Berita
Dua Tugas Manusia
Allah memberikan dua tugas utama kepada manusia, yaitu tugas kemakhlukan dan kehambaan. Tugas kemakhlukan berlaku atas setiap makhluk di dunia, termasuk manusia di dalamnya. Manusia memiliki kesamaan dari sisi materi dengan seluruh makhluk di dunia. Ini merupakan hukum natural (sunnatullah). Sampai di sini, manusia memiliki derajat yang sama dengan makhluk lainnya bahkan bisa turun derajatnya, sehingga Alquran menyifatkan manusia setingkat dengan hewan bahkan lebih buruk darinya (QS. Al-A’râf [7]: 179).
Sedangkan tugas kehambaan mengikuti hukum norma, karena itu berlaku atas manusia saja secara khusus. Aspek kehambaan manusia terbentuk dari kesadarannya sebagai makhluk yang memiliki akal dan diberikan tugas lebih dari makhluk lainnya. Tugas kehambaan membatasi instink kehewanannya. Tugas kehambaan ini mengajak manusia untuk mencapai derajat takwa, yaitu ketika ia telah menjalankan perintah dan larangan Tuhan secara sempurna. Konsekuensi dari tugas kehambaan adalah mendapatkan reward dan punishment.
Baca juga: Kebhinekaan vs Pensesatan
Takwa dapat dicapai melalui iman dan amal. Iman merupakan aspek teoretis yakni akidah, dengan demikian, berada dalam domain logika. Iman itu ada yang mutlak dan relatif. Iman yang mutlak merupakan agama dalam konteks wahyu Tuhan yang suci, sedangkan iman relatif adalah agama yang tergambar dan terungkap dalam pemahaman para penganutnya, yang kemudian lebih tepat disebut mazhab. Sedangkan amal merupakan aspek praktis dari iman yang bermacam dua; esoterik, yaitu etika, moral atau akhlak dan eksoterik, yaitu syariat.
Aspek esoterik kembali kepada logika yang bersifat universal, seperti membunuh itu buruk, dan menjaga hak orang lain itu baik, yang tanpa melalui syariat pun dapat diidentifikasi secara logis. Atas dasar inilah manusia dapat berkomunikasi satu sama lain, karena dipertemukan dalam prinsip yang sama. Inilah yang disebut dengan global ethics. Atas dasar inilah Nabi Muhammad Saw pernah menjadi saksi dalam pakta kehormatan (half al-fudhûl wa harb al-fujjâr), yaitu sebuah kerjasama lintas keyakinan untuk memerangi para perompak. Atas dasar ini pula, Alquran mengajak Ahlul Kitab ke dalam suatu titik temu, kalimah sawa’ (QS. Âli ‘Imrân [3]: 64). Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa aspek esoterik lebih luas cakupannya dari agama. Sedangkan aspek eksoterik kembali kepada wahyu. Aspek eksoterik, dalam hal ini syariah, terdiri atas dua macam, yaitu qath’i dan zhanni. Syariah yang zhanni kembali kepada logika. (Dikutip dari buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)