Berita
Pengikut Ali, Penghias Ahlulbait
Saat kunjungannya ke Husainiah Jember, Sabtu (13/8), ulama Iran Hujjatul Islam Muhammad Jawad mengungkapkan kebahagiaannya dapat bersilaturahmi ke beberapa wilayah di Tanah Air dan dapat bertemu langsung dengan kaum Muslimin yang ada di Indonesia.
Memberikan sambutannya dalam Bahasa Parsi yang diterjemahkan oleh Ustaz Abdullah Beik, pria yang berprofesi sebagai dosen di berbagai Universitas sekaligus penjaga pintu Mashad Imam Ali-Ridha ini menyampaikan salam hangatnya dengan wajah berseri-seri di hadapan hadirin.
Dalam kesempatan itu, bertepatan dengan peringatan milad Imam Ridha, Muhammad Jawad menyampaikan bahwa kecintaan Imam Ali Ridha kepada kita, para pengikutnya, melebihi kecintaan orang tua biologis kita.
“Setiap orang tua punya harapan, begitupun seorang anak, dan harapan seorang anak termaktub dalam tawassul yang kita baca sebelumnya, ya wajihan ‘indallah, isyfa’lana ‘indallah. Semoga kita mendapat syafaat Imam Ridha,” harapnya.
Lalu apa saja harapan Imam Ali Ridha kepada kita?
Menurut Muhammad Jawad, ada beberapa hal yang diharapkan Imam Ridha dari kita.
Pertama, kita sebagai pengikutnya mesti selalu meng-upgrade wawasan keilmuan kita dan menambah kecintaan kita kepada Nabi Muhammad saw dan keluarga sucinya. Kita harus banyak bertanya kepada para ulama karena bertanya memiliki nilai yang sangat tinggi dalam menggali dan menelaah ilmu.
“Ketika ditanya apa alasan kita dalam mengikuti Ahlulbait, maka argumen kita harus kuat, bukan sekadar menjawab karena orang tua kita melakukan hal yang sama,” anjurnya, seraya menyatakan bahwa keyakinan Islam yang kuat akan dapat diperoleh dengan upaya meneliti dan mencari.
Ulama Iran ini pun bercerita, bahwa di negerinya setiap orang yang akan membeli buah biasanya tidak mau percaya begitu saja cukup hanya dengan mendengar dari si penjual buah bahwa buah itu berkualitas baik. Pembeli pun berhak mencicipi terlebih dahulu sebelum yakin bahwa buah itu memang berkualitas bagus.
“Maka demikian juga hendaknya sikap kita dalam beragama,” lanjutnya.
Kedua, Imam Ridha berharap agar kita senantiasa menjaga persatuan dan merapatkan shaf, merapatkan barisan, jangan sampai ada celah bagi setan untuk mengadu domba kita, lalu kita saling bermusuhan satu sama lain.
Ketiga, hendaknya kita terus menambah loyalitas kita kepada Ahlulbait. Semakin hari, kian dekatkan diri kita kepada mereka.
“Ada di antara para anak yang mengatakan aku mencintaimu, kepada Ayah dan Ibu mereka. Tapi saat disuruh mengambilkan air saja tidak mau. Padahal cinta itu mesti dibuktikan dengan tindakan. Karenanya perlu kita ingat bahwa karena kecintaan kita kepada Ahlulbait lah yang akan menjadi sebab bagi Ahlulbait mencintai kita,” tambahnya.
Keempat, jadilah penghias bagi Ahlulbait. Karena orang yang notabene benci kepada kita, meski kita berbuat kesalahan kecil maka biasanya akan dibesar-besarkan oleh mereka. Oleh karena itu, jadilah yang terbaik, sehingga ketika orang lain melihat kita, mereka akan tertarik dan mengatakan itulah ajaran agama yang baik. Dengan begitu, sama artinya kita sudah menjadi penghias bagi Ahlulbait.
Kelima, jadilah pribadi yang gemar menolong. Sadarilah bahwa masing-masing diri kita memiliki kewajiban berkontribusi, memberikan sumbangsih untuk mengenalkan nilai-nilai ajaran Islam yang penuh kasih sayang ini.
“Apalagi ketika wajah Islam saat ini digambarkan dengan wajah yang menakutkan oleh kelompok-kelompok ekstremis seperti ISIS dan teroris lainnya dengan mengatasnamakan Islam, maka pada saat itulah agama butuh pertolongan. Tugas kita lah untuk menampakkan wajah Islam yang sesungguhnya, yaitu Islam yang rahmatan lil ‘alamin.”
Dikisahkannya bahwa Imam Ridha sangat dikenal telah banyak membantu orang yang sedang mengalami kesulitan.
Ada salah satu cerita ketika ada seorang yang hendak pergi berziarah ke pusara beliau dan orang tersebut punya tetangga yang buta. Tetangganya itu meminta tolong kepadanya untuk membawakan tanah dari pusara Imam Ridha, namun orang tersebut lupa membawakannya. Di tengah perjalanan pulang, ia baru teringat pesan sang tetangga. Karena takut mengecewakan tetangganya, ia pun mengambil tanah biasa, bukan tanah dari pusara Imam Ridha. Diberikannya tanah biasa itu kepada si tetangga tadi. Setelah tanah itu ditempelkan pada kedua matanya yang buta, seketika dia mampu melihat kembali. Saat itulah si pembawa tanah itu menceritakan hal yang sebenarnya.
“Itulah salah satu kisah keistimewaan beliau. Lalu apakah itu syirik? Di dalam Alquran Allah menceritakan tentang Nabi Ya’qub yang butanya sembuh dengan kain yang dikirim Nabi Yusuf. Lalu, apakah Allah mengajari kita syirik ataukah Nabi Ya’qub telah berbuat syirik ? Sudah tentu jawabannya, tidak.”
Keenam, Imam Ridha berharap agar kita berdakwah dengan cara memperkenalkan diri sebagai pengikut Imam Ali yang selalu mampu menjaga persaudaraan sesama Muslim, yang menghormati mereka yang berbeda mazhab dengan kita. Kita tunjukkan sikap dan akhlak yang mulia. Misalnya dengan menyapa mereka terlebih dulu, suka memberikan hadiah kepada mereka, menghadiri shalat jamaah di masjid-masjid mereka dan gemar membantu semua urusan mereka.
“Dalam ajaran cinta ini, mari kita tebarkan kasih saying. Sehingga saat kita kembali ke haribaan Ilahi kelak, kita dapat kembali dengan hati yang bersih,” ajak Muhammad Jawad menutup sambutannya. (Muchlisin/Yudhi)