Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Mengenal Sukainah binti Husain, Saksi Peristiwa Karbala

Sukainah binti Imam Husain adalah putri Imam Husain as dari ibu yang bernama Rubab binti Imru al-Qais. Sukainah dan ibundanya turut hadir di Peristiwa Karbala. Paska peristiwa Karbala, Sukainah bersama dengan para wanita lain dari keluarga Ahlulbait a.s digiring pihak musuh sebagai tawanan dan dibawa ke Kufah dan Suriah.

Sukainah binti al-Husain bin Ali bin Abi Thalib as adalah putri Imam Husain as yang berasal dari Rubab binti Umru al-Qais. [1] Meskipun dalam sumber-sumber sejarah klasik, Sukainah lebih kecil dari pada putri-putri Imam Husain as lainnya, yaitu yang terkenal dengan Fatimah[2] Namun tidak diketahui secara tepat tentang kapan ia lahir. Akan tetapi dari perkataan Imam Husain as dalam acara peminangan Hasan al-Mutsanna dan ketika membebaskan Hasan al-Mutsanna untuk memilih Sukainah atau Fatimah[3]dapat dipahami bahwa ketika ia bergerak ke arah Karbala adalah seorang gadis yang telah baligh dan telah sampai pada usia untuk menikah.

Imam Husain a.s sangat menyayangi Sukainah sa. Dalam literatur-literatur yang ada, banyak nukilan tentang kecintaan Imam Husain as kepada Sukainah dan Ibundanya, Rubab yang dituangkan kedalam sebuah syair yang artinya: Aku bersumpah demi jiwamu! Aku senang dengan rumah yang didalamnya ada Sukainah dan Rubab. Aku mencintai keduanya. Semua kekayaanku akan aku berikan di jalan ini. Aku akan menyalahkan diriku jika tidak mampu melakukan hal ini. [4]

Kehadiran Sukainah di Karbala

Para sejarawan dan penulis biografi mengisahkan kehadiran Sukainah di Karbala. Berdasarkan laporan yang ada, pada hari Asyura, ketika Imam Husain a.s mengadakan perpisahan terakhirnya yaitu ketika beliau kembali dari medan peperangan ke tenda, beliau berkata kepada para wanita yang menghuni tenda:

“Bersabarlah dan pakailah baju panjang kalian, bersiaplah untuk menerima musibah dan ketahuilah Allahlah yang akan menjaga kalian dan dengan segera kalian akan terbebas dari cengkeraman kelompok itu dan pekerjaan kalian akan berakhir kepada kebahagiaan dan akhir dari musuh kalian adalah azab yang pedih. Semoga Allah swt menganugerahkan kemuliaan atas kesulitan yang kalian derita, oleh itu bersabarlah dan janganlah berkata apa-apa karena hal itu akan mengurangi nilai amal kalian.” [5]

Kemudian, Imam Husain as mengucapkan perpisahan dengan para wanita Ahlulbait as satu persatu dan ketika sampai kepada putrinya, Sukainah yang menyendiri di sudut tenda dan sedang menangis, [6] Imam Husain as pun mengajak supaya Sukainah bersabar. Pada pertemuan akhirnya, Imam memeluk Sukainah dan sambil menyeka air matanya, Imam Husain as sambil berkata :”Sukainah sayangku! Ketahuilah setelah aku meninggal, engkau akan menangis lama. Putriku, sampai nyawaku masih di kandung badan, jangan engkau beratkan dengan tangisanmu. Wahai sebaik-baik perempuan! Ketika aku terbunuh, kaulah yang lebih tepat menangisiku”. [7]

Pada riwayat yang lain, dituliskan bahwa pada hari Asyura dan ketika Imam Husain as mengucapkan perpisahan yang terakhir, Imam Husain mendatangi kemah-kemah dan dengan suara lantang berkata: Wahai Zainab atau Ummu Kultsum atau Fatimah atau Sukainah salam kepada kalian semua. [8]

Hari-hari selama menjadi Tawanan

Pasca Peristiwa Asyura, Sukainah dan para wanita lainnya ditawan dan digiring ke Kufah dan Suriah bersamaan dengan para tawanan lainnya. Ia bersama dengan para tawanan lainnya menjelaskan kejahatan dan perilaku busuk Bani Umayyah dan kemadzluman Ahlulbait a.s semenjak permulaan peristiwa Asyura. Dinukilkan bahwa pada tanggal 11 Muharam dan ketika mengadakan perpisahan dengan Ahlulbait as dan para syahid, Sukainah setelah mendengar perkataan yang menyayat hati bibinya (Zainab), lari menghampiri jenazah ayahandanya dan memangkunya kemudian mulai meratapi jenazah ayahandanya.

Ia melanjutkan cakap-cakap dengan ayahandanya dan syuhada yang lain tetap berlanjut hingga sekelompok dari pihak Umar bin Sa’ad menghampiri Sukainah dan dengan paksa memisahkan Sukainah dari jenazah ayahandanya dan menyeretnya ke arah para tawanan yang lainnya. [9] Hari-hari ketika Ahlulbait as ditawan di Suriah, dilalui dengan sangat sulit oleh Sukainah dan para tawanan wanita keluarga Ahlulbait a.s. Keadaan yang paling susah dan sulit adalah hari ketika para tawanan itu memasuki Suriah.

Terkait dengan bagaimana masuknya keluarga Ahlulbait as ke Suriah digambarkan oleh salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw, Sahl bin Sa’ad Sa’idi, ia berkata: Pada hari masuknya para tawanan ke Suriah aku melihat kepala seorang laki-laki yang ditancapkan pada tombak yang memiliki wajah sangat mirip dengan Nabi Muhammad saw dan dalam barisan itu aku melihat seorang gadis yang menaiki unta tanpa pelana. Aku bergegas menghampirinya dan aku berkata:”

Anakku, siapakah gerangan dirimu?” Tanyaku.

“Aku adalah Sukainah binti Husain as”. Jawabnya.

Aku berkata: “Apa yang bisa aku bantu? Aku adalah Sahal bin Sa’ad, sahabat Nabi saw yang melihat dan mendengar perkataan kakekmu”.

Ia berkata: “Wahai Sahal! Jika memungkinkan, mintalah kepada mereka untuk menjauhkan kepala itu dari barisan kami sehingga masyarakat akan sibuk memandangi kepala itu dan akan berkurang dalam memandangi kami.

Sahl Sa’idi berkata: “Aku sendiri yang akan membawa kepala suci itu dan “Apakah mungkin bagimu memenuhi hajatku bahwa engkau mengambil untuk setiap hajat yang aku miliki dengan 40 dinar emas merah (400 dinar)?”

Apakah hajatmu?” Tanyanya.

Aku menjawab:”Ambil uang ini dan aku akan mengambil kepala itu kemudian akan kubawa jauh dari para wanita itu.

Laki-laki itu menerimanya lalu menjauhkan kepala itu dari orang-orang bengis itu.”[10]

Mengenai bagaimana masuknya tawanan ke istana Yazid bin Muawiyah, Imam Baqir a.s meriwayatkan bahwa para tawanan Ahlulbait as masuk ke istana Yazid dengan muka terbuka dan pada siang hari. Orang-orang Kufah saling membicarakan keadaan tawanan dan berkata: “Kami belum pernah melihat tawanan secantik ini. Siapakah gerangan mereka? Ketika itu, bibiku Sukainah dengan suara lantang berkata: “Kami adalah para tawanan, keluarga Muhammad saw”. [11]

Setelah selesai masa penawanan, Sukainah pun kembali ke Madinah bersama dengan rombongan tawanan. Namun dari kabar-kabar yang dapat dipercaya tidak diketahui secara jelas bagaimana kehidupan Sukainah di Madinah hingga wafatnya.  Sekembalinya Fatimah binti Husain s.a di Madinah dan juga ketika ia bersama dengan para wanita Ahlulbait as, ia sibuk menjelaskan dan mengungkap kejahatan-kejahatan Bani Umayyah dan pengkhianatan-pengkhianatan serta kebrutalan-kebrutalan mereka pada Peristiwa Karbala bagi para penduduk Madinah dan lainnya sehingga ingatan masyarakat Madinah akan kejahatan Bani Umayah akan tersimpan di pikiran mereka.

Syair-syair yang dilantunkannya dalam mengenang Sayid al-Syuhada masih tetap ada dan merupakan dalil atas kebenaran perkataan ini. Oleh itu, pihak penguasa tidak menyukai kehadirannya di Madinah dan atas perintah Yazid bin Muawiyah, ia bersama dengan bibinya, Zainab diusir dari Madinah dan pergi ke Mesir. Berdasarkan nukilan dari sebagian sumber sejarah, Sukainah binti Husain sa dan saudarinya, Fatimah binti Husain dan sebagian para wanita Bani Hasyim pergi ke Mesir bersama dengan Sayidah Zainab sa. Mereka bergerak semenjak bulan Rajab dan sampai di Mesir, mereka mendapatkan sambutan hangat dari Mualamah bin Mukhalid, gubernur Mesir dan juga para pembesar Mesir. [12]

Terdapat perbedaan terkait dengan bagaimana dan dimana Sukainah binti Husain sa meninggal. Namun berdasarkan nukilan dari berbagai literatur, ia wafat pada pada hari ke-5 Rabiul Awal tahun 117 H/735[13] pada zaman Khalid bin Abdullah bin Harits. [14] Menurut nukilan dari Khalid bin Abdul Malik[15] ia meninggal di Madinah. [16] Berdasarkan nukilan dari literatur Ahlusunah, Khalid bin Walid menyalati jenazahnya dan dikuburkan di Pemakaman Baqi. [17] Beberapa sumber menyatakan bahwa ketika Sukainah binti Husain sa menikah dengan Asbagh bin Abdul Aziz bin Marwan, ia bergerak dari Madinah ke Mesir dan meninggal di Suriah. [18] Oleh itu, ia dimakamkan di Pemakaman Bab al-Shaghir, sebuah pemakaman yang terkenal dengan pemakaman Sukainah. Sebagian yang lainnya mengatakan bahwa setelah ia menikah dengan Asbagh bin Abdul Aziz bin Marwan, ia pergi ke Mesir dan meninggal serta dikuburkan di sana. Pada masa sekarang terdapat kubah di pemakaman Bab al-Shaghir yang diyakini sebagai kuburan Sukainah binti Husain sa. [19]

Source: wikishia.net

 

Catatan kaki

  1. Al-Isfahani, Abul Faraj, Maqātil al-Thālibin, jld. 4, hlm. 192; Ibnu Atsir, Ali bin Abil Karam; Al-Kāmil fi al-Tārikh, jld. 4, hlm. 94.
  2. Al-Thabari, Muhammad bin Jarir, Tārikh al-Umam wa al-Muluk (Tārikh Thabari), jld. 5, hlm. 464; Ibnu Atsir, Ibid, hlm. 86, Ibnu Atsir, Abul Fada Ismail bin Umar, Al-Bidāyah wa al-Nihāyah, jld. 8, hlm. 196, Ibnu Sabagh, Al-Fushul al-Muhimmah fi Ma’rifah al-Aimah, jld. 2, hlm. 836.
  3. Abul Faraj Isfahani, Al-Aghani, ibid, jld. 21, hlm. 79; Syaikh Mufid; Al-Irsyād, jld. 2, hlm. 25; Hasani, Ibnu ‘Unabah, Umdah al-Thālib fi Ansāb Ali Abi Thalib, hlm. 90, Ibnu Sabagh; Al-Fushul al-Muhimmah fi Ma’rifah al-Aimmah, jld. 2, hlm. 751.
  4. Ibnu Sa’ad, Al-Thabaqāt al-Kubrā, hlm. 371; Al-Thabari, ibid, hlm. 520; Abul, Faraj Isfahani, Maqātil al-Thālibin, Ibid, hlm. 94, Ibnu Asakir, ibid, hlm. 120.
  5.  Majlisi, Muhammad Baqir, Jalā al Uyun, hlm. 408, Musawi Muqaram, Abdul Razak, Maqtal al-Husain, hlm. 276-278.
  6. Ibnu Syahr Asyub, Manāqib Ali Abi Thalib, jld. 4, hlm. 109 dan al-Muqaram, ibid, hlm. 277.
  7. Ibnu Syahr Asyub, ibid, hlm. 109-110, Qunduzi, Yanābi al-Mawadah Lidzawi al-Qurba, jld. 3, hlm. 79.
  8. Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār, Al-Jamiah li Durar Akhbār al-Aimah Athhar, jld. 45, hlm. 47; Al-Buhrani, Abdullah, Al-‘Awālim Imām Husain, hlm. 289, Al-Qunduzi, ibid, hlm. 79.
  9. Sayid Ibnu Thawus, Al-Luhuf, hlm. 134; Al-Buhrani, ibid, hlm. 303.
  10. Al-Khawarizmi, Al-Muwaffaq bin Ahmad, Maqtal Husain, hlm. 60-61, Bihār al-Anwār, ibid, jld. 45, hlm. 127-128.
  11. Syaikh Shaduq, al-Amāli, hlm. 166, Fital Naisyaburi, Muhammad bin Hasan, Raudha al-Wa’izhin, jld. 1, hlm. 191, Himyari Qumi, Abdullah bin Ja’far, Qurb al-Asnād, hlm. 14, Buhrani, ibid, hlm. 395.
  12. Yahya bin Hasan bin Ja’far, Akhbār al-Zainabiyat, hlm. 119.
  13. Khalifah bin Khayath, Tārikh Khalifah bin Khayāth, hlm. 225; Al-Baladzuri, Ahmad bin Yahya; Ansāb al-Asyrāf, jld. 2, hlm. 107, Ibnu Khalqan, ibid, jld. 2, hlm. 396.
  14. Ibnu Sa’ad, ibid, hlm. 347, Ibnu Asakir, ibid, hlm. 217.
  15. Al-Baladzuri, ibid, jld. 2, hlm. 197
  16. Ibnu Sa’ad, ibid, hlm. 347; Khalifah bin Khayath, ibid, hlm. 225; Al-Baladzuri, ibid, jld. 2, hlm. 197; Ibnu Asakir, ibid, hlm. 217
  17. Ibnu Sa’ad, ibid, hlm. 347, Ibnu Asakir, ibid, hlm. 217
  18. Ibnu Asakir, jld. 2.
  19. Ahlulbait fi Misr, hlm. 216

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *