Berita
5 Tradisi Menyambut Bulan Suro di Pulau Jawa
Peringatan tahun baru hijriah bagi masyarakat Jawa identik dengan peringatan malam 1 Suro. Biasanya, masyarakat Jawa menyambut bulan Suro dengan perayaan yang disertai prosesi adat karena dianggap sakral. Hal ini terjadi karena penanggalan Jawa dan kalender Hijriah memiliki kedekatan sejak Sultan Agung (Raja Mataram Islam) mengubah sistem kalender Jawa. Otomatis setiap pergantian tahun baru hijriah, dibarengi dengan Tahun Baru Jawa yang diawali bulan Suro. Sampai saat ini, beberapa tradisi dilakukan untuk memperingati pergantian tahun itu. Berikut beberapa tradisi menyambut Bulan Suro di berbagai daerah Indonesia
1. Tradisi Kirab Kebo Bule dan pusaka Keraton Kasunanan Surakarta
Kirab Kebo Bule (Kiai Slamet) dilakukan oleh pihak Kasunanan Surakarta. Selain Kiai Slamet, pihak kasunanan juga membawa sejumlah pusaka yang dibawa dalam kirab.
2. Tradisi Sapi-Sapian di Desa Kenjo Banyuwangi
Tradisi ini muncul sejak 1700-an, ketika tiga orang asal Bugis membuka lahan untuk permukiman dan pertanian. Saat akan membajak tanah, mereka tidak memiliki alat untuk menarik bajak sehingga mereka memutuskan menggunakan tenaga mereka sendiri.
3. Tradisi Kirab Pusaka di Pura Mangkunegaran Surakarta
Prosesi kirab diawali dengan dikeluarkannya sejumlah pusaka milik Puro Mangkunegaran di Pendapa Ageng. Beberapa pusaka dipilih untuk mengikuti kirab ini. Para peserta kirab dilarang untuk berbicara selama berkeliling kompleks Mangkunegaran tersebut. Setelah itu pusaka dengan diiringi oleh punggawa keraton dibawa kirab melewati Jl Ronggowarsito, Jl Kartini, Jl.RM Said, lanjut ke Jl. Teuku Umar dan masuk kembali ke Mangkunegaran.
4. Tradisi Kirab Kepala Kerbau di Selo Boyolali, Jawa Tengah
Setiap malam 1 Suro atau tahun baru Hijriah, warga Lenjoh Selo, Boyolali melarung satu kepala kerbau untuk memohon keselamatan kepada Sang Kuasa dan diberi berkah selama hidup di lereng Gunung Merapi. Menjelang pukul 00.00, Sabtu dini hari, warga mulai berjajar dan melakukan kirab membawa kepala kerbau ke puncak Gunung Merapi. Lebih kurang 4 kilometer berjalan, warga Selo sampai ke puncak dan melakukan doa bersama.
Kepala kerbau yang ditutupi kain warna putih menjadi simbol rasa hormat warga kepada Sang Penguasa Alam. Acara yang juga sering disebut Sedekah Gunung tersebut selalu diikuti warga dari lereng Gunung Merapi, khususnya Boyolali. Dengan berpakaian adat Jawa, warga mulai melakukan persiapan Sedekah Gunung dengan melantunkan doa dan nyanyian. Baca juga: Grebeg Tumpeng Suro, Masyarakat Dusun Pekulo Rebutan Palawija
5. Tradisi Tirakat Mubeng Benteng di Keben Keraton Yogya Kirab ini dilakukan di Yogyakarya.
Masyarakat melakukan kirab mengelilingi benteng tanpa berbicara sebagai bentuk perenungan akan perjalanan hidup selama satu tahun lalu. Biasanya ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya. Acara dimulai pukul 00.00 WIB. Acara yang dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta ini sudah dilakukan secara turun-temurun sebagai bentuk syukur masyarakat Yogyakarta terhadap apa yang didapatkan. (kompas.com)