Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Abbas bin Ali (Abul Fadhil), Pemimpin dan Pemegang Panji Pasukan Imam Husain a.s pada Peristiwa Karbala

Abbas bin Ali bin Abi Thalib yang lebih dikenal dengan Abu Fadhil dan Qamar Bani Hasyim adalah anak dari pasangan Imam Ali as dan Ummul Banin, pemimpin dan pemegang panji pasukan Imam Husain as pada peristiwa Karbala. Di Karbala ia menjadi pemberi minum (Saqqa) pasukan, oleh karenanya ia dikenal di kalangan Muslim Syiah dengan “Pemberi minum bumi tandus Karbala”.

Abu Fadhil Abbas mempunyai kedudukan tinggi di antara para keturunan imam dan orang-orang Syiah pada hari Tasu’a (9 Muharram) mengadakan majelis duka baginya.

Menurut riwayat-riwayat, pada hari 7 Muharram tahun 61 H/681, disaat persediaan air di kemah Imam Husain as mulai berkurang, Abbas berhasil membawa air kepada pasukan. Pada tanggal 10 Muharram ia juga pergi ke arah Sungai Eufrat demi mendapatkan air. Namun dalam perjalanan pulang, kendi airnya dipanah oleh pihak musuh dan kedua tangannya dipotong yang menyebabkannya gugur sebagai syahid.

Pada masa kanak-kanak Abbas, ayahanda dan kedua saudaranya, Hasan a.s dan Husain a.s berada di sampingnya. Abbas memperoleh ilmu dan banyak berguru dari mereka serta memanfaatkan pandangan mereka. .

Imam Ali as terkait dengan kesempurnaan dan kedinamisan putranya bersabda, “Sesungguhnya putraku Abbas telah belajar semenjak usia kanak-kanak. Ia belajar dariku sebagaimana bayi burung merpati mengambil makanan dan minuman dari induknya.” [1] Pada awal-awal ketika Baginda Abu Fadhil dapat berbicara, Imam Ali as berkata kepadanya, “(Katakanlah) Satu.” “Satu.” Sahut Abbas. “Katakan dua.” Imbuh Imam Ali as. “Aku malu berkata dua dengan lisan yang Aku serukan tentang keesaan Tuhan.” Tegas Abbas.[2];[3]

Kemudian Imam Ali as dengan pandangan keimamahannya, melihat masa depan Abbas yang gemilang. Kemudian wajah Imam Ali as nampak sedih dan lantaran istrinya bertanya apa gerangan yang membuatnya menangis. “Kisah Abbas akan berakhir pada jalan menolong Husain as.” ujar Imam Ali as. Kemudian beliau mengabarkan tentang keutamaan kedudukan putranya: “Allah swt akan menganugerahkan dua sayap kepadanya seperti pamannya, Ja’far bin Abi Thalib yang akan terbang di surga.” [4]

Imam Ali a.s dengan perhatian dan kasih sayang khusus mengenalkan adab dan akhlak kepada Abbas dan mendidiknya dengan ajaran-ajaran Islam. [5] Putra Imam Ali as ini hidup bersamanya selama 14 tahun 47 hari. Ia selalu berada di samping ayahandanya. [6] Pada hari-hari sulit masa pemerintahan ayahandanya, tidak sekejap-pun Abbas berpisah darinya. [7] Ketika pada tahun 37 H/658 meletus Perang Shiffin, Abbas kecil yang ketika itu masih berusia 12 tahun telah menorehkan epik abadi dalam perang tersebut.[8]

Peran Abas pada Perang Shiffin

Setelah masuknya pasukan 85 ribu orang dari tentara Muawiyah ke wilayah Shiffin untuk mengalahkan Imam Ali as, beberapa orang dikirim dan ditugaskan untuk menjaga air dan diangkatlah Abul Al-A’war Aslami untuk melaksanakan tugas ini. Pasukan Imam Ali as yang lelah dan haus, ketika sampai di wilayah Shiffin, melihat bahwa musuh telah menutup air bagi mereka. Kehausan yang melanda pasukan Imam Ali as membuat Imam Ali as harus menempuh jalan sehingga beberapa panglima Sha’sha’at bin Shauhan dan Syabats bin Rab’i ditunjuk untuk mengambil air. Mereka bersama beberapa anggota pasukan menyerang Sungai Eufrat kemudian mengambil air. Imam Husain as dan Baginda Abu Fadhl as juga ikut serta dalam penyerangan ini. [9]

Pada puncak perang Shiffin, terdapat seorang remaja dari pasukan Islam yang maju ke medan laga dan mengenakan topeng. Umurnya ketika itu kira-kira 13 tahun. Ia berdiri dihadapan laskar Muawiyah dan berperang dengan musuh. Muawiyah memerintahkan Abu Sya’tsa, yang merupakan jagoan dari pasukannya supaya berduel dengan Abul Fadhil. “Warga Kufah mengakui kehebatanku sebanding dengan 1000 pasukan berkuda (namun kau menginginkan supaya Aku berduel dengan seorang remaja?)” Protes Abu Sya’tsa.

Kemudian ia memerintahkan salah seorang anaknya untuk berduel dengan Abul Fadhil. Setelah beberapa lama terlibat perang sengit, Abbas berhasil membuat musuhnya jatuh tersungkur dan bersimbah darah. Abu Sya’tsa dengan takjub yang sangat luar biasa melihat bahwa anaknya tersungkur ke tanah dan bersimbah darah. Ia mempunyai tujuh anak. Kemudian ia mengutus anaknya yang lain, namun hasilnya tidak berubah sedemikian sehingga semua anaknya satu persatu dikirim ke medan perang, namun remaja prawira itu mengirim mereka satu persatu ke neraka.

Pada akhirnya Abu Sya’tsa turun ke gelanggang perang melawan sang remaja itu, namun ia berhasil membinasakannya sedemikian sehingga tidak ada lagi orang yang berani melawannya. Keheranan dan ketakjuban pasukan Imam Ali a.s menjadi semakin tiada tara. Ketika Abu Fadhil kembali ke perkemahan, Imam Ali a.s membuka tutup muka putranya itu dan membersihkan debu dari mukanya. [10]

Mereguk Cawan Syahadah

Ahli sejarah menuliskan beberapa riwayat yang berbeda terkait dengan syahidnya Abul Fadhil Abbas as. Kharazmi berkata: “Ia pergi ke medan perang sambil meneriakkan yel-yel tentang peperangan, ia berperang melawan musuh. Setelah melukai dan membunuh sejumlah musuh, akhirnya ia gugur syahid. Kemudian Imam Husain datang menghampirinya dan berucap, “Kini tulang punggungku telah patah, daya upayaku sudah menyurut.” [11] Ibnu Nama dan Ibnu Thawus menjelaskan, karena Imam Husain as didera oleh rasa haus yang mencekik, Imam Husain as bersama saudaranya Abbas pergi ke tepi sungai Eufrat, namun pihak musuh memutus hubungan mereka sehingga Baginda Abbas gugur sebagai syahid. [12]

Ibnu Syahr Asyub berkenaan dengan kesyahidan Abu Fadhil Abbas as berkata, “Abbas, pembawa air, Purnama Bani Hasyim, pembawa panji Karbala yang merupakan anak terbesar dari saudara-saudaranya, pergi keluar dari medan peperangan demi mendapatkan air kemudian musuh menyerangnya. Tak lama setelah itu ia terlihat sangat lemah. Pada saat itu Hakim bin Thufail al-Thai al-Sinbisi yang saat itu berada di belakang pohon menyerangnya dan memukulnya hingga mengenai tangan kanannya.

Tak lama setelah itu, pukulan itu pun mengenai tangan kirinya. [13] Ketika itu, Abbas bersenandung pelan: “Wahai jiwa janganlah takut kepada orang-orang kafir dan berikan kabar gembira akan rahmat Tuhan yang Maha besar dan kebersamaannya dengan Nabi Muhammad saw. Mereka dengan zalim telah memotong tangan kiriku. Tuhanku akan melemparkan mereka ke api neraka yang menyala-nyala.” Kemudian orang yang terlaknat itu mengayunkan pedang secara vertikal ke arah kepala Hadhrat Abbas as sehingga ia syahid.[14]

Abbas adalah syahid terakhir dari pengikut setia Imam Husain a.s  [15] Usia Abbas ketika ia syahid kira-kira 34 tahun. [16]

Source: wikishia.net

 

Catatan kaki

  1. Tsamarāt al-A’wād, jld. 10, hlm. 105; Maulid al-Abbās bin Ali as, hlm. 62.
  2. Farsan al-Haija, jld. 1, hlm. 190; Mustadrak Wasāil al-Syiah, jld. 3, hlm. 815.
  3. Tarjumeh Jāmi’ Ahādits al-Syiah, jld. 26, hlm. 867.
  4. Qamar Bāni Hāsyim, hlm. 19; Maulid al-‘Abbās bin Ali as, hlm. 60.
  5. Maulid al-‘Abbās bin Ali as, hlm. 60.
  6. Maulid al-‘Abbās bin Ali as, hlm. 63.
  7. Bathal al-‘Alqami, jld. 2, hlm. 6.
  8. Wasilah al-Dārain, hlm. 269; Maulid al-‘Abbās bin Ali as, hlm. 64.
  9. Hairi Mazandarani, Ma’āli al-Sibthain, jld. 1, hlm. 437.
  10. Al-Abbās As, hlm. 153; Birjandi, Kibrit al-Ahmar, Teheran, Kitab Furusyi Islamiyah, hlm. 385, 1377.
  11. Al-Kharazmi, Maqtal al-Husain As, jld. 2, hlm. 34; Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqarram, hlm. 287.
  12. Sayid bin Thawus, Luhuf, hlm. 117-118; Hilli, Matsir al-Ahzān, hlm. 257.
  13. Muqarram, Hadetseh Karbala dar Maqtal Muqarram, hlm. 262.
  14. Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thalib, jld. 4, hlm. 108.
  15. Abu Mikhnaf, Maqtal Abi Mikhnaf, hlm. 180; Abul Faraj al-Isfahani, Maqatil Al-Thalibin, hlm. 89.
  16. Ibnu ‘Anbah, ‘Umdah al-Thālib fi Ansāb Ali Abi Thālib as, hlm. 280; Thabarsi, I’lām al-Warā bi al’A’lām al-Hudā, jld. 1, hlm. 395.
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *