Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Refleksi Akhir Tahun Tragedi Kemanusiaan di Palestina dan Yaman

Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) melaporkan, 90 persen dari total sekitar 25 juta penduduk Yaman membutuhkan bantuan kemanusiaan akibat serangan dan blokade yang dilakukan Arab Saudi. “Dari data itu, 17,8 juta di antaranya kekurangan makanan dan minuman, dan 2 juta orang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena serangan bom dan sebagainya,” kata Muhammad Isa, perwakilan UNHCR Indonesia pada acara Refleksi Akhir Tahun; Tragedi Kemanusiaan di Palestina dan Yaman, di Gedung Serbaguna Komplek RJA DPR RI, Sabtu 30 Desember 2017.

Lebih lanjut Isa mengatakan apa yang terjadi di Yaman merupakan krisis kemanusiaan yang luar biasa. “Terjadi wabah kolera dan difteri, selain karena serangan, blokade Arab Saudi membuat vaksin dan bantuan obat-obatan tidak bisa masuk ke Yaman. Selama konflik terjadi 60 ribu orang terbunuh atau terluka,” ungkapnya.

Begitu parahnya kondisi Yaman, menurut Isa, sehingga bantuan yang diberikan dari organisasi maupun negara-negara lain tidak bisa memenuhi apa yang dibutuhkan rakyat Yaman saat ini. Ia juga menyayangkan minimnya pemberitaan dan perhatian dunia internasional atas tragedi kemanusiaan di sana. Isa berharap pada momen refleksi akhir tahun yang diselenggarakan Komite Solidaritas Palestina dan Yaman (KOSPY) ini, serangan dan blokade Arab Saudi di Yaman segera dihentikan dan rakyat Yaman bisa hidup normal kembali.

Sementara itu, akhir tahun 2017 juga menandai 100 tahun penjajahan Israel di tanah Palestina sejak Deklarasi Balfour oleh kerajaan Inggris. Di penghujung tahun ini pula dunia internasional dikejutkan dengan keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan itu kemudian memicu gelombang protes  dan kecaman dari masyarakat dunia.

Mochamad Chotim perwakilan dari KOSPY mengatakan, pengakuan Trump dan serang Arab Saudi di Yaman membuat komite ini terpanggil untuk membentuk jaringan dari berbagai elemen masyarakat yang memiliki kesamaan visi dan misi kemanusiaan. “Kita terbuka kepada siapapun yang ingin bergabung dengan komite ini untuk menyumbangkan gagasan dan sebagainya, agar Palestina terbebas dari Israel dan Yaman terbebas dari Saudi Arabia,” katanya.

Negara yang lahir dari kolonialisme akan menjadi bagian dari kolonialisme

Kenapa Arab Saudi menyerang Yaman padahal sama-sama Muslim? Ketua Umum LBM PWNU DKI Jakarta, Mukti Ali Qusyairi yang juga hadir pada acara refleksi akhir tahun itu mengatakan, negara yang lahir dari kolonialisme akan menjadi bagian dari kolonialisme.

“Dalam sejarah lahirnya, Saudi di-backup dan didukung oleh kolonialisme Inggris. Lalu pada perkembangannya menjadi besar dan sekarang menjadi kekuatan kolonial dan bahkan menjadi bagian dari kolonialisme itu sendiri. Kita tahu Arab Saudi memberikan pangkalan militer Amerika Serikat. Kita tahu Arab Saudi mendukung invasi militer Amerika serikat dan sekutunya ke Irak. Dan terakhir Arab Saudi sedang mempertontonkan kekerasan dan kekejamannya dengan menghabisi tetangganya yaitu Yaman. Negara yang lahir dari kolonialisme akan menjadi bagian dari kolonialisme, sedangkan NU lahir dari anti kolonialisme dan besar pun akan tetap menjadi gerakan anti kolonialisme,” ungkap Mukti Ali saat memberikan sambutan acara.

Mukti Ali juga mengatakan, NU lahir sekurang-kurangnya merespon 3 hal: merespon kolonialisme, merespon gerakan puritanisme wahabi di Arab Saudi kala itu ingin meratakan makam Rasulullah dan situs-situs islam yang ada di Saudi, dan terakhir NU merespon wacana keindonesiaan dan keislaman.

Terkait hubungan NU dengan Yaman dan Palestina, Mukti Ali mengatakan organisasinya akan tetap menjadi bagian dari anti kolonialisme kapanpun dan di manapun bukan hanya di Indonesia tapi juga Palestina dan Yaman. “Palestina dan Yaman bagi kita seperti satu tubuh. Anggota tubuh yang satu terluka maka anggota tubuh yang lain merasakan sakitnya. Mudah-mudahan tragedi kemanusiaan ini segera selesai. Yaman terbebas dari invasi Arab Saudi dan sekutunya, dan Palestina segera akan mendapatkan kebebasannya,” pungkasnya.

Perwakilan dari Maarif Institute, Syaifuddin Zuhri turut hadir dalam acara itu mengatakan bahwa solidaritas kemanusiaan untuk Palestina dan Yaman harus dilakukan dengan terus mendorong sikap tegas pemerintah Indonesia. “Selain itu juga secara kultur, sebagai lembaga sivil society harus terus menyuarakan untuk mendorong perdamaian di Palestina dan Yaman,” katanya.

Sambutan acara juga disampaikan Ketua Hilal Merah Indonesia (HILMI), Habib Ali Al-Hamid. Ia menekankan agar menjaga persatuan dan tidak mengabaikan apa yang terjadi di Palestina dan Yaman karena tidak menutup kemungkinan hal serupa bisa terjadi di Indonesia. Sebagai bentuk solidaritas terhadap kedua negara itu bisa dilakukan dengan banyak hal. Ia menyontohkan pihaknya terlibat dalam penggalangan bantuan dana pembangunan Rumah Sakit Indonesia di Gaza bersama MER-C.

Refkesi Akhir Tahun; Tragedi Kemanusiaan di Palestina dan Yaman diisi dengan berbagai kegiatan di antaranya pembacaan ayat suci al-Quran, tahlil, talkshow, pemutaran film, pameran foto, musikalisasi puisi dan doa penutup.

Acara talkshow dimoderatori Ammar Fauzi PhD dengan menghadirkan pembicara dari latar belakang berbeda mulai dari perwakilan Amnesti Internasional Raafi Nurkarim Ardikoesoema, Pengamat Komunikasi dan Media Syafiq Basri Assegaf, UNHRC Muhammad Isa, Aktivis MER-C (Medical Emergency Rescue Committe) Nurfitri Djaya Putri Moeslim, Jurnalis dan Peneliti Palestina Irman Abdurrahman, perwakilan Komnas HAM Mimin Dwi Hartono dan pengamat Timur Tengah Husein Ja’far. (M/Z)

IMG20171230142049

IMG20171230132613

_MG_4586

IMG_4528

IMG_4445

IMG_4452

IMG20171230134610

_MG_4427

IMG_4560

_MG_4765

IMG_4580

_MG_4665

IMG20171230115616

IMG20171230171519

IMG20171230163635

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *