Berita
Sejarah Masuknya Islam ke Nusantara
Sebagaimana kita bisa baca dari sejarah, penyebaran Islam telah terjadi sejak Rasulullah Saw masih hidup, dengan mengirimkan para utusannya ke berbagai wilayah Arab maupun luar Arab. Penyebaran Islam ini tidak selamanya dengan jalan damai sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw namun juga dengan jalan perang. Lagi-lagi kembali kepada relativitas sahabat dan tabi’in dalam memahami Islam yang dibawa oleh Sang Nabi. Tidak hanya dengan tinta dan pena, namun juga dengan noda dan darah.
Hal itu sebagaimana dialami oleh negeri-negeri terjauh, seperti Cordoba, Spanyol, yang melahirkan pemberangusan muslim saat perang Salib dan setelahnya. Sebagai akibat logis dari penyebaran Islam yang ekspansif dan koersif. Perang ini tidaklah menggambarkan Islam sebagaimana mestinya, sehingga umat lain memandang Islam sebagai perilaku pemeluknya.
Di sisi lain, sebagian umat Islam justru bangga dengan ‘kemenangan’ dan ‘penaklukan’ wilayah-wilayah pada masa Bani Umayyah, ‘Abbasiyyah dan Utsmaniyyah dengan landasan sistem kekhilafahan yang sesungguhnya telah menjadi sistem dinasti.
Berbeda dengan Islam yang datang di Timur Tengah dan wilayah aneksasi periode Bani Umayyah, Abbasiyyah, dan Utsmaniyyah, Islam di Indonesia menyebar dengan tangan dingin para pendakwahnya, yang rata-rata memiliki ‘skill’ individu gemilang dalam menawan hati penduduk asli negeri ini yang sebelumnya memeluk kepercayaan Dinamisme, Animisme, Hindu, Budha dan aliran kepercayaan lainnya.
Indonesia adalah negara unik yang tidak bisa disamakan dengan negara-negara Arab yang saat ini menjadi ajang konflik politik bernuansa sektarian. Ia unik karena sejumlah fakta.
Fakta pertama: Menurut banyak sejarawan, Islam yang pertama kali diperkenalkan di Nusantara adalah Islam mistik melalui para pendakwah dari Gujarat dan Cina.
Fakta ini memperkuat teori yang menyebutkan bahwa Islam yang masuk ke India adalah pendakwah Persia Arya yang mempengaruhi pola keberagamaan Muslim India yang sebelumnya beragama Hindu.
Setelah melewati proses adaptasi, verifikasi dan akulturasi di India, Islam tampil dengan ciri esoterik dan nuansa kultur lokal Persa-India. Dan terbentuk komunitas-komunitas Muslim di anak benua India (meliputi Pakistan dan Bangladesh) lalu menyebar ke Srilangka, Maladewa, hingga Asia Tenggara.
Saudagar muda, tampan dan santun berbahasa Arab dengan dialek Persia dan India memasuki wilayah Nusantara yang saat itu dikuasai beberapa kerajaan.
Karena terpesona oleh kesantunan dan perilaku esoteris itu, para saudagar itu jadi pusat konsultan agama bahkan jadi seniman gemelan dan sebagainya. Tidak hanya itu, para bangsawanpara dan raja juga menawarkan puteri mereka untuk dinikahkan dengan para saudagar religius itu.
Selama beberapa waktu tidak terlalu lama, Islam menjadi primadona, dan akhirnya Indonesia menjadi negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Ringkasan fakta pertama, Islam yang pertama kali adalah tasawuf.
Fakta kedua: Islam masuk ke Nusantara dengan penyadaran dan adaptasi budaya lokal, bukan melalui ekspansi dan agresi militer. Tercatat dalam sejarah, dinasti Umayah dan Abbasiyah, yang dianggap sebagai representasi kekuasaan Islam, menyebarkan Islam dengan aneksasi dan penaklukan. Hampir seluruh kawasan yang kini disebut kawasan Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara ditaklukkan secara militer. Tak satu tetes pun darah menodai lembar sejarah dakwah Islam di Nusantara.
Ringkasan fakta kedua, Islam Indonesia berwatak santun, toleran, tidak doktrinal tapi berbasis kesadaran.
Fakta ketiga: Islam pertama kali diperkenalkan di Nusantara oleh para pedagang dan pendakwah sufi dari kawasan non-Arab, yaitu Persia, India dan Cina. Ini menjadi penjelas bahwa Islam diterima oleh masyarakat Nusantara bukan karena kearaban tapi karena dipandang sebagai agama yang tidak memberangus jati diri dan kultur lokal masyarakat. Tidak mengherankan Islam bisa diterima bukan hanya di pulau Jawa tapi di hampir seluruh pulau Nusantara, Sumatera, Kalimantan, Maluku hingga pulau-pulau terpencil. Islam bisa hadir dalam ragam budaya dan tradisi lokal setiap suku dan daerah, seperti Grebeg Suro di Jawa, upacara Tabuik di Padang dan Bengkulu, dan tari Saman di Aceh.
Ringkasan fakta ketiga: Islam Indonesia adalah substansi wahyu yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan dikemas dengan corak lokal yang harmonis dengan jati diri dan identitas kenusantaraan.
Fakta keempat: Islam yang pertama kali diperdengarkan di Nusantara ditandai dengan angka sakti: lima.
Di surau-surau kawasan Pasundan, di langgar kuno di pelosok Jawa Tengah, di pondok-pondok kawasan pesisir Jawa, mulai Cirebon hingga Banyuwangi, di masjid-masjid Batavia hingga luar Jawa; Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga pedalaman Halmahera, suara-suara merdu mengangkasa melantunkan pujian dan ungkapan cinta kepada jejiwa lima; Li Khomsatun dan Shallallah ‘ala Thaha mematri relung hati dengan nama Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain.
Angka lima adalah simbol peradaban Islam Indonesia. Dari situlah Pancasila dilahirkan. Sila pertama mencerminkan keluasan horison universalitas kebertuhanan. Empat sila setelahnya adalah manifestasinya. Muhammad adalah manifestasi Tauhid dan empat jejiwa suci setelahnya adalah manifestasinya. Itulah Al-’Urwah Al-Wutsqâ yang sejak dulu hingga saat ini menjadi prasasti kesaktian dan kesakralan dalam sejarah Indonesia.
Setelah fase Islam esoteris berakhir, Islam kedua kali dibawa oleh para pendakwah dari Hadramaut, Yaman. Mereka adalah para sufi amali yang datang mengajarkan tasawuf praktis dan fikih Syafi’i.
Para sufi dari Hadramaut itu seakan mendapatkan lahan pendaratan yang mulus karena tradisi sufi Persia yang berpuncak pada ajaran Ahlulbait Nabi. Hal itu karena para pendakwah itu juga membawa nama Ahlulbait. Mereka adalah orang-orang yang dikenal sebagai habib dan syarif, keturunan Nabi Saw.
Selanjutnya Islam yang merebak di Nusantara bernuansa sufi dengan akidah Asy’ari dan fikih Syafi’i di bawah bimbingan para habib dan syarif yang sangat dihormati karena jiwa egaliter dan pola lakunya yang santun. Dari para habib itu lahirlah kiai-kiai besar yang secara turun temurun mengawal Islam Sunni dengan coraknya yang khas.
(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)