Berita
Perawi Syiah Rafidhah di Kitab Tafsir Thabari dan Musnad Ahmad
Pernyataan bahwa hanya Syiah moderat saja (tidak beraqidah Rafidhah) yang riwayatnya dapat diterima oleh para ulama hadis, sama sekali tidak tebukti. Justru dalam banyak kasus, beberapa perawi Syiah yang dituduh sebagai Rafidhah muncul dan diterima keunggulannya sebagai perawi hadis yang terpercaya. Klarifikasi tentang Rafidhah akan dibahas pada tema khusus berjudul, “Syiah dan Rafidhah”. Sedangkan sebelumnya telah disebutkan Daftar Perawi Syiah yang Diterima Periwayatannya oleh Ahlusunah Untuk menguatkan argumentasi ini, maka berikut penjelasan tentang beberapa perawi tersebut:
Perawi Rafidhah dalam Tafsir Thabari
Sebelum membincangkan nama-nama tersebut (yang dituduh sebagai Rafidhah), sebaiknya disampaikan pujian Ibnu Taimiyah atas Tafsîr Al-Thabari,
“Adapun kitab tafsir paling sahih yang ada di hadapan manusia adalah Tafsir Muhammad bin Jarir Al-Thabari, karena dia menyebutkan pernyataan-pernyataan salaf dengan sanad-sanad yang kuat dan di dalamnya tidak terdapat bidah.” (1)
Siapa saja di antara para perawi yang terdapat dalam Tafsîr Al-Thabari? Ibnu Jarir Al-Thabari dalam kitab Tafsir-nya, tentang QS. Al-Baqarah [2]: 282 menyebutkan riwayat dari Athiyyah Al-’Aufi. (2)
Tidak hanya itu, terdapat banyak ayat lain yang Al-Thabari telah mengambil riwayat dari jalur Athiyyah. Bagaimanakah sosok Athiyyah Al-’Aufi dalam kitab yang disusun oleh Ibnu Al-Jauzi?
Hadis riwayat dari Abdul Wahhab Al-Anmathi, dari Muhammad bin Al-Muzhaffar, dari Ahmad bin Muhammad Al-’Atiqi, dari Yusuf bin Al-Dakhil, dari Abu Ja’far Al-’Aqili, dari Ahmad bin Yahya Al-Halawani, dari Abdullah bin Dahir, dari Abdullah bin Abdul Quddus, dari Al-A’masy, dari Athiyyah, dari Abi Said berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Sungguh telah aku tinggalkan untuk kalian tsaqalain, yaitu Kitabullah dan Itrahku…dst.’”
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Hadis ini tidak sahih. Athiyyah telah di- daifkan Ahmad, Yahya dan selainnya. Sedangkan Ibnu Abdil Quddus, Yahya berkata, ‘Dia tidak bernilai sedikit pun, dia seorang Rafidhah yang buruk.’ Sedangkan Abdullah bin Dahir, Ahmad dan Yahya berkata, ‘Dia tidak bernilai sedikit pun, dan manusia tidak ada yang mencatat kebaikan dari pribadinya.’” (3)
Jika Ibnu Al-Jauzi menyatakan bahwa Ahmad dan Yahya mendaifkannya, maka Ibnu Taimiyah dalam bukunya, Iqtidhâ’ Al-Shirât Al-Mustaqîm mengutip bahwa Yahya bin Mu’in menilai ‘Athiyyah bin Sa’ad Al-’Aufi seorang yang saleh.(4)
Sementara itu, Ibnu Sa’ad dalam Kitâb Al-Thabaqât Al-Kubrâ meriwayatkan bahwa ‘Athiyyah bin Sa’ad bin Junâdah Al-’Aufi diberinama oleh Ali bin Abi Thalib saat beliau di Kufah. Pada masanya, Athiyyah bin Sa’ad Al-’Aufi pernah dicambuk oleh Al-Hajjaj seba-nyak empat ratus kali, dan dicukur kepala dan janggutnya karena tidak mau melaknat Ali bin Abi Thalib ra. Dia seorang yang tsiqah insya Allah dan mempunyai banyak hadis yang benar, namun sebagian orang tidak meriwayatkan darinya. (5)
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Taqrîb Al-Tahdzîb menuliskan, “Athiyyah bin Sa’ad bin Junadah Al-’Aufi, Al-Jadali, Al-Kufi, Abu Al-Hasan. Dia seorang yang jujur, namun banyak lupa. Dia seorang Syi’i yang berlebihan.” (6)
Seperti yang telah kita lihat di atas, bahwa Imam Thabari telah mengambil riwayat dari seorang “Rafidhi”. Sehingga pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, apakah mereka (pengikut Ibnu Taimiyah) juga akan menolak tafsir yang disusun oleh seorang mufasir ternama yang dipuji oleh Ibnu Taimiyah ini?
Perawi Rafidhah dalam Musnad Ahmad bin Hanbal
Selanjutnya, Ibnu Taimiyah memuji kedudukan dan keutamaan kitab Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal:
Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya metode Ahmad dalam (menyusun) kitab Musnad, jika ia melihat hadis palsu atau mendekati kategori “palsu”, maka dia tidak meriwayatkannya.” (7)
Di dalam kitab tersebut, Ibnu Taimiyah secara gamblang telah menjelaskan bahwa semua riwayat yang terdapat dalam Kitab Musnad Al-Imam Ahmad bin Hanbal tidak ada satu pun yang maudhu’ (riwayat palsu) atau pun daif (riwayat lemah). Sekarang mari kita lihat salah satu perawi yang terdapat dalam kitab Musnad Ahmad tersebut, sebagaimana telah diakui kesahihannya oleh Ibnu Taimiyah.
Imam Ahmad bin Hanbal mencatat sejumlah tujuh puluh tiga (73) hadis dalam Musnad-nya yang berasal dari ‘Athiyyah bin Sa’ad Al-’Aufi, yaitu pada hadis nomor 3008, 4998, 5227, 5521, 5634…19346. (8)
Hal tersebut, jelas merupakan sebuah bukti yang tak terbantahkan, yang Ahmad bin Hanbal telah menjadikan riwayat dari Athiyyah sebagai hujjah. Dan bukan hanya itu saja, bahkan tercatat lebih dari 73 riwayat dalam kitab Ahmad bin Hanbal yang di dalamnya telah dinukil dari Athiyyah.
Baca juga- Apa Kata Para Tokoh Ahlusunah tentang Syiah?
- Pandangan Tahrif (perubahan) Alquran di Kalangan Ahlusunah
Hal itu juga telah diakui oleh Al-Albani yang menulis dalam kitabnya:
Hanbal bin Ishaq berkata, “Pamanku (Ahmad bin Hanbal) mengum-pulkan kami yaitu; aku, Shaleh dan Abdullah, beliau membacakan kitab Musnad kepada kami dan tidak ada (orang lain) yang mendengarnya kecuali kami, dia berkata, ‘Sesungguhnya kitab ini (Musnad) telah aku kumpulkan dan telah aku pilah-pilah lebih dari 750.000 hadis, apabila muslimin berselisih (pendapat) tentang hadis Rasulullah Saw, maka kembalikanlah kepadanya (Musnad) kalau hadis tersebut terdapat di dalamnya (berarti hujjah) dan apabila tidak ada maka bukan hujjah.’”
Al-Albani berkata, “Al-Hafidz Al-Madini mengutipnya dalam Khashâish (h. 21), Ibnu Al-Jauzi dalam Manâqib Imam Ahmad (h. 191) melalui dua jalur dari Hanbal dan hal itu kuat serta sahih. Oleh sebab itu, Al-Dzahabi memastikan dalam Siyâr A’lâm Al-Nubalâ’, (bahwa imam Ahmad berkata), ‘Jagalah Musnad ini karena nantinya akan menjadi pedoman bagi manusia.’” (9)
Oleh karena itu, sebagaimana pernyataan Imam Ahmad tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa semua riwayat yang terdapat dalam Musnad Ahmad merupakan sebuah hujjah yang kuat dan sahih. Namun seperti yang sudah kita ketahui bahwa di antara para perawi yang terdapat di dalam kitab Musnad tersebut adalah seorang ‘Athiyyah Al-’Aufi yang dikenal sebagai Syiah Rafidhah.
Sekarang mari kita beralih kepada perawi lain yang dituduh sebagai Rafidhi, yaitu Fitr bin Khalifah, sebagaimana yang telah di-nyatakan oleh Yahya bin Said dalam kitab:
“Fitr bin Khalifah adalah seorang syekh yang alim, ahli hadis, jujur,… maula ‘Amr bin Harits”
Ahmad bin Hanbal telah mentsiqahkannya, dan suatu kali berkata, “Menurut Yahya bin Sa’id, Fitr seorang yang tsiqah hanya saja seorang ‘Khasyabi’ (Rafidhah) yang berlebihan.” Ahmad Al-’Ijli berkata, “Fitr seorang yang tsiqah, hadisnya hasan, Syiah.” Ibnu Sa’ad juga menganggap Fitr seorang yang tsiqah. NamunAbu Bakar bin Ayasy berkata, “Tidaklah aku tinggalkan riwayat dari Fitr melainkan karena keburukan mazhabnya.” Abdullah bin Ahmad berkata, “Aku pernah bertanya pada ayahku tentang Fitr, maka dia berkata, “Tsiqah, hadisnya baik, kata-katanya seorang yang cerdas hanya saja dia seorang Syiah.” (10)
Setelah menukil riwayat yang di dalamnya terdapat Fitr, kemudian penahkik kitab, Arnaut berkata, “Sanadnya sahih, perawi-perawinya terpercaya, termasuk di antara perawi Bukhari Muslim, selain Fitr –yaitu Ibnu Khalifah- dia termasuk perawi kitab-kitab Sunan.” (11)
(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)
Catatan kali
- Ahmad bin Taimiyah, Majmu’ Fatâwâ, j. 7, h. 208, Dar Al-Hadis, Kairo, Mesir, 2006.
- Al-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Al-Thabari: Jâmi’ Al-Bayân ‘an Ta’wîl Ây Al-Qur’ân, j. 5, h. 100, cet. 1, Dar Hijr, Kairo, Mesir, TT.
- Ibnu Al-Jauzi, Abu Al-Faraj Abdul Rahman bin Ali Al-Taimi Al-Qurasyi, Al-’Ilal Al-Mutanâhiyah fî Al-Ahâdits Al-Wâhiyah, j. 1, h. 268-269, cet. 1, Dar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah, 1943 M, 1403 H.
- Ahmad bin Abdul Halim bin Abdul Salam bin Taimiyah, Iqtidhâ’ Al-Shirât Al-Mustaqîm, j. 1, h. 155, Maktabah Al-Rusyd, Riyadh, TT.
- Muhammad bin Sa’ad Al-Zuhri, Kitâb Al-Thabaqât Al-Kubrâ, j. 8, h. 421, entri 3202, cet. 1, Maktabah Al-Khaniji, Kairo, Mesir, 2001 M, 1421 H.
- Al-’Asqalani, Taqrîb Al-Tahdzîb, h. 680, entri 4649.
- Ahmad bin Abdul Halim bin Abdul Salam bin Taimiyah, Iqtidhâ’ Al-Shirât Al-Mustaqîm, h. 150, Dar Al-Fikr, Beirut, Lebanon, 2003.
- Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad, j. 50, h. 321, cet. 1, Muassasah Al-Risalah, 1995 M, 1416 H.
- Muhammad Nashir Al-Din Al-Albani, Al-Dzabb Al-Ahmad ‘an Musnad Al-Imâm Ahmad, h. 12-13, cet. 1, Muassasah Al-Rayyan, Beirut, Lebanon, 1999 M, 1420 H.
- Al-Dzahabi, Siyâr A’lâm Al-Nubalâ’, tahkik Syuaib Arnauth, j. 7, h. 30-31, cet. 2, Muassasah Al-Risalah, Beirut, Lebanon, 1982 M, 1402 H. Sedangkan tahkik Muhammad Aiman Al-Syabrawi, j. 6, h. 489-490, Dar Al-Hadis, Kairo, Mesir, 2006 M.
- Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad, j. 32, h. 56.