Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Ketua PP Muhammadiyah Kritisi UU Ormas

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM, M. Busyro Muqoddas mengkritisi Perppu No.2 Tahun 2017 tentang Ormas yang telah disahkan menjadi undang-undang melalui Rapat Paripurna DPR tanggal 24 Oktober 2017.

Pertama, dari segi prosedur atau tata cara membuat Perppu ini, Busyro menilai pemerintah tidak memberikan penghormatan kepada wakil-wakil Ormas (karena tidak dilibatkan/disertakan); baik Ormas Islam, Katolik, Protestan, Hindu Budha dan lainnya.

Kedua, cara membentuk, membuat atau merumuskan Perppu. Busyro mengatakan, karena presiden atau pemerintah tahu bahwa Perppu ini setingkat dengan undang-undang, maka seharusnya secara metodologis dibuat draf akademik dan kemudian dikirimkan kepada pihak-pihak yang berkaitan langsung; Perguruan Tinggi, Ormas-ormas, NGO-NGO. “Saya ragu draf akademik itu sesungguhnya ada atau tidak ketika Perppu itu mau dibuat. Kalau ada seperti apa?” kata Busyro.

Ketiga, mantan Ketua KPK ini mengatakan, nalar hukum dari Perppu ini seharusnya menggambarkan nalar hukum yang konsisten dengan nilai-nilai kebangsaan, yang dokumen resminya itu bisa dibaca di dalam mukadimah UUD 1945. Poin-poin penting di dalam mukadimah UUD 1945 dan Pancasila yang ada di dalamnya itu menunjukkan bahwa setiap kebijakan negara atau pemerintah itu harus mencerminkan semangat kemerdekaan. “Di dalam mukadimah UUD 1945 itu ada prinsip musyawarah mufakat, ada prinsip keadilan sosial, ada kebebasan berekspresi yang dijamin dalam pasal 28 tentang HAM. Apakah pasal-pasal ini tercermin di dalam Perppu itu? Jawabannya tidak,” imbuhnya.

“Sekarang pertanyaanya, yang menentukan bertentangan dengan pancasila itu siapa?,” tutur Busyro.

Dalam kasus pembubaran HTI misalnya, berdasarkan prinsip negara hukum, semestinya tidak mengabaikan kekuasaan kehakiman untuk menguji secara fair.

“Kalau lewat pemerintah saja, lewat Perppu ini apalagi jadi undang-undang, pemerintah memberikan contoh sangat buruk. Yaitu melecehkan prinsip negara hukum. Prinsip negara hukum itu ada kekuasaan kehakiman, kekuasaan kehakiman itulah, hakim menguji secara fair,” terang Busyro.

“Pemerintah sekarang ini alat Parpol. Nanti kalau yang kritisi itu adalah Ormas a, b, c, dan itu dianggap mengancam Presiden atau Pemerintah dan Parpol yang memenanginya, kan akhirnya Perppu ini (yang sudah jadi undang-undang) bisa menjadi alat politik untuk memukul semua yang kritis terhadap pemerintah,” tegas Busyro.

Judicial Review

Busyro menilai jika pada sidang plenonya Muhammadiyah nanti memutuskan untuk mengajukan Judicial Review (JR), itu menunjukkan langkah komitmen kebangsaan yang luhur, yang elegan. “Akhirnya kembali kepada Muhammadiyah dan Ormas-ormas lain, tidak hanya Islam. Ini ancaman kepada siapapun juga. NGO yang banyak kritis itu juga bisa terancam,” pungkas Busyro.

Pemaparan lengkap dari M. Busyro Muqoddas terkait Undang-undang Ormas ini dapat disaksikan dalam video yang ditayangkan tvMu (TV Muhammadiyah) Oktober lalu. (M/Z)