Biografi
Teladan Muda, Mandiri, Berprestasi: Tunanetra Indonesia Peraih International Award For Young People, London
Pemuda tunanetra kelahiran Medan, Sumatera Utara 5 Juli 1989 itu, Siddam Hasim namanya. Bersama ibu dan adiknya, saat ini ia tinggal di Sawangan, Depok, Jawa Barat. Di tengah keterbatasannya, ia mencoba terus bangkit dan berkarya.
Lulusan S1 American English Institute, Bali ini awalnya terlahir dengan penglihatan normal. Namun sejak empat tahun silam, ia kehilangan penglihatannya akibat kecelakaan.
Sejak itulah hal-hal buruk sering menimpanya. Keluar-masuk got, hampir terserempet kendaraan, dicemooh orang, adalah hal yang sering ia alami saat beraktivitas di luar rumah. Hal-hal menyakitkan yang sempat membuatnya frustrasi, putus asa, bahkan sempat memantik keinginan bunuh diri. Meski pada akhirnya ia sadar: mengakhiri hidup bukanlah solusi logis dan bermartabat.
Ya. Siddam pun insyaf bahwa terpuruk dan putus asa bukanlah pilihan yang pantas diambil kaum muda seperti dirinya. Sejak itulah ia berupaya terus bangkit dan tetap semangat berkarya di tengah keterbatasan fisiknya itu.
Tercatat sederetan aktivitas positif pernah ditekuninya. Mulai dari penyiar radio, narasumber inspiratif di beberapa radio Ibukota, maupun bintang tamu di salah satu stasiun TV swasta.
Dari berbagai aktivitas itu pun, beragam prestasi telah diraihnya. Salah satunya adalah kegiatan sosial dalam mengampanyekan hak-hak penyandang disabilitas, yang telah mengantarkannya sebagai peraih penghargaan International Award For Young People dari London.
Selain itu, diakui Siddam bahwa momen membanggakan baginya adalah ketika dia terpilih sebagai wakil Asia Pasifik pada Konferensi Global Angkatan Muda Disabilitas di Kenya, Afrika pada Oktober 2013 yang lalu.
Di usianya yang ke-24 saat ini, Siddam menjalankan profesi sebagai guru bahasa Inggris dan penerjemah di Wisma Cheshire Home Jakarta sembari memberikan les bahasa Inggris gratis bagi masyarakat sekitar kediamannya, di sebuah rumah singgah yang ia beri nama Rumah Bulle.
Saat kami tanyakan, bagaimana tunanetra seperti dirinya bisa berbuat banyak bagi kehidupannya?
“Saya bisa melakukan banyak hal yang orang non-disabilitas lakukan, bahkan saya juga bisa melakukan hal-hal tertentu yang orang non-disabilitas tidak bisa lakukan,” tegas Siddam kepada kami.
Tentu saja tak ada kata mudah bagi penyandang tunanetra seperti Siddam dalam aktivitas kesehariannya. Terutama saat mengajar dan sebagainya. Bisa dikata itulah wujud nyata perjuangannya kini, ketika hampir semua hal dilakukannya secara mandiri; keluar rumah, pergi mengajar, naik angkot dan kereta, ia lewati tanpa ada yang menemani.
Kami pun bertanya, bagaimana bisa seorang penyandang tunanetra menjadi guru bahasa Inggris?
“Itu pertanyaan ke-sekianratus-kalinya kepada saya,” tukas Siddam tersenyum.
Menurutnya, cara mengajar yang ia lakukan memang berbeda dengan cara mengajar para guru lainnya. Salah satunya, ia lebih mengandalkan kekuatan vokal dalam memberikan pelajaran, karena dirinya tunanetra.
“Yang terpenting kan mereka paham, bagaimana pun caranya. Karena cara boleh berbeda tapi tujuan dan hasil bisa tetap sama,” terang Siddam.
“Toh mereka tidak membutuhkan mata saya, melainkan isi kepala saya, dalam artian ilmu saya. Itu yang paling penting,” lanjutnya.
Ya. Siddam Hasim benar ketika dia mengatakan bahwa isi kepala lebih penting dari sekadar normalnya fungsi mata.
“Jangan pernah melihat keterbatasan kita, tapi lihatlah kemampuan kita. Jangan menilai para penyandang disabilitas dari fisik mereka tapi perhatikanlah kemampuan dan kelebihannya. Fisik saya boleh terbatas tapi kemampuan saya, apakah hanya sebatas itu?” tuturnya menyelipkan pesan sederhana namun patut kita renungkan secara mendalam.
Ala kulli hal, dari pemuda mandiri dan berprestasi membanggakan ini kita patut mengambil pelajaran berharga: Tidak semua orang bisa menjadi guru, sebagaimana tidak semua orang juga mampu berbahasa Inggris. Namun, dengan keterbatasan fisik yang ada, terbukti Siddam Hasim berhasil membuktikan bahwa isi kepalanya lebih mampu ‘berbicara’ dan bermanfaat bagi banyak orang, seperti halnya keberadaan dirinya selaku penyandang disabilitas yang tetap mampu berkontribusi positif bagi lingkungannya. Tak cukup sampai di situ, ia pun terbukti mampu membanggakan Tanah Air dan mengharumkan nama bangsanya di tingkat Dunia.
(Abdul Malik/Yudhi)