Berita
Klasifikasi Sahabat Nabi Saw
Pernyataan yang mengatakan bahwa Syiah mengafirkan dan mencaci sahabat, tidaklah benar. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, pernyataan tersebut tak lebih sebagai ucapan yang tidak memiliki dasar argumentasi. Syiah hanyalah mengelompokkan sahabat Nabi ke dalam beberapa golongan sebagaimana tertera dalam Alquran dan Alhadis, dan tidak mengafirkan mereka. Misalnya, Syiah meyakini dan mengikuti apa yang tertera dalam ayat Alquran berikut ini:
Kata-kata “Al-A’râb” dalam ayat di atas, telah dijelaskan oleh hadis di bawah ini:Lalu Umar berkata, “Aku berwasiat kepada khalifah sesudahku agar mengerti hak-hak sahabat-sahabat Muhajirin yang pertama, dan menjaga kehormatan mereka. Dan saya berwasiat agar berbuat baik terhadap sahabat-sahabat Anshar, yaitu orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka (Muhajirin). Dan agar menerima orang-orang baik mereka dan memaafkan orang-orang jahat mereka. Dan aku berwasiat kepadanya agar berbuat baik dengan penduduk kota, karena sesungguhnya mereka adalah pembela agama Islam, gudang harta dan keras hati terhadap musuh. Dan agar jangan diambil, melainkan yang tersisa dari ridha mereka. Dan aku berwasiat agar berbuat baik dengan orang-orang arab, karena mereka adalah nenek moyang bangsa arab dan perintis Islam….”(1)
Selain Alquran, Hudzaifah bin Al-Yaman pernah menyatakan ada dua belas sahabat yang munafik sebagaimana tertera dalam hadis berikut,
Qais berkata, “Aku bertanya kepada Ammar, ‘Apa pendapat kalian terhadap apa yang kalian lakukan tentang masalah Ali? Apakah itu hanya sekadar pandangan kalian saja atau Rasulullah Saw menjanjikan sesuatu kepada kalian?’ Dia menjawab, ‘Rasulullah Saw tidak menjanjikan sesuatu kepada kami juga kepada semua orang, tetapi Hudzaifah mengabarkan kepada kami dari Nabi Saw bersabda, ‘Ada dua belas orang di antara sahabatku yang sebenarnya mereka adalah orang munafik,delapan di antaranya; Sebagaimana firman Allah, Dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum, (QS. Al-A’râf [7]: 40) sedangkan yang empat orang lagi aku lupa apa yang telah dikatakan Syu’bah terhadap empat orang tersebut.’”(2)
Abu Hurairah ra, Nabi Saw bersabda,
“Ketika aku berdiri, tiba-tiba ada sekelompok orang. Sehingga ketika aku telah mengenali mereka, keluarlah seorang laki-laki dari tempat di antara aku dan mereka, lalu ia berkata, ‘Kemarilah!’ Aku bertanya, ‘Ke manakah?’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, ke neraka.’ Aku bertanya, ‘Apa urusan mereka?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya mereka itu kembali ke belakang (murtad dari agama Islam) sesudah (wafat)mu.’ Kemudian tiba-tiba ada sekelompok orang lagi. Sehingga ketika aku telah mengenali mereka, keluarlah seorang laki-laki dari tempat di antara aku dan mereka, lalu ia berkata, ‘Kemarilah!’ Aku bertanya, ‘Ke mana?’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, ke neraka.’ Aku bertanya, ‘Apa urusan mereka?’ Ia menjawab, ‘Sesungguhnya mereka kembali ke belakang.’ Lalu aku tidak melihat orang yang selamat di antara mereka, kecuali (hanya sejumlah orang) seperti binatang ternak yang dibiarkan berkeliaran.’”(3)
Terdapat juga riwayat dalam kitab ulama muslimin yang menyatakan bahwa banyak sahabat Nabi Saw yang telah kembali murtad sepeninggal beliau Saw. Namun anehnya, mengapa pencinta Bani Umayyah yang senantiasa mengafirkan Syiah tidak memberikan penilaian terhadap riwayat tersebut? Sebab, sebelumnya mereka telah menuduh bahwa muslim Syiah adalah kelompok yang selalu mencaci dan mengafirkan sahabat Nabi Saw. Oleh sebab itu, secara otomatis, mereka juga telah menuduh Bukhari sebagai Rafidhah karena memuat riwayat tentang adanya sahabat Nabi yang murtad, sebagaimana tercantum dalam kitabnya: Abu Hurairah ra berkata,“Bahwa Rasulullah Saw bersabda, ‘Sekelompok sahabatku akan datang kepadaku pada hari kiamat, mereka diusir dari telaga, maka aku berkata, ‘Wahai Tuhanku, (mereka adalah) sahabat-sahabatku,’ lalu Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui hal-hal baru yang mereka ciptakan sepeninggalmu, sesungguhnya mereka itu kembali murtad.’”(4)
Riwayat yang telah kita baca bersama tersebut, juga telah diakui oleh Alu Al-Syaikh, yang merupakan seorang ulama pengikut Ibnu Taimiyah, Setiap Nabi memiliki telaga Haud….. akan tetapi sebagian besar ulama berpendapat bahwa Nabi kita Saw memiliki telaga Haud dan Nabi-Nabi yang lain juga memilikinya. Bedanya adalah kalau telaga Haud Nabi kita, banyak memiliki kekhususan dari telaga Haud yang lain, salah satu ciri khasnya adalah banyaknya yang datang ke telaga Haud ini, ada yang diterima untuk meminumnya ada pula yang ditolak…….. yang diterima untuk meminumnya adalah orang-orang yang tidak membuat hal baru dalam syariat agama (ahdats), sedangkan mereka yang tertolak adalah orang-orang yang membuat hal baru dalam syariat agama, lalu Rasulullah Saw bersabda, ‘Sahabatku, sahabatku!’ Ada juga lafadz hadis berbeda, ‘Umatku, umatku!’ Maka dikatakan kepada Rasulullah Saw, “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka lakukan setelah engkau wafat.’(5)
Alu Al-Syaikh meyakini bahwa terdapat sekelompok sahabat yang ditolak untuk minum dari telaga. Namun anehnya, mengapa jika penafsiran riwayat tersebut datangnya dari pencinta Ahlul Bait, maka pasti akan dituduh telah melakukan penghinaan terhadap sahabat Nabi Saw? Sedangkan jika kelompok pengikut Ibnu Taimiyah yang menjelaskan sabda Nabi tentang riwayat tersebut, maka mereka diam seribu bahasa.
(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)
Catatan kaki
- Imam Al-Bukhari, op.cit., h. 906, hadis 3700, kitab FadhâilAl-Shahâbah, bab Qisshah Al-Bai’ah, cet. 1, Dar Al-Fikr, Beirut, Lebanon, 2000 M, 1420 H.
- Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj, op.cit., h. 1369, hadis 6929, kitab Shifah Al-Munâfiqîn wa Ahkâmuhum. Bandingkan dengan riwayat Ahmad dalam Musnad Al-Imâm Ahmad bin Hanbal, j. 38, h. 345, hadis 23319.
- Imam Al-Bukhari, op.cit, h. 1656-7, hadis 6587, kitab Al-Riqâq, bab Fî Al-Haudh. Bandingkan juga dengan hadis 6576, 6582, 6583, 6584, 6585, 7048, 7049, 7050, 7051. Imam Muslim, Shahîh Muslim, h. 1152, hadis 5890, kitab Al-Fadhail, bab Itsbat Haudh Nabiyyina wa Shifatihi, cet. 1, Dar Al-Fikr, Beirut, Lebanon, 2002. Juga lihat dua buah hadis dalam riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Imâm Ahmad bin Hanbal, j. 38, hadis 23290 dan 23393; j. 21, hadis 13991.
- Imam Al-Bukhari, op.cit., h. 1656, hadis 6585, kitab Al-Riqâq, bab Fî Al-Haudh.
- Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al-Maqdisi, (Syarh) Lum’ah Al-I’tiqâd Al-Hâdî ilâ Sabîl Al-Rasyâd, h. 131, syarah Shaleh bin Abdul Aziz Alu Al-Syaikh, cet. 1, Maktabah Dar Al-Minhaj, Riyadh, Saudi Arabia, 1432 H.