Berita
Habib bin Muzhahir, Pendukung Setia 3 Imam yang Syahid di Karbala
Habib bin Muzhahir al-Asadi adalah seorang tokoh Islam dari kabilah Bani Asad. Lelaki pemberani asal Kufah ini merupakan pecinta sejati dan pendukung setia Imam Ali a.s, Imam Hasan a.s dan Imam Husain a.s. Setelah kematian Muawiyah, Habib termasuk warga Kufah yang mengundang Imam Husain as untuk datang ke Kufah dengan mengirim surat padanya. Namun, begitu mengetahui orang-orang Kufah telah berkhianat, secara diam-diam ia meninggalkan Kufah dan bergabung dengan rombongan Imam Husain as.
Habib adalah seorang ahli ibadah, bertakwa dan hafiz Al-Qur’an. Setiap malamnya selalu ia gunakan untuk berdoa dan beribadah kepada Allah swt. Hidupnya sangat sederhana. Ia menolak saat ditawari banyak uang dan kehidupan mewah.
Habib menyampaikan, “Jika kita lebih memilih hidup dan membiarkan putra Nabi saw dibunuh secara zalim, alasan apa yang akan kita berikan pada Rasulullah saw nanti?”.[1]
Menurut catatan Syaikh Thusi[2], Habib termasuk dalam daftar para sahabat Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as, namun bukan termasuk dari golongan sahabat Nabi Muhammad saw. Habib berangkat ke Kufah bersama Imam Ali a.s. Ia selalu menyertai Imam Ali as di tiap pertempuran. Sebagai salah satu murid istimewa Imam, Habib dikenal ahli dalam berbagai bidang ilmu.[3] Bahkan Imam Ali as mengajarinya[4] ilmu manaya dan balaya[5]. Di samping itu, Habib juga termasuk anggota khusus Syurthah al-Khamis yaitu tim pasukan berani mati yang selalu siap setia membela Imam Ali as.[6] Habib pernah berbincang dengan Maitsam al-Tammar, saat itu mereka menerawang tentang masa depan masing-masing, diantaranya tentang bagaimana mereka mati, kemampuan membaca masa depan itu diajarkan oleh Imam Ali as.[7]
Setelah kematian Muawiyah (60 H/680), Habib beserta para pembesar Syiah Kufah, di antaranya Sulaiman bin Shurad, Musayyab bin Najabah dan Rifa’ah bin Syaddad Bajali menolak berbaiat kepada Yazid. Mereka pun mengirim surat untuk Imam Husain as, isinya mengundang Imam Husain as supaya datang ke Kufah guna melawan Bani Umayyah.[8] Mereka inilah yang menyambut Muslim bin Aqil (utusan Imam Husain as) ketika tiba di Kufah.
Habib bersama Muslim bin Ausajah diam-diam menyeru warga Kufah untuk berbaiat kepada Muslim bin Aqil dan mereka pun menerima seruan tersebut.[9] Namun karena tekanan Ubaidillah bin Ziyad, warga Kufah akhirnya mencabut baiat mereka dan tidak berani lagi mendukung Muslim bin Aqil. Kabilah Bani Asad mengamankan Habib dan Muslim bin Ausajah dari kejaran pasukan Ubaidillah. Dari Kufah keduanya menuju ke tempat Imam Husain as. Siangnya mereka sembunyi dari kejaran mata-mata dan pasukan Ubaidillah bin Ziad, dan malamnya kembali melanjutkan perjalanannya menyusul Imam. Pada hari ketujuh Muharram mereka tiba di kamp rombongan Imam Husain as di Karbala.[10]
Begitu tiba di Karbala, Habib kembali membuktikan kesetiaannya pada Imam Husain as. Sebagaimana kita ketahui, saat itu pendukung Imam Husain as sangat sedikit, sedang musuhnya sangat banyak. Habib menyampaikan kepada Imam, “Ada kabilah Bani Asad yang hidup di dekat daerah ini, jika Anda mengizinkan, saya akan menemui dan mengajak mereka untuk bergabung dengan Anda, semoga Allah swt memberi hidayah kepada mereka”. Begitu mendapat izin dari Imam, Habib segera menemui dan menasehati mereka supaya bersedia membantu Imam. Awalnya mereka menerima ajakan tersebut, namun pasukan Umar bin Sa’ad menghadang mereka sehingga batal bergabung dengan Imam Husain as.[11]
Sehari Sebelum Asyura
Sebelum terjadi peristiwa asyura (hari kesepuluh bulan Muharram), Habib sempat menasehati utusan Umar bin Sa’ad yang datang menyampaikan surat untuk Imam Husain as supaya tidak kembali ke gerombolan orang zalim.[12] Kemudian pada hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharram), Habib juga menasehati pasukan musuh yang ingin menyerang tenda Imam Husain as dengan cara menyampaikan keutamaan Imam Husain as dan para pendukungnya, ia berharap dengan itu mereka akan membatalkan maksud mereka.[13]
Di Malam Asyura
Di malam Asyura, Hilal bin Nafi’ memberitahu Habib tentang kekhawatiran Zainab, putri Imam Ali as, akan kesetiaan para pendukung Imam Husain as. Hilal dan Habib pun mengumpulkan para sahabat Imam Husain as kemudian bersama menghadap Imam. Di hadapan Imam Husain as mereka berikrar setia akan selalu menjaga dan membela keluarga Nabi saw hingga titik darah penghabisan.[14]
Di Hari Asyura
Pagi di hari kesepuluh Muharram, Imam Husain as menugaskan Habib bin Muzhahir untuk memimpin pasukan sayap kiri, untuk sayap kanan dipercayakan kepada Zuhair bin Qain. Sedangkan pasukan inti dipimpin oleh Abul Fadhl Abbas yang sekaligus membawa panji Imam.[15]
Dalam khutbahnya, Imam Husain as kembali mengingatkan tentang kedudukan, keutamaan dan nasabnya. Ia juga menyampaikan hadis Nabi saw yang berbunyi, “Kedua (anak) ini (Hasan dan Husain) adalah pemimpin pemuda surga”. Imam Husain as berkata, “Di antara kalian pasti ada yang pernah mendengar hadis tersebut dari Rasulullah saw”. Saat itu Syimir menyela perkataan Imam, “Kalau aku mengerti apa yang kamu katakan, aku pasti menyembah Allah dengan ragu-ragu”. Mendengar itu, Habib bin Muzhahir langsung menyahut, “Demi Allah, aku sering melihatmu beribadah dengan penuh ragu. Aku bersaksi, benar apa yang kamu katakan, kamu sama sekali tidak mengerti yang Imam sampaikan, karena hatimu telah teracuni dan menghitam”.[16]
Ketika salah seorang pasukan Umar bin Sa’ad mulai menantang perang, Habib dan Burair segera meluncur ke tengah medan perang, namun Imam Husain as mencegah mereka.
Ketika Abu Tsamamah memberitahu Imam Husain as bahwa waktu salat telah tiba, Imam berkata, “Sampaikan pada mereka supaya menghentikan perang, supaya kita bisa menunaikan salat”. Menerima pemberitahuan itu, Khusain bin Numair (Khusain bin Tamim) menjawab, “Shalat kalian tidak akan diterima”. Mendengar jawaban seperti itu, Habib bin Muzhahir menyampaikan, “Kamu kira Allah tidak menerima shalatnya keluarga Rasul saw lalu menerima shalatmu!? Hai pemabuk!”. Setelah itu Habib langsung menyerangnya dan berhasil menjungkalkannya dari atas kuda, namun pasukan musuh segera menyelamatkannya dari cengkeraman Habib.[17]
Muslim bin Ausajah adalah teman dekat Habib. Setelah bertempur mati-matian ahirnya ia tumbang. Dalam keadaan sekarat berlumuran darah, Imam Husain as dan Habib menyusulnya. Imam berkata, “Wahai Muslim, semoga Allah merahmatimu”.
Kemudian Imam membaca ayat Al-Qur’an, “maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu; dan mereka sedikit pun tidak merubah (janji mereka)”.[18] Habib kemudian mendekat dan berkata, “Kematianmu membuatku sangat sedih, namun ketahuilah, surga menunggumu”. Dengan suara lemah Muslim bin Ausajah berkata, “Semoga Allah juga memberimu kabar gembira”.
Habib kembali berkata, “Jika saja sebentar lagi aku tidak mati, dengan senang hati aku akan menerima wasiatmu dan menjalankannya”. Muslim memandang Imam Husain as lalu berkata kepada Habib, “Aku wasiatkan Imam Husain a.s padamu. Semoga Allah swt merahmatimu, selama kau masih hidup, belalah Imam, jangan pernah tinggalkan dia sampai kau mati”. Habib menjawab, “Aku akan laksanakan wasiatmu dan membuatmu bahagia”.[19]
Berikut adalah bait syair yang dilantunkan Habib ketika menghadapi musuh pada hari asyura:
Akulah Habib putra Muzhahir, pejuang medan laga yang selalu berkobar. Memang jumlah kalian lebih besar, namun kami lebih setia dan sabar. Hujjah kami lebih mulia dan benar, pasti kami lebih bertakwa dan terampuni karena uzur.[20]
Imam Husain a.s berdoa, “Semoga Allah swt memberi pahala untukku dan para pendukung setiaku”.[23] Dalam sebagian kitab maqtal (catatan kronologi peristiwa Karbala) disebutkan, Imam Husain as berucap, “Wahai Habib, kau adalah lelaki mulia. Kau menghatamkan Alquran dalam semalam”.[23]
Habib bin Muzhahir adalah pembesar kabilah Bani Asad yang sangat dihormati di kalangan mereka. Ketika memakamkan Syuhada Karbala, kabilah Bani Asad memakamkan jasad Habib sekitar 10 meter dari pusara Imam Husain as secara terpisah dari yang lain. Sekarang makam itu berada di sekitar area Haram Imam Husain as, tepatnya di lorong bagian selatan.[24]
Dalam doa ziarah Imam Husain as husus pertengahan Sya’ban dan lainnya,[25] tercantum nama Habib bin Muzhahir.[26] (wikishia)
Catatan kaki
- Rijal al-Thusi, hlm 60, 93, 100.
- Al-Amin, A’yanul Syiah, jld. 4, hlm. 554.
- Samawi, Ibshar al-‘Ain Fi Anshar al-Husain, hlm. 128.
- Al-Husain fi Thariqah Ila Syahadah, hlm. 6.
- Ilmu tentang kejadian masa depan.
- Al-Ikhtishash, Syaikh Mufid, hlm. 2-7.
- Samawi, Ibshar al-‘Ain fi Anshar al-Husain, hlm. 127.
- Muhsin al-Amin, A’yanul Syiah, jld. 4, hlm. 554
- Samawi, Ibshar al-‘Ain fi Anshar al-Husain, hlm. 128.
- Al-Amin, A’yanul Syiah, jld. 4, hlm. 554.
- Samawi, Ibshar al-‘Ain fi Anshar al-Husain, hlm. 130.
- Baladzuri, Ansabul Asyraf, jld. 2, hlm. 484.
- Mausu’ah Kalimat al-Imam al-Husain Alaihissalam, hlm. 407-408.
- Khawarizmi, Maqtal al-Husain, jld. 2, hlm. 7.
- Mufid, al-Irsyad, hlm. 450.
- Syaikh Abbas Qomi, Nafas al-Mahmum, hlm. 124.
- Qs. Al-Ahzab: 23.
- Sayyid bin Thawus, Luhuf, hlm. 133.
- Samawi, Ibshar al-‘Ain Fi Anshar al-Husain, hlm. 133.
- Syaikh Abbas Qomi, Nafas al-Mahmum, hlm. 124.
- Samawi, Ibshar al-‘Ain Fi Anshar al-Husain, hlm. 127.
- Abu Mikhnaf, Waq’ah al-Thaff, hlm. 265.
- Syaikh Abbas Qomi, Nafs al-Mahmum, hlm. 124.
- Qaidan, Atabat Aliyat Irak, hlm. 122.
- Majlisi, Bihar, jld. 45, hlm. 71, jld. 97, hlm. 27.
- Sayyid bin Thawus, Iqbal al-A’mal, hlm. 229.