan menghadiri pengajian, dia coba-coba memakai keahlian sulapnya dan menggabungkannya dengan ceramah serta shalawat untuk menarik simpati masyarakat terutama kaum muda, agar antusiasme mereka hadir ke pengajian lebih meningkat.
Selain sulap, ia juga kerap menjadi MC di berbagai acara. Tak kurang, telah 30-an sekolah di kota Bandung yang mengundangnya main sulap sambil berdakwah. Ada juga hobby lainnya, memenej Band, meski ia mengaku tak terlalu mahir di bidang itu. Karena itulah, dengan banyaknya hobby yang dia sukai, mendorongnya merintis manajemen mandiri yang dinamainya “Astha Management.” Manajemen itu baru diresmikan 25 Januari 2014 lalu, meski sebenarnya telah dimulai sejak dirinya duduk di bangku kelas 2 SMK.
Astha Management bergerak dalam 2 bidang yaitu reliji dan entertain. Bidang reliji mencakup; ceramah, shalawat hadrah, shalawat marawis, ziarah, istighatsah dan amalan lainnya. Sedangkan entertain terdiri dari sulap, MC, Band, dan lain-lain.
Ia juga mengaku punya majelis bernama “MASTHA” (Majelis Shalawat Tausyiah Ziarah Al-Kamaliyah). Majelis ini dipimpinnya sendiri, meskipun para ustad dan habaib kota Bandung yang lebih sering mengisi acaranya.
Dianggap agak keluar dari pakem dakwah yang selama ini ada, ceramah dan shalawat yang dikolaborasikan dengan sulap, banyak yang menanggapinya positif, ada juga yang negatif. “Saya malu dan saya bukan siapa-siapa kalau dianggap mencari penghidupan lewat ceramah dan shalawat. Misi saya hanyalah menghidupkan shalawat dan kecintaan kepada Rasulullah,” tuturnya perihal alasan kenapa dirinya nekad memakai segala cara agar orang-orang dan kaum muda seusianya mau ikut serta menghidupkan shalawat.
Tentu saja bukan hanya itu. Sisi lain yang mendorongnya lebih gencar mengumandangkan shalawat tak lain adalah munculnya kelompok-kelompok yang ia anggap sebagai “Ahlul Fitnah Wal Gagabah,” pimpinan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (dan dengan jenaka disingkatnya MIAW), yang selama ini seringkali didengarnya banyak mengumbar tuduhan bid’ah, khurafat, tahayul, dan haram terhadap amalan-amalan yang biasa dilakukan kalangan Ahlusunnah Wal Jamaah.
“Jadi, ya wajar saja kalau kelompok-kelompok macam itu menganggap apa yang saya lakukan ini sebagai bid’ah. Ya jelas saja lah mereka bilang seperti itu. Lha wong Kyai, Habaib berceramah diselingi shalawat pun dia bilang bid’ah kok,” tuturnya.
Kata Astha, biar saja pengikut MIAW menyalahkan konsep dakwahnya. “EGP. Semua yang saya lakukan anggap saja seni. So, jangan salahkan seninya. Karena kata orang, hidup tanpa seni itu bagai sayur tanpa garam.” Sim shalawat! Itulah gaya dakwah Astha, tak peduli si MIAW lovers tak suka. (Malik/Yudhi)