Berita
“Umat” Menghujat, Hanung Menjawab
Film “?” menuai banyak hujatan. Kini giliran sang sutradara menunjukkan berbagai kekeliruan para penghujatnya dengan jawaban-jawaban yang bernas.
Film “?” besutan Hanung Bramantyo ini dianggap menyebar fitnah, kebencian, dan merendahkan martabat Islam dan umatnya. Film ini disebut-sebut menyamaratakan semua agama, dan mengajak pada kemusyrikan. Bahkan film ini dianggap sesat dan menyesatkan. Bagi Hanung, sah-sah saja orang menafsirkan filmnya secara bebas. Tapi akan lebih baik jika hal itu dilandaskan pada adegan demi adegan dalam film itu. Jika dirunut adegan demi adegannya, film ini sangat jauh dari berbagai tuduhan yang dilayangkan sebagian umat Islam itu.
Salah satu contohnya adalah tuduhan bahwa film ini secara nyata mengidentikkan umat Islam dengan kekerasan dan teroris. Dalam adegan penusukan pendeta dan usaha pemboman Gereja misalnya, tak ada sama sekali simbol Islam (seperti orang yang berbaju putih-putih, bersorban atau berkopiah) yang dimunculkan dalam film itu.
Di adegan penusukan pastur, Hanung hanya menampilkan seorang lelaki berjaket coklat memegang pisau dan seorang pengendara motor. Bahkan dalam usaha pemboman Gereja, Hanung sama sekali tak memunculkan adegan orang merencanakan, merakit, dan menaruh bom di Gereja. Lalu di adegan mana yang menyatakan bahwa umat Islam identik dengan kekerasan dan teroris?
Bagi Hanung, film ini merupakan proses pembelajarannya mengenal lebih dekat agamanya, Islam. Menurutnya, belajar agama adalah belajar menjadi manusia. “Saya mengagumi Rasulullah bukan karena beliau semata-mata utusan Allah. Tapi karena Rasulullah memberikan tauladan kepada kita bagaimana menjadi manusia dalam keluarga, masyarakat, dan Tuhannya.”
Ya, kita adalah manusia yang serba kekurangan ini mesti terus belajar agama dan belajar menjadi manusia. Keduanya adalah dua proses yang tak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan sebuah pergulatan yang tak pernah usai dalam hidup ini.
Hanung berharap dialog ini, dan tentu juga filmnya, menjadi pembelajaran bersama dan ajang saling mengingatkan sebagai sesama Muslim. Sebagai sesama pembelajar kita mesti saling mengingatkan dan mengajak pada kebaikan. Ya, mengajak, bukan memaksa. Itulah makna hakiki dari dakwah.
Nabi Muhammad saja tidak dapat ‘memaksa’ pamannya, Abu Thalib, yang hingga akhir hayatnya memeluk Nasrani walaupun telah membantu dalam memuluskan jalan dakwah beliau. Ya, Rasulullah saja tidak dapat memberi hidayah, apalagi kita yang jauh dari taraf kenabian dan kerasulan.
Dalam Surah Al-Qashash ayat 56, Allah berfirman: “Sesungguhnya kamu (Muhammad) tidak akan dapat memberi petunjuk (hidayah) kepada siapa yang kau cintai, tapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.”
Film ini alih-alih menyebar fitnah dan kebencian, sebaliknya malah menunjukkan keindahan Islam yang ramah, damai. Hal ini tampak pada karakter Ustaz Wahyu, Menuk, Abi, orangtua Rika, dan Surya. Alih-alih mengajak pada kemusyrikan, film ini malah menunjukkan contoh orang yang mendapat hidayah, seperti Ping Hen (Rio Dewanto).
Dialog ini berangkat dari hujatan seseorang berinisial BH (yang tidak mau disebutkan Hanung demi menghargai orang itu) yang mengirim pesan di Inbox Facebook sutradara yang sudah menghasilkan 14 film ini. Pernyataan dari BH itu dijawab oleh Hanung poin demi poin dalam dialog ini.
Awalnya pesan ini tidak Hanung hiraukan. Ia merasa BH salah dalam menafsir filmnya. Dengan mempertimbangkan baik-buruknya terkait pandangan miring terhadap film dan pribadinya, akhirnya ia memutuskan untuk menjawab hujatan itu dengan tajuk “Dialog Terbuka atas Film ‘Tanda Tanya’ yang ia muat di Facebooknya, 15 April 2011 lalu.
Dialog ini kami muat dengan persetujuan dari Hanung. Berbagai kata yang ditulis dengan huruf besar sengaja kami biarkan agar poin-poin yang ingin Hanung highlight dapat juga dinikmati para pembaca. Berikut nukilannya:
Selengkapnya:
http://madina-online.net/index.php/sosok/wawancara/13-wawancara/388-umat-menghujat-hanung-menjawab